p;urpose

107 11 0
                                    

P O N S E L  milikku berbunyi tepat setelah aku meletakkan masakan terakhir di meja makan. Aku merogoh saku celemek milikku.

Kim Seokjin 💕

Aku menghela nafas berat, "Makanlah duluan, aku akan mengangkat telfon lebih dulu." Aku meninggalkan ruang makan dan pergi menuju ruang tamu.

"Wen?"

"Aku disini."

Jin Oppa diam. Heningnya membuat aku bingung harus membuka suara atau tidak.

"Maaf sudah merepotkan mu. Padahal kita baru kenal beberapa bulan. Padahal aku kekasihmu, tapi membuatmu kerepotan dan khawatir seperti ini. Maaf."

Kalimatnya tepat menusuk ulu hatiku. Suaranya terdengar begitu lemah, ditambah dengan situasi yang begitu berat. Aku semakin dibuat gila karena khawatir karenanya.

"Oppa, aku tidak masalah jika dibuat repot karena membantumu. Ini bersangkutan dengan Irene Eonni, sudah jelas aku akan terseret. Tapi, kau adalah yang paling aku khawatirkan bersama Irene Eonnie." Aku berceloteh jujur. ‘Sebuah hubungan tak akan bertahan jika salah satu nya tidak membuka pikiran satu sama lain.’ Aku meyakini hal itu dan, aku yakin benar.

"Kau ingat bukan? Kau baru saja ambruk beberapa hari lalu hingga Namjoon bersamamu di Rumah Sakit. Aku paham, kau ingin jadi kuat. Tapi, untuk apa ada hubungan istimewa antara aku dan kau atau mungkin dengan Namjoon dan yang lainnya jika kau tak berbagi?"

Kalau aku boleh jujur, aku ingin menangis saat ini juga. Tapi, posisiku saat ini untuk menjadi kuat baginya. Toh, Seulgi dan Sooyoung juga disini. Aku tak mau mereka makin khawatir dengan suasana kacau ini.

"Maaf. Aku takut membebani terlalu banyak orang, aku ceroboh."

"Sebenarnya apa tujuanmu menjadikan aku kekasihmu?"

Aku bertanya tanpa sadar. Aku sendiri terkejut kenapa pertanyaan itu bisa keluar dari mulutku.

Suara hening terdengar jelas. Aku takut sendiri dengan jawaban seperti apa yang akan diberikan olehnya.

"Karena saat itu, aku yakin aku mengambil keputusan yang tepat untuk memberimu status lebih dari partner pekerjaan atau teman."

Aku menghela nafas singkat, "Berhati-hatilah. Aku harus makan malam. Kalau kau belum makan pulang lah dahulu." Aku mengakhiri panggilan sepihak.

Aku tahu itu tidak sopan, ditambah dia lebih tua dariku.

Aku mengusap wajahku kasar. Lalu kembali ke meja makan. Mereka sudah makan, aku bersyukur. Setidaknya Binnie masih memakan makanannya.

Seulgi akan datang nanti siang, setidaknya ada sesuatu yang menghidupkan sebuah rumah dengan kadar rasa kesepian tinggi. Ah, jangan lupakan Jungkook yang akan datang juga bersama Hoseok.

Yoongi Oppa makan dengan sangat tenang sampai ia melihat layar ponsel milik Namjoon, "Tanggal empat, ini ulang tahun Seokjin Hyung 'kan?" Ucap Yoongi Oppa mendadak.

Aku menoleh, aku sendiri jarang mendengar cerita Seokjin Oppa tentang dirinya sendiri. Ia lebih sering mendengar.

Namjoon yang duduk di sebelahku mengangguk, "Aku sudah mengucapkannya lewat pesan." Tutur nya dengan mulut yang masih mengunyah makanan.

Jinyoung mendesis, "Jagalah tata krama. Dihadapan anak bocah saja tak bisa jadi contoh." Sindir Jinyoung sarkastik.

Aku terkikik mendengar obrolan dua pria tersebut. Tapi, fokusku masih pada Binnie yang baru memakan satu suap makanannya.

"Masakan Seungwan Eonni enak." Ucapnya pelan diseberangku. Aku tersenyum manis, "Makanlah yang banyak."

"Kata Joohyun Eonni, keindahan bisa dirasakan dengan semua indra," anak itu sedikit murung, "berarti makanan enak itu keindahan indra pengecap ya?" Tanyanya dengan lugu.

Pemikiran anak itu dalam dan murung disaat yang bersamaan. Aku meraih tangan gadis itu, membiarkan tiga pria itu berbincang dengan dunia mereka, "Kau mirip sekali dengan Joohyun Eonni. Joohyun Eonni juga bilang kalau suaraku keindahan indra pendengaran." Aku tersenyum, mengulang ucapan yang diucapkan Joohyun Eonni ketika kami bertemu di acara musik.

Pikiranku mulai berkelana menuju pikiran-pikiran lain. Kenapa? Apa tujuan percobaan pembunuhan? Semua hal rumit seperti itu datang merasuki pikiranku.

Aku merasa, kalau yang terjebak bahaya seperti Joohyun Eonni bukan hanya dirinya. Tapi aku dan Jin Oppa juga berada dititik yang sama.

Mataku terkunci pada pintu hitam disamping tangga lantai atas. Tanpa ornamen apapun di pintunya. Aku yakin itu milik Seokjin Oppa.

Aku... Penasaran.

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang