L;ost

137 15 0
                                    

Yah, disinilah Jin sekarang. Membawa pesanan americano milik Yoongi dan kopi karamel miliknya.

Langkah Jin pelan, toh, Yoongi sudah ada beberapa meter dihadapannya. Dia juga sudah menoleh melihat minumannya.

"Hy-" "Ayo pulang." minta Jin membuat Yoongi sedikit kaget dengan permintaan Jin.

"Ayo kerumahku dan Minseok-i Hyung." sambung Jin, memperjelas maksud kata pulang.

Yoongi menangguk, mengambil kunci mobil Jin paksa tanpa menoleh, "Aku yang menyetir." ucapnya membuat Jin tersenyum sedikit namun pahit.

Jin paham, dan mengikuti perkataan Yoongi adalah hal yang baik. Di satu sisi, ia merasa perhatian lebih dari Yoongi padanya. Namun, disisi lainnya juga, Jin merasa dirinya membuat Yoongi khawatir.

"Jangan percaya diri, Hyung." ucap Yoongi.

Jin diam. Tak menyahut apa-apa. Yoongi paham betul pikiran Jin, begitu juga Jin pada Yoongi. Mereka terlalu banyak menghabiskan waktu bersama.

Suara kunci mobil berbunyi, mobil yang sudah dipanaskan oleh Yoongi itu berdiam sebentar sampai akhirnya mereka keluar dari area parkir.

Hening. Sangat jelas suasana ini membuat Yoongi sedikit merasa kosong. Saat pergi bersama Bangtan, Jin adalah salah satu yang paling berisik bersama Jungkook dan Hoseok. Jin memang tenang jika bersama dengannya.

Tenang, bukan bungkam seperti sekarang.

Aura tenang Jin yang biasanya membuat Yoongi nyaman hanya dengan berada disekitar Jin menghilang berganti aura yang menekan bagi Yoongi. Mata Jin yang menatap kosong keluar, benar-benar seperti orang hilang.

"Apa kau sekhawatir itu?" tanya Yoongi tanpa memalingkan pengelihatannya dari jalan, berusaha sedatar mungkin supaya tidak terdengar khawatir.

Jin mengulum senyum. Ia tahu jelas betapa tinggi kadar tsundere milik Yoongi. Ah, atau harus disebut gengsi? Jin hanya menghela nafas untuk menahan senyum sekaligus melepas rantai yang seolah mengikat pernafasannya.

"Aku hanya belum tahu siapa pelakunya. Ditambah katanya dia korban tabrak lari dan ditemukan beberapa luka memar perkelahian. Tusukan juga." ucap Jin jujur.

Jin mentap langit yang tengah menemani matahari untuk tenggelam menuju ufuk barat, membiarkan bulan hadir perlahan.

Pemandangan kesukaan Minseok Hyung.

Yoongi melirik Jin dari arah spion. Sadar, bahwa sang kakak kini tengah tenggelam dalam pikirannya.

"Ada apa dengan wajahmu? Kau-"

"Aku tersesat Yoongi." ucap Jin memotong, membuat Yoongi mendelik heran.

Mata Jin masih tidak teralih dari langit yang perlahan membiarkan warna oranye nya menghilang terganti gelap. Nafasnya tercekat sekali lagi, seolah ada yang terus menerus merantai dirinya dari dalam, "Kejadian itu malah muncul bagai tamu tak diundang. Kau tahu betapa mengesalkannya itu bagiku?" ucap Jin pada Yoongi.

Tapi Yoongi malah merasa Jin bicara sendiri.

"Dan apa kau tahu betapa mengesalkannya dirimu mengungkit itu?" ketus Yoongi. Yoongi mennginjak rem keras membuat tubuh Jin hampir terlempar kedepan jika saja sabuk pengaman tidak mengikat tubuhnya.

"Aku sebal padamu, Hyung! Kau selalu saja mengambil masalah orang lain untuk ditanggung bersama. Tapi kau malah membawa beban seorang diri, menyalahkan dirimu karena kesalahan yang bukan kesalahanmu." tutur Yoongi panjang, maniknya menatap Jin tajam.

"Aku takut kalau kau hilang lagi, Hyung." ucapnya melunak melihat Jin yang tertunduk. Dia tahu, Jin sendiri benci mengenai hal-hal yang dibahas mereka.

Tapi karena itu juga. Karena Jin membenci dirinya, sehingga ia mengaitkan dirinya pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan dirinya sama sekali.

Dan Yoongi tak tahan melihat hal itu.

"Maafkan aku merepotkanmu." ucap Jin pelan.

"Ha. Kau mengatakan itu pada teman sekamarmu selama hampir satu dekade." sahut Yoongi pedas membuat Jin tersenyum samar.

Tapi semua itu tidak membuatnya membaik. Sesampainya dipekarangan rumah, Jin melenggang masuk.

Toh, Yoongi tahu passwordnya.

"Jjanggu kemarilah." Jin menggendong seekor anjing putih kesayangannya sambil mengelusnya.

Kaki panjangnya melangkan menuju kamar lalu mengunci dirinya sendiri.

"Jjanggu, kau tahu hari ini aku mencuri dengar bahwa kondisi Minseok Hyung semakin parah." ucapnya pada anjingnya.

"Kau tahu? Itu menyebalkan." ucap Jin.

Matanya menangkap sebuah buku berwarna tosca-cokelat dimeja belajar yang kini beralih menjadi meja kerja. Matanya memejam, menghela nafasnya sebentar lalu beralih meletakkan buku itu dilaci terbawahnya.

"Aku benci, ketika aku menjadi hilang seperti ini."

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang