Like tracing the stars, I'll wish again and again, I can't wait.
BTS' "Wishing on a Star"
Jarum detik terus bergerak menggerakkan waktu. Tiap detiknya terasa bagai detak indah milik tangan yang ada dalam tangan Jin saat ini. Matanya masih menatap mesin penghitung detak sang Kakak.
Hatinya seolah ditusuk satu jarum pada tempat yang sama lalu ditaburi garam.
Jin menghela nafasnya lalu mengukir garis melengkung dibibirnya.
"Hyung, apa tubuhmu tidak pegal?" tanya Jin menumpukan sikunya pada sisi kasur disebelah tangan Minseok. Jin mendengus, "Aku rasa kau belum setua itu untuk tidur karena lelah sampai selama ini." ucap Jin seolah menangkal fakta.
Kepalanya tertunduk, matanya bahkan berkaca. "Hyung, bangunlah. Tidakkah kau rindu menjahiliku?" lirihnya perih, tangannya menggenggam telapak dingin sang kakak lebih erat. "Kenapa semua waktu bersamamu seolah berputar seperti kaset rusak?" tanyanya mengeratkan genggamannya.
Pundak Jin bergetar, isakan pelan terdengar sekali-dua kali. "Aku takut, Hyung. Kini Sojung kembali, tapi aku tanpa kau."
"Kini aku harus kemana? Kenapa kau tak bangun juga? Ayo bangun. Tolong aku, Hyung." ucap Jin membiarkan air matanya lolos. Ia percaya sang kakak mendengarnya. Ia percaya, walau sang kakak tak kunjung menanggapi dirinya.
Masih ia ingat jelas bagaimana sang kakak akan duduk didepan meja kasir dan menunggunya pulang. Masih jelas dibayangnya, bagaimana sang kakak akan tertawa seperti orang bodoh jika Jin marah. Semua ingatan, bahkan hal terbodoh dan idiot membuat perasaan Jin menjadi makin hancur.
Bagaimana Minseok tersenyum saat Jin terpuruk. Bagaimana Minseok berkata; "Sesedih apapun jalanmu, aku ada denganmu. Ada Bangtan yang selalu kau banggakan menjadi keluarga keduamu. Mereka seperti adikku, jadi tersenyumlah. Ada tanganku ditanganmu."
Air mata Jin tumpah. Sesak. Seolah tak ada lagi waktunya untuk menangis selain saat ini. Sementara Yoongi dan Namjoon hanya bisa melihat Jin dari balik jendela ruangan. Bahkan Wendy yang turut ada disana juga menunjukkan wajah terluka dengan kondisi Jin saat ini.
Setiap kali. Setiap Wendy melihat Jin ke Rumah Sakit, matanya sangat terluka, namun tetap berkeras untuk tersenyum dihadapan Wendy. Wendy sendiri tidak tahan dengan sikap Jin yang terus begini.
Menyakitkan.
Yoongi membanting tubuhnya ke bangku rumah sakit, telapak tangannya menutup mata sekaligus memijat pelipisnya. Kepalanya sakit mendengar cerita bahwa N lah yang menabrak Xiumin, dan Sojung yang kembali. Ditambah Xiumin yang semakin parah. Bonusnya lagi, Bangtan makin curiga pada dirinya dan Jin.
"Shiftmu selesai, Wendy-ssi?" tanya Namjoon melihat Wendy tanpa seragam perawatnya. Wendy mengangguk, matanya tidak teralihkan dari Jin dan Xiumin.
"Jin Hyung..." Namjoon membuka suara, "Dia bukan orang yang mengekspresikan masalah dengan baik." tutur Namjoon membuat Wendy mengalihkan fokus pada ucapan Namjoon.
"Ia selalu bersikap bahwa ia akan melupakan masalahnya dalam lima menit. Tapi, sebenarnya masalah-masalahnya tidak sedangkal itu." tutur Namjoon dengan fokusnya yang tak teralih. "Dari Kakaknya sendiri, hingga kami adik-adiknya. Aku bahkan tak tahu diurutan keberapa Jin Hyung memposisikan dirinya sebagai prioritas."
"Ia tak mau jadi beban, tapi berakhir membebani dirinya sendiri hingga hancur." Namjoon menghela nafas berat, "Sowon, bahkan gadis itu juga kembali bagai sihir. Setelah kupikir ada kau, Irene, dan Jisoo. Ia akan baik-baik saja tanpa masa lalu menghantui dirinya." ucap Namjoon.
Wendy memejamkan matanya sesaat, menghela nafasnya meringankan bebannya, "Maafkan aku tak sesuai ekspetasimu." ucap Wendy paham, "Apa... Jin Oppa selalu begini?" tanya Wendy hati-hati.
Namjoon tersenyum maklum, "Tidak. Jin Hyung dahulu bagaikan pelawak. Dia selalu ceria. Mungkin begitu?"
"Dimataku, Jin Hyung seperti orang yang tak bisa kupikirkan. Dia tak bisa ditebak, sampai-sampai aku tak,menduga ada begitu banyak sisi dirinya yang belum aku kenali selama hampir satu dekade ini." tutur Namjoon.
"Begit-" "Seungwan-a!" sebuah suara memanggil menginterupsi, membuat Wendy maupun Namjoon menoleh.
"Oh, Joohyun Eonni! Ada apa? Tumben sekali." tanya Wendy.
"Seungwan-a. Aku butuh bantuanmu." ucap Irene memegang erat tangan Wendy. Matanya memeriksa sekitar, "Tolong aku, membuat satu tulisan lagi untuk Jin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
Fanfiction"Kau tahu Jin? Keindahan tak hanya bisa diketahui melalui indra pengelihatan. Namun juga indra lainnya." ㅡBae Joohyun, Irene. Bagi Kim Seokjin, semua hal yang dirasa indranya juga adalah hal biasa baginya. Sampai, kalimat sang saudara tak sedarah Ir...