❝Why were you like that to me back then?❞
❝I'm sorry.❞
BTS' V "Stigma"
Waktu di jarum jam terus bergerak maju, tanpa ada ketertarikan untuk berhenti sedikitpun. Sama dengan Wendy, Namjoon, dan Yoongi yang menatap Hoseok berjalan tanpa rasa tertarik.
Namjoon menghela nafasnya melihat reaksi Wendy dan Yoongi. Mereka membelalak kaget. "Hoseok? K-kau tahu darimana?" tanya Yoongi berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Hoseok melirik Namjoon, ia menggeleng memberi sinyal untuk tidak memperumit masalah Irene dan Yoongi yang sudah rumit. "Sudah lama." ucapnya melangkah duduk disebelah Yoongi.
"Hai Wendy." sapa Hoseok pada Wendy yang disahuti dengan senyum canggung oleh Wendy.
Suasana hening merajai suasana, tak ada satupun yang berminat untuk membuka suara. Bahkan Hoseok, sang happy virus tidak tertarik mencairkan suasana. Ini saatnya, dia harus serius menghadapi mereka.
"Aku kecewa pada kalian, Hyung." tutur Hoseok dengan kedua lengan bertumpu pada pahanya. Matanya menatap pada kaca di ruangan ICU. Sedangkan Yoongi, tangannya menumpu dagu, berusaha menyembunyikan emosi nya yang meluap jauh.
"Kau hanya berfikir bahwa kami akan membesarkan suasana? Bahkan ketika mereka telah dewasa." ucap Hoseok yang diakhiri dengan tawa hambar. Yoongi membuang muka, ia tak boleh gentar dihadapan mereka.
Wendy menunduk, memperhatikan Jin dalam kamar rawat dengan sosok gadis yang tak ia kenal berdiri diabaikan oleh Jin.
Jin, yang berada didalam busa merasakan ada sepasang mata lain selain Sojung melihat dirinya, ia menoleh melihat kearah Wendy.
Namun, fokus nya menuju ke arah berbeda.
Hoseok disana. Melihat dirinya dengan tatapan terluka yang dibalas dengan tatapan tanpa ekspresi olehnya. Jin menghela nafas, lalu keluar dari ruangan setelah melepas pakaian-pakaian Rumah Sakit.
Kening Hoseok berkerut bersamaan dengan matanya yang melihat sosok yang keluar bersama Jin.
Tentu saja, ia tak pernah melihat gadis itu.
"Hyung." panggil Hoseok pelan dengan senyumnya yang palsu disana. Jin hanya menghela nafas, lalu mengukir senyum indahnya. "Maafkan aku." tutur Jin paham.
Kalah telak. Bagaimanapun, Hoseok akan kalah telak oleh Jin. Hoseok menuduk, mengacak rambut, membuatnya sama persis dengan perasaannya.
Acak-acakan.
Rambut panjang Hoseok yang berantakan membuat matanya samar tak terlihat terhalang. Bukan tiada sengaja, Hoseok sengaja. Menyembunyikan matanya yang sudah berkaca.
Silahkan katakan Hoseok cengeng, tapi adik mana yang tidak sakit melihat sang sahabat bahkan yang ia anggap kakak kandung sehidup sematinya seperti ini? Lihatlah, Jin tanpa emosi. Hanya seperti boneka hidup. Bahkan Wendy sedikit gentar melihat Jin.
Sowon bergerak meraih Jin. Tangannya perlahan menyentuh pundak Jin yang digeser oleh Jin.
Wendy menghela nafas. Ia sadar, disaat ini ia hanyalah orang asing dilingkaran mereka. Bahkan Wendy tidak mengerti bagaimana caranya ia bisa terlibat. Yang ia ingat hanyalah, Ia yang selalu menemani Jin dan menunggu Jin diluar ruang ICU ketika shiftnya selesai. Sampai Yoongi yang tak pernah berdamai dengan kawan wanita Jin ㅡselain Moonbyul, bahkan bisa berdamai dengan Wendy dengan mudahnya.
Suasana canggung merajai suasana. Entah dari siapa berasal, tapi tekanan di lingkup ruang tunggu lebar itu terasa sesak dan mengerikan. Jin sendiri tertekan. Posisinya sangat tak bagus. Jika ia pergi bersama Yoongi atau Namjoon, maka Hoseok akan merasa ditinggalkan. Jika ia pergi bersama Sojung, Yoongi dan... Mungkin... Wendy?
Mata Jin bergerak melihat gadis dengan rambut coklat-abu terang yang menunduk, membuat rambut menghalangi wajah manisnya. Jin menghela nafas, Wendy adalah opsi terbaik.
Jin meraih tangan Wendy, lalu pergi meninggalkan empat orang disana. Biarlah, Wendy memang opsi terbaik, namun juga yang terburuk. Bahkan dengan opsi itu, Jin bingung kenapa ia masih memilih Wendy.
Entahlah, mungkin, perasaan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
Fanfiction"Kau tahu Jin? Keindahan tak hanya bisa diketahui melalui indra pengelihatan. Namun juga indra lainnya." ㅡBae Joohyun, Irene. Bagi Kim Seokjin, semua hal yang dirasa indranya juga adalah hal biasa baginya. Sampai, kalimat sang saudara tak sedarah Ir...