r;ough

90 17 1
                                    

S E O K J I N  sendiri tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Didepan matanya, tiga sosok mabuk berjalan dengan santainya, tertawa dengan segelas tequilla ditangan mereka masing-masing.

Tangannya meremas kuat setir mobilnya, bergerak balik menyetir mobilnya kearah berlawanan.

Sepasang mata milik Jin sudah berubah memerah karena terlalu lama tak berkedip—dan menahan tangis tentunya. Buku jarinya memutih, mencengkeram setir terlalu dalam.

Suara mesin mobil berkecepatan tinggi adalah satu-satunya hal yang bisa Seokjin dengar ketika dirinya menancap gas membelah jalanan sepi Seoul malam itu.

Tepat dipersimpangan, saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Dirinya hampir saja mengakhiri hidup seorang wanita.

Wanita itu menggebrak bagian depan mobil Jin. "Yaa! Keluar kau! Bedebah!"

Mata Jin memicing tajam, melihat sosok familiar gadis itu. Tangannya bergerak cepat membuka pintu dan keluar dari mobil.

"Kim Seokjin?"

"Moon Byulyi?"

Moonbyul—teman dekat Seokjin sejak sekolah tinggi, dan penyanyi kafe milik Jin. "Astaga, maafkan aku. Kau terluka?" Jin memeriksa Moonbyul dari ujung kepala hingga kaki. Panik tentunya.

"Astaga, maafkan aku."

Dahi Moonbyul mengerut bingung, "Hei, kalem bung. Kau kenapa?" Tanya Moonbyul langsung. Jin hanya menundukkan kepala, melihat jalanan. Suara helaan nafas miliknya bisa terdengar jelas. Jelas. Kelelahan.

Jin terdiam tidak membalas. Moonbyul sadar kondisi sahabatnya yang memburuk. Tangan wanita itu menepuk pundak Jin dan masuk ke mobil pria itu tanpa izin. Well, mereka cukup dekat untuk melakukan hal seperti itu.

Jin hanya mengikuti Moonbyul dan duduk dikursi penumpang. Moonbyul mengambil alih bangku kemudi. Jin hanya diam. Moonbyul sering melakukan itu ketika Irene atau Xiumin tidak bisa menjemput anak gila itu. Ia kadang akan bertemu Yoongi di bar dan berakhir menjadi supir.

"Bagaimana Kakakmu?" Moonbyul membuka pembicaraan. Jin hanya menggeleng, nafasnya sangat berat membuatnya terlihat menyedihkan.

"Sama. Tapi Rene Nuna lebih buruk."

Moonbyul mengangguk. Ia sudah dapat kabar. Seulgi dan Wendy juga cerita kepadanya. Lucu.

"Bagaimana perkembangan kasusnya?"

Jin menutup mata, "Perkembangan bagus, namun hatiku buruk." Jawaban Jin membuat Moonbyul terkekeh, "Bertahanlah."

Bertahanlah.

Jin menggeleng, "Berat, Byul-a." Suara Jin parau. Moonbyul sadar, Jin berada dititik terbawahnya. Cerita sebait dari sang sahabat masa kecilnya sudah cukup membuatnya paham posisinya.

"Apa Minseok Sunbae juga tidak ada perkembangan?" Tanya Moonbyul.

Jin menggeleng—lagi, "Dia Gegar Otak ringan. Walau gegar otaknya membaik, entah kenapa dia tak kunjung bangun." Jin sudah menangis.

Moonbyul paham. Posisi Jin jelas berat. Ditambah dengan orang tua yang tidak disisinya.

"Byul!"

Moonbyul menginjak rem seketika setelah teriakan Jin menunjukkan jalan. Sosok Jeongguk muncul didepannya menghalangi tubuhnya yang hampir ditabrak Moonbyul.

Jin dan Moonbyul keluar mobil, Jungkook yang tak merasakan sakit atau luka apapun membuka matanya, melihat sosok sang kakak tersayang didepan matanya.

Beberapa minggu jarang melihat Jin membuatnya sadar perubahan drastis dari pria tampan itu. Jin mengurus luar biasa. Pipinya menirus, lengannya menjadi ramping sama dengan tubuhnya. Kemeja familiar yang sedang dipakai Jin bahkan terlihat menjadi longgar menunjukkan collar bone milik Jin yang terlihat jelas.

"Kook?"

"Hyung?"

Jungkook melompat, memeluk erat sang kakak dalam dekapan kuat.

"He—Hyung." Nafas Jeongguk memburu, tangannya bergerak memastikan sang kakak baik-baik saja.

"Tenanglah, Gguk-i. Aku aman." ucap Seokjin berbisik tanpa niat membalas pelukan sang sahabat. Moonbyul menatap sedih kedua sahabat lama itu. Ya... Walaupun tetap saja, Moonbyul mengenal Seokjin lebih lama dari Jeongguk.

"Sulit ya, Hyung?" Jeongguk bertanya, mengunci iris gelapnya dengan sepasang hazel yang meredup milik Seokjin. "Padahal aku disisimu, kenapa kau menjauh?" Jeongguk bertanya sekali lagi, meremas tangan Seokjin, membiarkan tangan dingin itu merasakan kehangatan sedikit dari dirinya.

"Bahkan dihari ulang tahunmu, Hyung. Padahal kau tahu kami selalu disisimu dan akan selalu disisimu." Jeongguk berucap tajam walau intonasi pria muda itu sangat lembut.

Seokjin mengukir segaris lengkung dibibirnya. Entah emosi apa yang ditunjukkan oleh pria itu, yang jelas itu adalah perasaan asing bagi Jeonnguk—apalagi karena itu berasal dari Seokjin.

"Kau sudah tahu masalah-masalahnya bukan? Kenapa bertanya lagi?" Seokjin melepas tangan Jeongguk lalu mengusap rambut pria yang lebih muda lima tahun darinya itu penuh perhatian. "Ini hanya waktu-waktu berat, bukan masalah besar. Dunia kita memang seperti itu." Seokjin menyambung, tersenyum membuat matanya berbentuk bulan sabit indah.

Jeongguk menghela nafas panjang, dan terkekeh sarkas, "Hanya itu? Bukankah ada banyak hal yang kau sembunyikan dari kami?"

– – – – – – –

Gonna have a little break. Cerita ini akan slow update—sekalipun maybe none of you realize—but I appreciate the readers!

It may takes a long time, tapi setelah slow update, I'll try to update this story faster and make it to finish!

Little spoiler, end is near. Ditambah setelah cerita ini selesai akan ada cerita baru dipublish dengan main cast anggota Bangtan lainnya. I would appreciate it if you read it when it comes out.

See ya!

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang