l;ittle space

115 13 1
                                    

 T A N G A N  Seokjin menggenggam erat tangan sang kakak. Sedaangkan sang kakak sudah melewati malam bersama Jin dengan tersadar. Senyum Jin tak kunjung terpudar sedari sang kakak terbangun. Sang kakak, Minseok hanya bisa tersenyum sedih melihat yang lebih muda di hadapannya.

Sang adik terlihat kurus kering. Pipi nya tirus, lingkar mata dibawah matanya terlihat sangat hitam dengan matanya yang memerah. Kemeja yang dipakai sang adik--yang tak lain adalah hadiah darinya dahulu terlihat jelas menjadi longgar dipakai sang adik.

"Apa yang kau makan Jin? Kenapa kau mengurus begini?" Xiumin menghela nafas sedih. Ia paham salah satu alasan yang membuat kondisi adiknya hingga berubah menjadi seburuk sekarang.

Jin terkekeh pelan, "Bukan hanya karenamu. Jangan khawatir, pendek." Jin membalas dengan candaan—berusaha mencairkan perasaan khawatir pada diri Xiumin.

Xiumin tersenyum, mengusap rambut sang adik dalam diam.

Matanya melihat keluar, melihat sahabat lamanya, Suho dan Moonbyul berada disana. Namun dirinya jelas merasa ada yang kurang, "Joohyun kemana?" Xiumin bertanya.

Jin masih tersenyum dengan senyum yang berbeda. Kali ini lebih sedih, dan jauh lebih redup.

"Di kasur sebelahmu di ruanganmu sebelumnya." Jawaban Jin sontak membuat sepasang iris gelap milik yang lebih tua terbelalak kaget. "Apa yang terjadi?" Suara sang kakak meninggi, bercampur panik dan khawatir disaat yang sama.

"Panjang."

Xiumin merengut, "Jin, bisakah jawab yang je-",

Greb.

"Maaf, Hyung. Untuk saat ini, aku mohon biarkan aku seperti ini." Jin memotong Xiumin, dengan sebuah pelukan erat dan putus asa. Pundaknya merasakan beban tubuh Seokjin yang jauh lebih ringan dari sebelumnya.

Xiumin menghela nafasnya, memeluk yang lebih muda kedalam sebuah pelukan hangat yang dirindukan.

Seokjin gemetar. Menghirup aroma familiar rumah sakit dari sang kakak.

Seokjin menutup matanya, melupakan semua yang terjadi dan yang membuat otaknya kacau balau tak tersusun.

Waktu berlangsung lama, sampai tanpa sadar Seokjin sudah tertidur di pundak Xiumin dengan bekas air mata di wajahnya.

Xiumin membaringkan Seokjin pada sisinya, lalu membawa dirinya keluar dari ruang rawat dengan tiang infus masih bersarang pada punggung tangan kirinya.

Pintu yang terbuka membuat semua orang di depan ruangan tunggu melonjak spontan.

"Junmyeon-a." Xiumin tersenyum, menyambut Suho dalam pelukannya. Suho menangis, berada dititik terendahnya.

"Kenapa baru bangun sekarang? Tidak tahu aku khawatir setengah mati?" Suho mencibir, mengundang tawa Xiumin.

Xiumin melempar senyum tipis pada Moonbyul yang ternyata tengah mendampingi Yoongi dan Jeongguk.

"Berniat berbagi sedikit, Byul?" Xiumin bertanya, mendudukkan dirinya disebelah Moonbyul. Moonbyul tersenyum, "Penasaran?"

"Mana Jin Hyung?" Jeongguk bertanya khawatir, membuat lengkung manis muncul pada bibir Xiumin. Xiumin mengacak rambut Jeongguk pelan, "Adikku di dalam. Kondisi nya sangat buruk, dia tidur." Jawab Xiumin seadanya.

"Boleh aku menemani Jin Hyung?" Jeongguk bertanya lagi dengan polos, membuatnya mendapat sebuah tinju keras dari Yoongi yang sontak membuatnya meringis.

Xiumin tertawa, "Silahkan. Lebih baik jika ada kalian. Berbaiklah padanya Yoongi. Dia masih muda."  Tutur Xiumin menatap Yoongi sambil menggeleng. Yoongi mendecak, "Kau terlalu memanjakan yang lebih muda." Sahut Yoongi lalu bangkit mengikuti Jeongguk.

Fokus Xiumin kembali pada Moonbyul dan Suho, "Jadi...?"

Moonbyul hanya menunjukkan ponselnya. Beberapa tangkapan layar tentang berita Irene dan pembunuhan berencana nya. Kabur nya Hakyeon yang juga merupakan salah satu pelaku percobaan pembunuhan Irene.

Namun, bukan itu fokus utamanya. Tapi sosok wanita dan pria lain di catatan nama pelaku yang ada di laman berita.

"Hanbin? Sojung? Bagaimana mereka bisa mengenal Hakyeon?" Xiumin menatap bingung, "Ditambah, Sojung masih hidup?"

"Rumit, Sunbae. Pada akhirnya Sojung hanya dilarikan ke Amerika dan meminta sekolah bungkam. Itu bukan hal sulit, apalagi orang tua Sojung sekelas kalian." Moonbyul berkata, merujuk pada fakta yang ia rasa tak diingat oleh Kim bersaudara. "Hyung. Lagipula kurasa bukan hanya Irene dan kau saja yang dalam bahaya. Kurasa Wendy juga." Tutur Suho menarik perhatian keduanya.

"Wendy?"

"Temanku, naik pangkat menjadi kekasih adikmu." Jawab Moonbyul singkat membuat Xiumin sukses merasa terkejut dan lucu sekaligus.

"Lain kali aku harus sakit dulu, baru adikku bisa merasakan cinta." Canda Xiumin mengundang desisan sebal dan pukulan dari Suho. "Eish, maaf maaf. Oke, jadi kenapa Wendy itu?"

Suho menggeleng, "Irene bagaimana pun tetap memiliki relasi romantis sepihak dari Jin, dan masih dekat hingga detik ini. Wendy yang merupakan pasangan Jin juga dalam bahaya," Suho menatap ke pintu ruang rawat Xiumin, "karena ini Sojung. Dia masih menyimpan perasaan pada Seokjin. Dan kau tahu bagaimana obsesi Sojung."

Xiumin menghela nafas berat, "Harusnya aku tidak boleh stres ketika baru bangun dari koma. Tapi kenapa ketika aku baru bangun aku malah menyebabkan banyak masalah." Xiumin mengeluh, Moonbyul memandang iba. Ditambah Xiumin pasti menumpuk rasa bersalah karena sang adik harus menanggung seorang diri.

"Wendy punya Namjoon yang menjaganya." Ucap Suho.

Xiumin menggeleng, "Bukan itu, Myeon-a."

Suho menunjukkan ekspresi bingungnya.

"Aku hanya ingin, Seokjin punya tempat kecil untuk dirinya sendiri, atau tidak, setidaknya aku punya waktu agar Seokjin punya tempat kecil untuk bersandar."

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang