E;lf

174 24 1
                                    

"Jimin-a. Masalah mu bukan hanya itu 'kan?" tanya Jin Hyung  frontal.

Taehyung-i dan Hoseok-i Hyung yang duduk melihatku yang bungkam menoleh bingung pada Jin Hyung. Tatapan yang seolah berkata 'apa-maksud-Hyung?' itu diberikan oleh dua orang yang merupakan teman sekamarku itu.

Jin Hyung. Aku tak aneh jika dirinya langsung tahu. Dia terlihat penuh candaan dan penuh lelucon, tapi peka dibaliknya.

"Mantan kekasihku dulu, Hyung." jawabku. Membiarkan Jin Hyung, Hobi Hyung, dan Taetae menatapku bingung.

"Dia hamil diluar nikah oleh kekasih terakhirnya..." tuturku. Aku sedikit takut kalau boleh jujur.

"Lalu?" "Entah bagaimana caranya, dia meminta pertanggungjawaban dariku..." suaraku mulai sedikit serak.

"Kau takut, Chim?" tanya Taehyung. Aku menyeka air mataku kasar, melihat ke bayi besar itu dan Hobi Hyung.

Mata mereka ingin menangis.

Sial, aku jadi merasa bersalah.

Aku mengangguk. Biarlah, aku sudah tinggal bersama mereka untuk waktu yang lama, kenapa aku harus takut jujur?

"Aku bahkan menutup akun media sosial ku agar tak terjangkau oleh teror dan permintaan tolong anehnya." jujurku yang membuat Jin Hyung terkekeh. Apa salahnya?

"Kau bodoh, Jimin-a." ucap Jin Hyung mendadak. Aku? Melongo kaget tentu. Bukannya memberi saran, malah meledek. Dasar manusia aneh.

"Kau membuat ku khawatir karena menutup semua akun sosial dan hanya menyisakan nomor ponselmu. Apa yang kau pikirkan?" tanya Jin Hyung. Aku bangkit dan sedikit mendecak, "Hyung, aku bahkan tak pernah menyentuhnya, bahkan mencium pun tak pernah! Dia mengejarku, bahkan sampai mengirim surat ke apartemen ini. Menjadi mapan saja belum, bagaimana aku menikahi anak orang yang dihamili orang lain?" aku berceloteh panjang.

Jung Hoseok tetaplah Jung Hoseok. Dan Kim Taehyung tetaplah Kim Taehyung. Kadang otak mereka tak sampai tentang apa yang aku bahas.

"Whoa, sorry. Hyung tak tahu sampai se-ekstrim itu." ucap Jin Hyung berlagak kaget.

Reaksinya menyebalkan.

"Tapi, Chim. Kau tahu, manusia bisa panik 'kan? Anggaplah gadis itu panik, meminta pertanggungjawaban kekasihnya. Namun, sang kekasih sibuk dan tak bisa membalasnya? Oke, perumpamaan ku aneh." tutur Jin Hyung santai, atau mencoba menenangkan mungkin.

"Kalau kau tak salah, kenapa kau harus sembunyi? Membohongi kami dengan senyum sok imut mu itu justru membuatku kesal." lanjutnya menyandarkan punggung di sandaran sofa.

"Tapi disini, bukanlah gadis itu yang panik, tapi kau." ucap Jin Hyung ㅡlagi.

Hah? Apa maksudnya?

"Kau panik. Itu jelas, Jimin yang paling dewasa di barisan anak termuda jadi berpikir pendek. Tidakkah kau ingat bahwa tes DNA itu ada?" ucap Jin Hyung.

Sial.

Aku lupa.

Tawa Jin Hyung pecah. Membuat aku malu. Kalau boleh jujur, Jin Hyung benar. Kenapa aku bepikir pendek?

"Jimin-a, Hyung tahu seperti apa sikapmu. Kau memang tak mau menyakiti siapapun, tapi jangan bohong padaku dan jangan sakiti dirimu." Jin Hyung menepuk kepalaku pelan.

Aku menunduk, membiarkan Jin Hyung memperlakukan ku seperti anak kecil. Aku ingin manja sedikit. Jika bersama Tae dan Kook-ie, aku harus mengambil peran kakak, begitu juga di Busan.

"Tae, Hobi. Tidurlah. Hyung harus bicara pada Jimin empat mata." suruh Jin Hyung. Mereka menurut. Jelas. Walau sering diusili oleh kami, Jin Hyung punya peran pemimpin kedua menggantikan Moni Hyung yang lebih sering dirumah Bangtan.

"Jadi. Apa kau mengerti harus seperti apa?" tanya Jin Hyung. Aku mengangguk lemah, "Maaf."

"Kau tak perlu minta maaf. Kau tak bisa selalu menjadi orang yang berpikiran dewasa." ucap Jin Hyung. "Dunia berat, Chim. Jika kau terlalu takut untuk buka suara kau tak salah, bebanmu akan makin berat." tutur Jin Hyung.

"Kau punya 4 kakak, 1 teman sebaya atau lebih, dan satu adik dirumah ini. Bicaralah jika butuh." aku mengangguk, aku tak bisa melawan Jin Hyung.

"Aku tidur dulu. Benar kata Jungkook, aku sedikit menua dan mudah lelah. Selamat malam Jimin." ucap Jin Hyung meninggalkanku.

Jika aku bicara tentang Jin Hyung, maka peri adalah kata yang tepat.

Peri menurutku, penuh keajaiban namun keberadaannya antara ada dan tiada, samar. Peri memberi tangan pada yang butuh pertolongan secara sembunyi-sembunyi.

Jin Hyung penuh keajaiban. Namun, ia tak menunjukkan keajaibannya secara langsung.

Moni Hyung adalah orang yang sudah dianggap ketua. Dia selalu membuat aturan, berusaha memahami orang, dan orang yang serius.

Bertolak belakang dengan Jin Hyung yang bersikap santai dan tenang. Jin Hyung lebih memilih tak menunjukkan diri untuk memimpin kami walau dia yang paling tuaㅡ maksudku dewasa.

Aku tahu, dia tidak maju memimpin karena ia akan membuat posisi Moni Hyung canggung. Ia hanya maju ketika kami butuh kakak.

Ketika suasana kami canggung, bahkan saat Hobi Hyung bungkam, Jin Hyung lah yang membuat suasana kami nyaman.

Ia tak menunjukkan bebannya, menyelesaikannya seorang diri dan menjadi sandaran bagi para adik, bahkan untuk Moni Hyung atau Yoongi Hyung yang dingin sekalipun.

Benar-benar, dia itu peri. Tapi sayang, leluconnya tak sebagus wajah dan sikapnya.

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang