Jin kini tertidur dibangku ruamg tunggu, meninggalkan Yoongi dan Wendy berdua dalam canggung.
"Kau siapa Jin Hyung?" tanya Yoongi tajam tanpa menoleh. Aura Yolngi sangat mengintimidasi saat ini, Wendy seolah tak berkutik.
"Hanya teman sekaligus perawat." ucap Wendy menggenggam ujung cardigan nya.
Yoongi bukan marah tanpa sebab. Melihat sang kakak diam dalam keadaan menangis itu membuatnya berfikir yang tidak-tidak.
"Kenapa Jin Hyung disini, kau tahu?" tanya Yoongi lagi yang dijawab dengan anggukan. Yoongi tak bicara, tapi tatapannya seolah berkata 'kenapa?' membuat Wendy jelas mengerti.
"Hyungnya kecelakaan." ucap Wendy, lebih benarnya terdengar seperti bisikan.
Mata Yoongi terbelalak. Ia paham sekarang. Kenapa sang Kakak buru-buru dengan air muka mengerikan. Kenapa sang kakak pergi tanpa menyadari keberadaannya.
Xiumin Hyung...
Xiumin yang sudah dianggap seperti kakak rasa paman oleh Yoongi terbaring disana. Tak aneh jika Jin khawatir seperti ini.
Suara lenguhan pelan terdengar dari antara mereka berdua, kepala Jin yang tak sengaja menubruk pelan pundak Yoongi membuat kesadaran Jin sedikit terbangkit,
"Ah? Yoongi-yaa? Sedang apa?" tanya Jin menguap kecil. Yoongi menggeleng, menatap kearah Wendy meminta tolong meninggalkan mereka berdua.
"Jin Oppa. Aku pulang dulu, ya? Jaga dirimu. Percayalah semua baik." pamit Wendy mengacak rambut Jin pelan. Jin yang baru bangun terlihat seperti bayi.
"Wendy." panggil Jin menghentikan sebentar Wendy yang melangkah menjauh, "Terimakasih... Eum...," Jin menggantung sebentar, "aku akan mengirim pesan." ucap Jin tersenyum.
Wendy tersenyum, mengangguk dan melangkah meninggalkan dua lelaki yang lebih tua darinya tersebut sambil melambaikan tangan.
Sementara Yoongi yang masih meneliti wajah kakaknya itu. Terlihat senang, namun takut disaat yang sama.
"Hyung, kau bermimpi buruk?" tanya Yoongi to the point. Jin menatap iris legam milik Yoongi, membiarkan sang adik tenggelam dalam iris yang biasanya terlihat cerah, namun redup saat ini.
"Bagaimana menurutmu, Yoong? Kau kenal aku dengan baik." jawab Jin. Senyum pahit, seperti biasa.
Yoongi paham betul. Kadang, pikiran Jin bisa berantakan dan tak tentu. Sang Hyung juga seorang manusia. Ia terlihat tak punya beban, tapi bahu lebarnya membawa banyak beban dirinya seorang diri dan beban orang lain.
Kalau boleh jujur sekarang, Yoongi merasa sedikit canggung dengan Jin. Jin kembali ke masa dimana dirinya tak tersentuh. Tak bisa diraih. Tak bisa ditebak.
Dan, tak bisa ia pahami.
Jin. Kakak ramahnya yang biasa tersenyum tulus padanya. Jin yang tenang, menjadi sandaran para adik maupun kakak. Bahkan menengahi mereka saat keributan tak terkendali oleh Namjoon sekalipun.
Jin yang didepannya. Ini adalah sisi baru dari Jin yang baru ia lihat setelah tujuh tahun tinggal bersama.
Ya, silahkan kau tebak bagaimana Jin selama tujuh tahun yang selalu menjadi fondasi Yoongi dan adik-adkinya saat mereka hampir ambruk.
Inilah Jin. Jin yang terpuruk dan mengerikan. Ia bahkan tak bisa membaca mata yang biasanya menjadi alat komunikasi lain dirinya dengan sang kakak, Jin.
Ia hanya tahu, ada tatapan sedih yang jarang diberikan Jin.
Yoongi memeluk Jin. Dalam kecanggungan, tangannya meraih pundak sang kakak dengan hangat. Yoongi si beruang kutub, kini ingin menjadi sedikit sumber hangat untuk Jin.
"Maafkan aku tidak mengerti perasaanmu, Hyung." ucap Yoongi. Yoongi yang terlihat seperti anak kecil dihadapan Jin saat ini.
"Tenanglah Yoong. Aku tidak apa-apa. Pulanglah, aku akan memberi kabar dan jangan bilang yang lain. Paham?" ucap Jin mengusap punggung Yoongi.
Yoongi diam. Ia tak bisa menjawab 'Iya' karena Ia sendiri tidak yakin tidak akan memberi tahu para adiknya. Jika meninggalkan Jin, dia juga tak tenang. Ia tak bisa melakukan keduanya.
Bagi Yoongi, Bangtan adalah orang yang tak bisa ia bohongi. Terutama Namjoon dan Hoseok. Dia sudah terlalu lama tinggal bersamanya.
"Baiklah. Aku mengerti." ucap Jin mendadak. Yoongi tak lagi tekejut. Jin sudah menanggap Yoongi lebih dari teman, bahkan baginya, Yoongi adalah adik yang bisa menemani sisi tenangnya.
Jin mengacak rambut pelan lalu bangkit, membuat Yoongi menoleh kearahnya. "Mau kemana?" Yoongi bertanya pada Jin yang masih memunggunginya. Menyembunyikan dirinya yang sedang goyah.
Baik Jin dan Yoongi, mereka sedang goyah.
"Hanya membeli minuman. Kau americano seperti biasa 'kan?" tanya Jin merogoh sakunya. "Tentu saja. Dengan es ukuran grande." jelas Yoongi memberi rinci pesanannya.
Suara tawa renyah Jin terdengar mulai menghilang bersama sosok Jin yang menjauh menuju kafetaria Rumah Sakit, meninggalkan Yoongi dengan helaan nafas panjang dan lelah. Pikirannya campur aduk sekarang. Keadaan ini tak akan terlalu berat jika untuk Yoongi, tapi ia tahu jelas betapa beratnya masalah ini untuk Jin.
Menjadi adik, sahabat, kakak. Dan juga menjadi sandaran bagi orang lain. Kalau boleh jujur, Yoongi mudah khawatir pada Jin. Ia selalu mementingkan orang lain lebih dahulu sampai terkadang ia melupakan dirinya sendiri.
Walau ia terlihat seperti paman awet muda, Jin hanyalah pria kosong tanpa perasaan. Jin bertumpu pada kebahagiaan orang lain untuk membuat dirinya bahagia.
Yoongi tahu jelas. Sang Kakak yang menolong dirinya tujuh tahun lalu itu menjadi harta berharga bagi Yoongi. Jika saja Jin terluka Yoongi akan merasakan hal yang sama.
Tapi ini. Yoongi tak mengerti apa yang ada dalam pikiran Jin. Yang Yoongi tahu, Jin marah, kesal, sedih. Tapi dimatanya ada emosi lain yang bahkan tak pernah Yoongi lihat.
Saat ini, Jin Hyung bukanlah Jin Hyung yang ku kenal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
Fanfic"Kau tahu Jin? Keindahan tak hanya bisa diketahui melalui indra pengelihatan. Namun juga indra lainnya." ㅡBae Joohyun, Irene. Bagi Kim Seokjin, semua hal yang dirasa indranya juga adalah hal biasa baginya. Sampai, kalimat sang saudara tak sedarah Ir...