e;nd

170 12 4
                                    

S E H A R U S N Y A  Seokjin menemani Xiumin sore itu, tapi nyatanya, Jin harus pergi menyelesaikan masalahnya.

"Kau yakin tak mau istirahat Jin-a?" Xiumin menatap khawatir. Tapi Seokjin masih mengukir senyumnya dan menggenggam kuat ponselnya.

"Kalau aku menunda lagi, nasib buruk tidak akan selesai." Ucap Seokjin membuat Xiumin hanya menurut. Sedangkan Baekhyun disana, hanya bisa bungkam membiarkan Xiumin buta akan maksud Seokjin.

"Aku pergi dulu. Aku akan merindukanmu." Seokjin berpamit, meninggalkan sedikit perasaan mengganjal pada hati Xiumin.

Disisi lain, Jennie dan Jisoo sudah menghubungi Seokjin bahwa Irene sudah sadar di ICU.

Kondisi Irene masih buruk, belum bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa seperti Xiumin. Tapi Seokjin bersikeras menjenguknya.

Karena Seokjin takut, sang kakak perempuan sadar tanpa melihatnya.

Suara pintu yang terbuka membuat mata Irene melihat kearah Seokjin. Seokjin tersenyum manis. Waktu Seokjin tidak banyak karena Binnie dan Jinyoung akan segera sampai.

Irene tersenyum lemah, mengangkat tangannya yang telah diraih oleh Seokjin.

"Tak apa, Nuna. Jangan memaksakan dirimu."

Irene tersenyum sedih, menggerakan jemarinya dalam genggaman Seokjin yang hangat. Suara mesin pendeteksi detak jantung terus terdengar. Seokjin masih menatap Irene yang menatapnya sendu.

"Aku harus pergi." Irene menggeleng pelan sebagai sahutan. Menguatkan genggaman yang tetap berakhir lemah bagi Seokjin. Seokjin tersenyum, menggeleng dengan tenang mengusap lembut rambut sang wanita yang lebih tua.

"Kalian akan baik-baik saja. Aku janji." Jin meremas pelan tangan Irene, lalu melepasnya menuju ruang tunggu.

Jinyoung dan Binnie yang sedang menunggu pun tersentak sesaat melihat kehadiran Seokjin dari ruang dimana kakak mereka di rawat.

Seokjin mengacak rambut kedua anak itu lalu menepuk pundak mereka pelan.

"Young-a, Binnie. Aku titip Irene Nuna dan Xiumin Hyung," senyumnya terukir hangat sebelum meninggalkan ruangan, meninggalkan rumah sakit.

Di parkiran, sudah ada Suho, beserta sang paman dan sepupunya. Kibum dan Jisoo.

Jennie tidak ikut, karena pendamping harus tetap ada. Dan bagaimana pun juga, Jisoo adalah sahabat terdekat Sowon semenjak kecil.

"Masuk, kita berangkat." Kibum menunjuk pada pintu sebuah van Didalam nya ada Umji yang tengah bergelut dengan pikirannya sendiri.

Jin masuk mobil, mengambil posisi disebelah Suho yang nampaknya lebih gugup daripada Seokjin.

Seokjin terkekeh, "Takut, Hyung?" Matanya membentuk garis bulan sabit miris. Suho menggeleng, "Aku khawatir padamu." Suho berucap jujur.

Seokjin paham apa yang dimaksud Suho. Bahkan Umji dan Jisoo didepan mereka juga. Seokjin hanya tersenyum santai, "Kalau hal buruk terjadi, maka terjadilah. Tapi jika sungguhan, tolong jaga Wendy, Rene Nuna, dan Minseok Hyung." Tutur Seokjin santai.

"Berhe-" "Seokjin Oppa, sudah menghubungi Wendy Eonni?" Jisoo memotong, mengetahui kemana arah pembicaraan Suho akan berlabuh. Dan, bagaimana percakapan itu akan membawa rasa bersalah dan canggung untuk Umji, ataupun membawa emosi Seokjin terbawa keubun-ubun, tersulut api.

Seokjin menggeleng, lalu menarik ponselnya. Memberi tanda untuk semua yang berada di mobil untuk diam.

"Yeobseyo?"

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang