P A G I terasa terlalu hening dikediaman Kim. Pukul tujuh pagi, dan Bae bersaudara—Yoobin dan Jinyoung—masih belun bangun. Jin menggeleng pukul tiga pagi tadi saat menemukan dua bersaudara itu tertidur disofa dengan stick game ditangan mereka, dan berakhir menggendong keduanya kekamar atas.
Kopi paginya dirubah dengan susu rasa vanilla dingin. Karena kopi dirumahnya adalah kesukaan Irene.
Jin ingin melupakan hal diluar rumahnya dahulu.
Beberapa pesan tak terbalas membuat Yoongi datang pukul lima. Menggedor pintu kediaman Kim seolah tiada hari esok.
Jin bungkam, walau Jin yakin kalau Yoongi tahu bahwa dirinya ada didalam. Tak hanya Yoongi, ia bisa mendengar suara Wendy memanggilnya sesekali dan Namjoon yang menenangkan Yoongi.
Satu jam tanpa hasil, Wendy akhirnya memaksa Namjoon dan Yoongi untuk pulang. Setelah beberapa sumpahan, Yoongi menggebrak sekali lagi pintu Seokjin yang tak memberi efek apapun.
Jin membuka pintu, tepat setelah suara mobil mereka menjauh. Dan, disinilah ia dengan beberapa post-it yang ditempel Yoongi.
'Hyung, lari tidak tepat juga!'
'Hyung, sudah tiga hari tanpa kabar. Aku bahkan tak tahu kau sedang apa.'
'Kau bernafas 'kan?'
'Oppa, kau tak berniat mengabari aku?'
Ah, Wendy. Dia baru berkencan dengan Wendy tak sampai seminggu tapi sudah seperti ini. Jin bahkan mengabaikan beberapa panggilan dan pesan dari Wendy.
Jin menghela berat nafasnya, mencabut semua tempelan itu dan masuk kedalam rumah. Tepat dihadapannya Yoobin menatap dengan mata bertanya.
"Oppa, kau menyembunyikan sesuatu?" Tanya gadis itu mencuri pandang pada kertas ditangan Jin. Jin menggeleng, menutup pintu dan mendekat pada gadis yang lebih muda enam tahun darinya itu. "Bukan apa-apa. Jangan khawatir. Kau tidak mengantuk?" Usaha Jin mengalihkan perhatian Yoobin dari kertas pesannya.
"Tidak. Dan aku bisa melihat seseorang mencari mu di kertas itu."
Jin menggeleng dengan senyum. Binnie sudah dewasa untuk mengetahui hal-hal seperti ini. Dan Jin, ia hanya bisa membiarkan dan mengarahkan gadis itu. Walaupun..., hidupnya juga masih belum tertata secara rapi.
"Bagus. Karena itu, tidurlah jika masih mengantuk. Jika kau lapar, kedapur saja. Aku akan memasak sekarang." Jin melenggang pergi meninggalkan Binnie denhan usapan berat dikepalanya.
Binnie tidak merespon. Biasanya ia akan mengomel karena kepalanya sakit atau rambutnya berantakanㅡjelas sekali mirip Irene. Tapi ia sadar, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk marah pada Jin.
Apalagi saat ini ponselnya tengah berbunyi dengan pesan-pesan tidak mengenakkan dari kawan-kawannya, teman sang kakak maupun relasi Jin.
Ditambah isu berita yang sang kakak sedarah yang membuatnya bingung untuk bercerita pada Jin.
"Hot Issue: Percobaan pembunuhan atau Percobaan bunuh diri? Mobil kecelakaan wanita dengan insial BJH ditemukan sabotase!"
BJH.
Tak ada berita kecelakaan mobil lain selain Irene, nona Bae Joohyun. Sulung dari Bae bersaudara.
Binnie hanya terduduk disofa. Matanya memerah dengan air mata sudah mengalir tanpa suara. Hal yang ia baca sungguh mengerikan. Ia bahkan tak habis pikir bagaimana bisa sang kakak mendapat perlakuan seperti itu?
Jin yang selesai membuat Nasi Goreng Kimchi mengurungkan niatnya untuk makan diruang tamu. Irisnya menangkap sosok Binnie menangis dengan ponsel ditangannya. Ia hampir mengira kalau Binnie dibully kalau ia tak bicara.
"Oppa, nyalakan TV nya." Binnie meminta lirih. Jin mengusap rambut Binnie lembut lalu mengangguk, menuruti permintaan Binnie.
Takdir yang bermain. Sebuah berita terbaru berputar dilokasi kecelakaan Irene membuat Jin meneguk saliva sendiri karena gugup. Tangannya merangkul pundak Binnie menenangkan anak itu.
"Kecelakaan mobil BJH dengan motif pembunuhan?"
"Kecelakaan beberapa hari lalu di daerah pimggir Seoul telah diselidiki pihak medis maupun kepolisian. Pihak kepolisian menemukan bukti bahwa adanya sabotase di pedal rem BJH dan bocornya tangki bensin. Selain itu, kamera CCTV menangkap adanya sekelompok pria menarik paksa BJH dan memukul kepala wanita malang tersebut beberapa kali dengan benda tumpul. Yang bisa dibeberkan bahwa kelompok itu terdiri dari dua pria dan satu wanita. Sekian laporan dari kami."
Suara reporter televisi tersebut membuat genggaman Jin menguat. Binnie yang mulai bergumam tidak jelas membuat Jin ikut bingung.
"Oppa? Kenapa? Kenapa ada yang jahat pada Joohyun Eonni? Apa mereka dendam? Apa salah dia? Apa mau mereka? Kenapa membunuh? K-kalau Joohyun Eonni pergi, aku belum siap menanggung Jinyoung seorang diri. Aku... aku tak mau. Joohyun Eonni pasti bangun 'kan? Pasti dia bangun! Ayo kerumah sakit. Ayo kerumah sakit! Eonni sudah bangun." Binnie mulai bicara ngawur. Matanya menatap tanpa arah dan panik menarik Jin agar mengantarnya pergi.
Jin menggeleng, menahan dirinya untuk duduk dan memeluk gadis muda itu. Gadis itu memukul kuat dada Jin, meminta agar dilepaskan.
Jin paham. Kondisi perasaannya tak jauh berbeda dari Binnie saat ini. Bahkan rasanya ia ingin membunuh pelaku dan mengahncurkan televisinya saat itu juga. Ia sadar tempramennya tak boleh muncul dihadalan Yoobin.
Tayangan berita itu terus berputar bersama tangis Binnie. Entah pencurian, politik, narapidana kabur, atau kriminalitas lainnya. Ia hanya butuh Binnie tenang dan memilih cara untuk mencari pelaku dan mencari alasan untuk mengelak dari Jinyoung.
Tapi terlambat.
Jinyoung disana. Menatap punggung Jin yang merengkuh Binnie dalam shock.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
Fanfiction"Kau tahu Jin? Keindahan tak hanya bisa diketahui melalui indra pengelihatan. Namun juga indra lainnya." ㅡBae Joohyun, Irene. Bagi Kim Seokjin, semua hal yang dirasa indranya juga adalah hal biasa baginya. Sampai, kalimat sang saudara tak sedarah Ir...