F;act

115 15 1
                                    

Malam sudah berlalu. Ini hari kedua tanpa batang hidung Jin Hyung yang sama sekali tidak nampak semenjak kemarin.

Namjoon juga sama. Ia bersikap aneh sejak menghubungi Yoongi Hyung semalam. Ia jadi lebih tenang dari biasanya. Padahal biasanya, ia akan bicara padaku atau pada Taehyung. Tapi sekarang, lihat dia.

Mata sedikit merah, rambut acak-acakan, ekspresi kusut. Dan lagi, ia termenung sepanjang waktu di studionya ㅡMon Studio.

"Yaa, Namjoon-a. Kau tak mau sarapan bersama? Tak kerja, eoh?" panggilku.

Yah, walaupun Namjoon adalah seorang rapper, penulis lagu, dan komposer. Sama saja ia tidak boleh menjadi Yoongi Hyung. Si manusia Nokturnal.

Namjoon keluar, "Eoh? Hope-a. Kau tidak ke akademi?" tanyanya. Aku memang seharusnya ada di akademi tari- ralat, dalam perjalanan kesana. Tapi, hei, apa kau tak merasa aneh jika atmosfer rumah seperti ini? Ayolah, ini rumah kedua ku selain di Gwangju.

"Kau pikir aku ingin melewatkan sarapan? Ayo, makan. Hari ini Jimin yang masak." aku menyeretnya.

Dia masih diam, hanya menurut saja.

Jimin memasak. Yah... Hanya masakan sederhana seperti nasi dengan telur dadar dan kimchi yang aku panaskan tadi.

"Pagi, Namjoon Hyung." ucap Taehyung dan Jungkook bersamaan.

Namjoon mengusap matanya sambil bergumam asal sebagai tanggapannya.

"Hoseok Hyung. Kau makanlah, aku sudah lapar." ucap Jungkook yang masih bergelut dengan ponsel nya. Aku menggeleng, kebiasaan buruk.

Aku menyuap makan diikuti oleh lainnya. Suasana makan agak hening karena entah apa yang mau dibahas.

"Jungkook. Letakkan ponselmu saat makan." ucap Namjoon.

"Hm."

Satu tanggapan menyebalkan dari Jungkook.

"Yaa, Jeon Jungkook. Letakkan ponselmu." ucap Namjoon menunda aktivitas makannya.

"Kook, letakkanlah." ucapku juga.

Jungkook masih diam. Menyuap dengan tangan kanannya sambil menatap ponselnya.

"JEON JUNGKOOK!" bentak Namjoon membanting tangan dan sumpit ke meja makan, jelas membuat seluruh penghuni terkejut dan membelalak kaget.

"Hyung. Tenanglah, hanya ponsel." ucap Taehyung menenangkan Namjoon yang masih melotot pada Jungkook yang baru saja meletakkan ponselnya di meja.

Namjoon memijat pelipisnya. Desahan lelah dan pelan bisa kudengar lolos dari mulutnya.

"Aku duluan. Nampaknya aku kelelahan." ucapnya bangkit dari meja makan. "Terimakasih atas makanannya."

Aku menghela nafas pelan. "Hobie Hyung. Namjoon Hyung kenapa?" tanya Jimin padaku. Aku menggeleng, menenangkan Jimin dan Taehyung juga Jungkook bahwa Namjoon hanya lelah.

Walau faktanya, tak hanya itu.

"Berangkatlah jika kalian sudah selesai. Aku harus menyiapkan beberapa hal untuk studio."

Bukan kamarku yang merupakan tujuanku.

Tapi Mon Studio milik Namjoon.

'Tok Tok Tok'

"Namjoon-a. Boleh aku masuk?" tanyaku melunak. Namjoon memang seumur denganku ㅡwalaupun aku lebih tua tujuh bulan darinyaㅡ, tapi aku yang biasa bersikap seolah lebih muda darinya tetap saja lelaki berusia 23 tahun.

"Joon?" panggilku lagi. Tak ada respons sama sekali.

"Eoh? Ada apa, Hoseok-a?" tanya Namjoon sambil membuka pintu.

"Boleh aku masuk?" ucapku mengulang pertanyaan yang sama. "Tentu."

Aku masuk, menutup pintu studio Namjoon yang cukup dingin. Namjoon duduk dihadapan alat-alat komposisi musiknya. Kertas-kertas remuk dengan sisa coretan dan tulisan yang agak berantakan disamping komputer Namjoon.

Aku duduk dibangku belakang bangku Namjoon, memperhatikan koleksi figur aksi dari karakter-karakter animasi atau yang hanya sekadar pajangan.

"Namjoon-a?"

"Ya?" sahut Namjoon agak cuek. Jemarinya masih sibuk menulis, mencoret, menghapus. Bahkan aku tak yakin dia mendengarku dengan headphone yang menutup satu telinganya.

"Yya." panggilku menarik headphone hitam dari sekitar tengkuk lehernya. "Eoh? Hoseok-a. Bukankah harusnya kau di studio tari dan bukan disini?" tanyanya, sedikit aneh. Jelas, aku yang perfeksionis meninggalkan pekerjaan adalah hal aneh.

"Eiy, aku berada disini dan kau abaikan?" ucapku dengan nada lucu, membuat suasana lebih cair dan mengundang tawa kecil dari Namjoon si monster penghancur.

"Baiklah. Mau bicara hal penting?"

Sesuai dugaan, leader. Si teman sebaya yang memimpin kami, bahkan lebih baik dari Jin Hyung ㅡpengecualian untuk memasak dan menjadi kakakㅡ dengan Daijoubu censor*.

"Euh... Yah... Aku hanya ingin menanyakan sesuatu?" ucapku sedikit gugup. Aku dekat dengan Namjoon. Tapi hal ini bisa membuatnya canggung atau bahkan meledak.

"Masalah Jin Hyung dan Yoongi Hyung. Apa kau tak mau jujur Namjoon-a?" tanyaku.

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang