u;ltimatum

104 12 0
                                    

C A F E  milikku dipukul tiga sore. Dimeja kasir dan bartender kosong. Yup, cafe ku tutup untuk beberapa hari.

Jisoo—adik sepupuku yang biasa menjadi orang yang kupercayakan untuk menjaga cafe, aku utus ke Rumah Sakit. Perasaanku tak tenang.

Aku sudah tahu siapa yang harus kuhadapi hari ini sehingga aku membuka cafeku untuk pertemuan pribadiku.

Tring!

Lonceng pintu berbunyi, menandakan ada sosok lain yang datang kedalam cafe. Aku menoleh. Seorang gadis remaja yang aku tunggu berdiri gugup disamping daun pintu.

"Silahkan duduk, Umji-yaa." Ucapku mempersilahkan.

Kim Yewon—disapa Umji—adik kandung dari Kim Sojung yang lebih muda tiga tahun dari Sojung.

Umji mengangguk patuh, lalu duduk di bangku yang berhadapan dengan meja yang menjadi tempat dua buah gelas cokelat hangat buatanku berdiri dengan asap mengebul.

Aku melepas apron milikku, lalu beranjak duduk dimana gadis lugu itu duduk. "Minumlah, suhu sedang dingin."

Gadis itu mengangguk. Tapi ia tidak meminum cokelat itu, tapi merogoh tas berwarna beige miliknya. Ia mengeluarkan sebuah buku berwarna biru muda dan amplop cokelat berukuran sedang.

Mataku menatap bingung, Umji menghindari pandanganku. Aku sadar, gadis dihadapanku sedang takut untuk menatapku.

Aku memilih membuka amplop itu pertama kali.

Siapapun kalian, penghuni rumah Kim Seokjin selain Jin maupun Xiumin.

Aku memperingati kalian untuk meninggalkan rumah ini secepat mungkin, sebelum aku yang menghanguskan kalian lebih dahulu.

Dan, wanita manapun. Jangan berani kaian mendekati Jin siapapun kalian baginya. Jangan sampai kalian seperti gadis Irene itu.

Pesan ini adalah yang pertama dan yang terakhir. Apalagi kalian, Yoongi ataupun Yoobin dan Namjoon.

Salam sayang dari harapan terburukmu!

Suara familiar berputar dari recorder yang berada didalam amplop. Mata Yewon menatap kebawah. Aku bisa melihat air mata berkumpul dipelupuk mata.

"S-Sojung Eonni akan mengirimkan rekaman itu ke rumah Oppa. Ia memintaku mengirimnya malam ini." Gadis itu berucap parau. Helaan nafas berat keluar begitu saja seperti refleks. Dua jemari pertamaku memijit kening.

"Dua pria itu..." Umji masih menundukkan kepalanya takut setelah menggantung kalimantnya. Aku menghela nafas berat. "Satunya Hakyeon Hyung. Satunya tidak diketahui."

Umji tersenyum sedih, "Kakakku sudah jadi kriminal ya, Oppa? Bahkan dia menolong pelarian seorang narapidana hanya demi melancarkan percobaan pembunuhannya." Gadis muda itu menatap kearah jendela dimana sebuah mobil terparkir.

Suara beraduk dalam hening dengan suara tombol yang sangat pelan—namun masih terdengar dariku.

Umji merogoh tas miliknya, mengeluarkan sebuah pulpen dan kertas, menuliskan sesuatu yang membuatku menatapku bingung.

Lihat mobil hitam diarah jam tujuh, Oppa?

Jangan bicara, mengangguk atau menggelenglah sejak sekarang.

Aku meneguk saliva gugup, melirik kearah sebuah mobil hitam dengan kaca mobil gelap dibelakang pundak gadis itu. Aku mengangguk. Menatap dalam wajah gadis muda itu, membaca ekspresinya. Gurat takut dan khawatir terlihat jelas dari wajahnya.

Tangannya menuliskan tulisan lain.

Itu Sojung Eonni.

Aku membeku, terbelalak terkejut. Hampir berteriak jika saja Umji tidak menahan tanganku dan tidak memberi tanda untuk membaca lebih lanjut.

Ada penyadap ditasku. Sojung Eonni baru saja mengaktifkannya. Dia memasangnya saat aku mengganti bajuku.

Tangan mungil gadis itu bergetar hebat. Aku menghela nafas berat.

Apa yang dipahami oleh mahasiswi dua puluh satu tahun di dunia kriminalitas? Jangankan menjadi pelaku. Bahkan Jin ingat bagaimana Umji mengernyit ngeri tiap melihat berita kriminal pembunuhan.

"Ini gila." Mata Umji membelalak takut, panik menyergapnya. "Bagaimana kau menusuk aku dari belakang, Kim Yewon?" Aku berdialog asal, menyudutkan gadis itu seolah dia berada dipihak Sojung.

Umji diam, menatap dengan mata berkaca.

Terimakasih. Tapi, jangan bicarakan tentang rumah dan kecelakaan.

"Bagaimana bisa kau menyuruhku mengusir Yoobin dan Jinyoung!? Mereka adik dari kakakku! Apa kau gila!? Sejak kapan kau menjadi seperti ini!?" Aku menuduhnya lebih lagi. Menghantam meja kuat.

"Aku bicara untuk kebaikanmu. Silahkan jika kau ingin dengar atau tidak. Aku sudah berbaik hati." Umji melangkah pergi meninggalkan catatannya dan membawa kertas itu. Umji melangkah keluar tanpa melirik mobil itu dengan gentar melangkah ke halte bus terdekat.

Aku menunduk, melihat catatan terakhirnya. Ada sebuah recorder yang ia tinggalkan disana.

Bagaimana menurutmu Oppa? Pada akhirnya itu Hanbin yang merubah Sojung Eonni jadi ular dan pemain lain di permainan mengerikan ini.

Tepat, saat itu juga. Aku membeku membiarkan mobil Sojung melangkah bebas.

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang