P;roblem

117 14 0
                                    

S E O K J I N Hyung terbaring diruang gawat darurat. Aku baru saja mengkontak ruang obrolan Bangtan yang jarang aku buka. Hoseok Hyung dan Jimin Hyung sedang perjalanan kesini.

Kepalaku sakit. Ditambah dengan tugas kuliah yang masih satu per empat lagi.

Seokjin Hyung. Jika mencari kata untuk mendeskripsikan nya, maka kata itu pasti baik baik saja.

Seokjin Hyung tak pernah mengeluh jika ia kekurangan sesuatu. Diperlakukan tidak adil, ataupun bahkan jika disalahkan. Ia hanya akan mengiyakan.

Namun, aku yakin dia baik-baik saja karena ia selalu bilang bahwa dirinya juga punya sandaran.

Aku tak tahu apa yang terjadi. Tapi dari yang aku dengar, Irene Nuna kecelakaan. Dan Seokjin Hyung? Aku sadar sejak Taehyung-i Hyung terserempet motor saat pulang sekolah saat dia SMA dahulu. Reaksi Seokjin Hyung selalu sama, seperti orang kesetanan.

Aku pernah menanyakan Yoongi Hyung tentang hal itu. Tapi jawabannya pun sama saja. Menggantung.

"Dulu, Seokjin Hyung punya kenangan buruk tentang kecelakaan. Hal itu cukup memakan waktu lama. Ia bukan kesetanan, namun karena ia biasa tenang, sikap paniknya terasa aneh bagimu. Reaksinya jauh dibawah normal untuk orang dengan pengalaman seburuk itu."

Dia dan itu. Aku tak paham apa permasalahan Seokjin Hyung yang terus membuatnya begini. Seokjin Hyung terasa terlalu jauh untuk disentuh hatinya.

"Jeo- Jeongguk!"

Aku menoleh, terbangun dari lamunan panjang karena panggilan itu. Aku menoleh ke sumber suara, menemukan Jimin Hyung dan Hoseok Hyung berlari cepat kearahku.

Nafas Jimin Hyung tersenggal. Ia kesulitan mengatur nafasnya karena berlari terlalu cepat. Bahkan Hoseok Hyung sulit mengimbanginya.

"J... Jin Hyung ke-kenapa?" tanya nya dengan nafas putus-putus.

Aku menghela nafas dalam. Hoseok Hyung tidak terlihat tertarik dengan pertanyaan Jimin Hyung.

"Jangan khawatir, Hyung. Hanya tekanan berlebihan dan kurang istirahat. Sedikit bumbu shock, ha."

Tak lama berselang, sampai Yoongi Hyung datang bersama Namjoon Hyung dan Taehyung-i Hyung. Bertolak belakang dengan kembaran 95, Namjoon Hyung dan Yoongi Hyung bersikap tenang.

"Seokjin dimana?" tanya Yoongi Hyung. Hah, karena Jin Hyung tidak sadar dia menghilangkan embel formalitas.

"Didalam. Masih diinfus dan belum sadar."

"Kau bertemu dengannya disini?" tanya Namjoon Hyung duduk disebelahku. Jimin Hyung dan Taehyung-i Hyung menaikkan satu alis mereka bersamaan, melihat kearahku menunjukkan rasa penasaran yang sama.

Aku mengangguk, "Saat aku telfon, dia tidak bicara selama puluhan menit. Saat ia bilang dia disini, aku langsung berangkat. Setelah menemukannya dan dia diam beberapa menit, ia pingsan."

Alis Yoongi Hyung berkerut, "Pingsan? Hanya karena hal itu?" tanyanya mengkonfirmasi membuatku mengangguk sekali lagi. "Irene Nuna kecelakaan. Kurasa Seokjin Hyung shock."

Mata Namjoon Hyung, Yoongi Hyung, dan Hoseok Hyung terbelalak bersamaan.

Wajar saja. Reaksi mereka tak jauh berbeda denganku saat aku mendengar kabar kecelakaan.

Yoongi Hyung membanting tubuhnya pada bangku ruang tunggu. Matanya memejam dengan lengan menghalangi matanya.

"Pantas saja. Dia sudah pada batas nya." tutur Yoongi Hyung dengan seringaian kecil.

Hoseok Hyung mendecak, "Bukankah ini karena kalian? Yang dipanggil ketua dan sang tertua saat ini?" sarkas Hoseok Hyung.

Aku memberi tatapan bingung. Jimin Hyung dan Taehyung-i Hyung juga seperti orang bodoh menatapnya bingung.

"Oi," Namjoon Hyung memanggil seram. Aku sendiri merinding, pertama kalinya mendengar Namjoon Hyung dengan suara sedalam itu.

"Kalau kau tak tahu apa-apa, tak perlu bicara. Kau hanya tahu satu per seratus bagian, jadi bungkam saja." cetus Namjoon Hyung kasar.

"Ya ya ya. Kalian yang paling benar karena bersama paling lama. Ya ya ya. Terserah saja." Hoseok Hyung membalas membuat suasana tertekan disini sangat terasa.

Namjoon Hyung menarik kerah Hoseok Hyung kasar. Kedua bocahㅡpria kelahiran 95 refleks memisahkan sahabat kelahiran 94 itu. Mata mereka memerah, mendidih dengan amarah.

"SEKALI KU BILANG DIAM, DIAM SAJA! JANGAN MALAH JADI DURI!"

"KALAU KAU BERBAGI, KITA TAK AKAN BEGINI! KAU TAK PERCAYA KAMI 'KAN!? LALU KENAPA KITA BERSAMA DENGAN EMBEL SAHABAT BAHKAN KELUARGA!?"

"KAU YANG TIDAK MENG-"

"Benar. Berpisah saja." suara lemah menginterupsi.

Seokjin Hyung. Dengan wajah pucatnya, tangannya yang masih membawa infus dan tiang berodanya.

Matanya kosong, menatap kami dengan emosi tak terbaca. Aku sendiri seram.

"H-Hyung."

Seokjin Hyung menggeleng, "Benar kata kalian. Namjoon, Hoseok. Aku tak bisa menahan semua orang untuk diam. Aku juga tak bisa membicarakan segala hal pada semua orang bukan?"

Hening.

"Ayo berpisah. Aku tak akan jadi bagian dari kalian lagi. Kalian benar-benar beban dan masalah bagiku." ucapnya tersenyum lalu beranjak meninggalkan para kakakku yang beku ditempat.

Aku berlari mengejar Seokjin Hyung yang meninggalkan kami cepat.

Aku meraih tangannya dan menariknya kasar, "Apa maksudmu?"

Seokjin Hyung tak memberi banyak reaksi.

"Sudah kubilang, kalian adalah masalah. Berhenti mendekati aku. Maaf membuat keributan." ucapnya meninggalkan aku, membuatku terdiam dalam keterkejutan, sakit hati, rasa bersalah, dan perasaan campur aduk.

Hyung, seadainya aku sadar dari awal...

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang