Y;oung one

134 17 0
                                    

Mata Yoongi menatap ragu pada ruang obrolan onlinenya. Nama 'Jin dan 6 bayi' terpampang sebagai nama ruang obrolan tersebut.

Berbagai pertanyaan hadir dari beberapa nama membuat Yoongi juga bingung harus berkata apa.

Jin dan 6 bayi (7)

Namjoon :
ㄴ Hyung, kalian dimana? (01:44)
ㄴDari kemarin kau tak kunjung pulang. (01:44)
ㄴJin Hyung bahkan tak terlihat dari pagi.(01:45)

Yoongi
Tak apa, kami baik-baik saja. (01:45)
Tidurlah. Jangan membuat lagu terus-terusan. (01:45)

Namjoon :
ㄴUh... Kurasa kalian aneh. (01:46)

Yoongi mengacak rambutnya. Getaran pada ponsel hitam dan menunjukkan nama Namjoon  membuat Yoongi sedikit khawatir kalau Namjoon menyadari kondisinya.

"Yeobseyo Hyung?"

"Hm."

"Kalian dimana menghilang seharian? Jin Hyung juga tak bisa dihubungi. Media sosialnya juga tak aktif satupun."

Oh, sial. Yoongi tak tahu harus menjawab apa. Lidah pemain katanya seolah kelu, lelah bahkan jika ia disuruh untuk mengucapkan satu alfabet saja.

"Hyung?" panggil Namjoon membangun kan Yoongi dari lamunanㅡatau lebih tepatnya pikiran untuk mencari alibinyaㅡpanjangnya.

"U- ya? Jin Hyung pulang ke rumahnya. Aku juga menginap. Disini cukup ramai, Jin Hyung... Dia cukup baik untuk saat ini. Jangan khawatir." ucapnya menjadi kejanggalan bagi Namjoon.

"Hyung. Kau tahu 'kan jika hal yang kau sembunyikan diketahui Jungkook atau Jimin sekalipun, hal itu akan semakin gawat?" telak. Min Yoongi tak sadar bahwa dirinya terlihat jelas bagi Namjoon walau hanya dengan cara bicara.

Seorang Min Yoongi berkata panjang lebar. Namjoon orang yang paling mengenali para Bangtanㅡkarena itu dia mirip ketuaㅡ, dia tahu jelas jika ada apa-apa.

"Kau menang."

"Jin Hyung hanya shock. Kau tahu? Xiumin Hyung kecelakaan kemarin. Sampai sekarang belum bangun paska operasi." ucap Yoongi. Suaranya merendah, bagai menahan geraman.

Ya, menggeram kesal pada dirinya sendiri juga pada Jin.

"Separah itu?" tak sesuai dugaan, setelah terdiam lama, respons Namjoon lebih tenang dari perkiraan Yoongi.

Yoongi menangguk, walau ia tahu lawan bicaranya ditelfon tak bisa melihat, "Serpihan kaca menggores parah. Ada bagian besi menusuk ke lambungnya. Tubuhnya terhantam keras, beberapa tulang rusuknya retak." ucap Yoongi, "Ah, itu yang kudengar dari Suho Hyung. Salah benar, tak bisa ku konfirmasi." sambungnya.

Namjoon terdiam dari ujung telfon. Membiarkan Yoongi yang juga terdiam, tenggelam dalam pikiran dan ekspektasinya sendiri. Membiarkan keheningan merajai suasana dan menghabiskan data seorang Kim Namjoon.

"Joon." panggil Yoongi. "Ya, Hyung?".

"Aku bukan tidak mempercayai kalian...," "tapi bisakah kau simpan ini agar tidak menyebar?" tanya Yoongi. "Kau yang paling tahu salah satu akibat dari Jin Hyung jika dia terguncang dan panik."

Namjoon mengusap wajah kasar. Tentu ia paham. Bagaimana Jin sembilan tahun lalu. Ketika pertama kali bertemu Jin dan Yoongi. Ketika ia dekat dan datang ke rumah Jin pertama kalinya.

Dan bagaimana Xiumin bercerita tentang Jin dua tahun sebelum dirinya bertemu Jin.

Dan, Namjoon juga paham bagaimana ia menjadi yang tertua di Bangtan untuk saat ini ㅡbersama Hoseokㅡ sebagai pengganti Jin dan Yoongi.

Jungkook, Taehyung, dan Jimin. Memimpin tiga orang sebagai kakak, sebagai ayah, dan ibu. Menggantikan peran tiga orang itu adalah hal yang sulit. Ditambah, ia juga terbiasa dengan adanya Jin dan Yoongi sebagai peran ayah dan ibu yang selalu paham.

Ia paham betul bagaimana reaksi tiga orang itu ㅡdan Hoseok yang sebenarnya tidak jauh berbedaㅡ jika tahu bahwa Jin menghadapi masalah dan memiliki masa lalu bertinta merah, maka mereka akan berubah.

"Sure. I understand." jawab Namjoon yang dijawab decihan oleh Yoongi.

"Keparat kecil. Kau tahu aku benci bahasa asing." ucap Yoongi bercanda, mengundang tawa kecil Namjoon.

"Yaa, Hyung. Kau lah yang kecil, bukan aku. Jangan badanmu kecil kadar otakmu juga sama." sahut Namjoon santai dan tertawa setelah mendengar beberapa umpatan dari ujung telfon yang ia tahu jelas, respons yang akan ia dapat.

"Sampai jumpa di Genius Lab. Ah, atau Mon Studio? Aku akan mentraktirmu." ucap Namjoon, memarikan telfon sepihak setelah mengucapkan selamat tinggal.

"Hyung, menelfon siapa?" tanya Taehyung dari bibir pintu. Namjoon menoleh, memberikan senyum tipis. "Yoongi Hyung."

Netra Taehyung membelalak senang atau kaget tercampur didalam pandangannya, "Eoh? Apa dia bersama Jin Hyung? Mereka baik-baik saja 'kan? Atau Jin Hyung belum ada kabar?" tanya Taehyung bertubi setelah membanting pintu pelan dan duduk ke kasur Namjoon.

Namjoon mendecih namun tertawa, suaranya sedikit sedih. Ia harus menutupi masalah Jin dari yang lainnya. Ia mengacak rambut Taehyung.

"Yaa. Tenang lah. Mereka baik-baik saja. Jin Hyung hanya pulang dan mengurus Xiumin Hyung. Yoongi Hyung menginap." ucapnya.

Aku tak berbohong. Aku melindungi mereka.

Taehyung mengangguk, lalu menepis tangan Namjoon.

"Aku bukan anak kecil!" ucapnya.

Namjoon tersenyum miring, "Yaa, jika kau lahir dua hari lebih akhir, kau lebih muda dua tahun dariku." ucapnya.

"Ta-" "Tidurlah. Aku mengantuk. Jangan kebiasaan." ucapnya memotong Taehyung.

Karena ia tak akan tega, melihat Taehyung yang tahu dua kakaknya baik-baik saja.

Tak salah. Mereka baik secara fisik, namun tidak secara mental.

Demi yang paling muda, demi mereka.

Memupuk dosa dengan berbohong walau Namjoon mencoba menyangkalnya. Ia baik-baik saja, mengawasi para adiknya tersenyum dari belakang.

Walau dibelakang sana, ia hanya bertemu dengan kebohongan dan bayang cerminan kesalahan.

For now, I just need to let the younger one believe.

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang