S U A R A mesin alat rumah sakit memenuhi ruangan itu. Disana jelas Seokjin tertidur. Tangan Seokjin tertaut erat pada tangan Xiumin yang terpasang beberapa alat sakit, bahkan dalam tidurnya, Seokjin tak melepas tangan sang Kakak sedarah.
Jeongguk dan Yoongi hanya menyaksikan pemandangan memilukan itu. Entah sudah berapa lama setelah ia melihat kejadian seperti ini. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Yoongi melihat Seokjin jatuh seperti ini.
Jimin dan Taehyung kembali membawa empat gelas Americano dan dua gelas cokelat panas di tangan Taehyung.
"Ini Nuna." Jimin memberi gelas itu pada wanita dihadapannya. Sementara Taehyung memberi cokelat panas itu pada wanita disebelahnya.
Suasana disitu canggung. Kecuali Moonbyul yang sejak awal sudah disana bersama Jeongguk dan Yoongi.
"Gguk, sampai kapan kau mau menonton sambil menahan tangis begitu?" Moonbyul membuka suara, menarik perhatian semua orang yang berada dalam lingkarnya.
Jeongguk menghela nafas berat, "Byulyi Nuna, kenapa candaanku tak bisa menghibur Jin Hyung? Biasanya dia akan selalu tertawa." Jeongguk berucap dengan kedua ujung ranumnya yang tertekuk kebawah.
Moonbyul menepuk pundak pemuda itu agak keras, memberi semangat dan tenaga miliknya setidaknya sedikit sebelum semuanya habis.
"Karena kau belum paham seberapa berharga Xiumin bagi Seokjin." Moonbyul tersenyum. Wendy yang berada disana bahkan turut memusatkan perhatiannya pada Moonbyul.
"Sejak masalah kehidupannya yang lama, bahkan kurasa sejak lahir. Xiumin tidak pernah meninggalkan sisi Seokjin. Bahkan di titik tersulit dimana kau atau bahkan si Namjoon itu atau Yoongi tidak bisa meraih Seokjin."
Moonbyul melirik kearah Seokjin yang masih tertidur. Walau tak terlihat, ia yakin ada bekas air mata kering diwajah sahabatnya.
"Xiumin adalah sosok yang tumbuh bersama Seokjin, disisi Seokjin dan memimpin anak itu. Tentu saja tak bisa disamakan oleh kalian." Moonbyul terkikik pelan.
Jeongguk merengut kesal, "Jadi, maksud Nuna, kami tidak berharga bagi Jin Hyung?" Pemuda itu bertanya dengan nada sarkastik.
Yoongi memutar bola matanya malas, apalagi melihat ekspresi Taehyung yang terkejut hingga bola matanya seakan bisa keluar kapanpun.
Moonbyul tertawa sebentar melihat ekspresi orang-orang disekitarnya, "Tentu saja tidak, dungu. Kalau kalian tidak berharga, tidak mungkin si Seokjin akan membanggakan kalian tiap kali reuni kami." Moonbyul merangkul Jeongguk, membawanya agar bisa mendengar perkataan fakta lebih jelas.
"Apa kau menganggap Seokjin berharga? Ah, tidak. Kalian." Moonbyul bertanya tenang.
"Tentu saja." Yoongi dan Taehyung menjawab serempak, disetujui oleh Wendy dan Jimin.
"Aku tidak akan disini jika aku tak menganggapnya berharga." Jeongguk berkata. Wendy mengangguk setuju.
"Nah, disitu.", "Kau menganggap melakukan hal ini saja sudah menunjukkan bahwa Seokjin berharga bagimu. Padahal, faktanya Seokjin ragu apakah itu benar-benar kasih kalian kepadanya, atau hanya simpati karena kalian sudah bersahabat bahkan hidup bersama lama."
Jeongguk terdiam, bersama dengan wajah tercengang Jimin dan Taehyung.
Tangan Moonbyul meraih tangan Wendy, "Terutama kau, Seungwan. Kau adalah kekasihnya. Di satu posisi kau belum mengenal Seokjin, dan disisi lain kau sudah punya perasaan istimewa. Aku hanya ingin kau memastikan perasaanmu agar kau tak menyakiti dirimu,"
Moonbyul menghela nafasnya panjang, "dan menambah garam diatas luka Seokjin yang belum sembuh sejak dahulu."
Wendy menunduk dalam, kehilangan kata atas kata-kata nyata milik Moonbyul.
"Seokjin bukan tipekal yang akan mempermainkan orang lain demi pelarian. Jika dia sudah memilihmu, maka berarti ia memilihmu untuk menjadi awal masa depan barunya. Jangan katakan ya diatas tidak."
"Karena bagaimanapun, kau berharga bagi Seokjin. Namun sayang, Kim Seokjin tak pernah menganggap dirinya berharga."
Disisi lain, suara alat pendeteksi waktu mulai bekerja lebih kuat dan stabil.
Jemari demi jemari bergerak, menggenggam tangan yang ada dalam tangannya lebih erat.
Seokjin terbangun, merasakan ada sesuatu yang menggenggam tangannya.
"Lama menunggu Seokjinnie?" Xiumin menyapa lemah.
Mata Seokjin memerah, menekan cepat tombol panggilan dokter dan memastikan bahwa dirinya terbangun.
"M- Minseok Hyung? Ini benar bukan mimpi?" Seokjin memukul wajahnya sendiri.
Sakit.
"Sepertinya aku memang tertidur selama itu." Minseok berucap, meruntuhkan pertahanan terakhir Seokjin sampai akhirnya Seokjin pecah dalam tangis.
Minseok tersenyum, bergerak menggerakkan lengan memeluk sang adik yang menangis dilengannya.
"Maaf membuatmu menunggu. Berat 'kan seorang diri?"
Xiumin terbangun, membuat buncah perasaan pecah diruang tunggu. Taehyung dan Jimin yang sudah menelfon Kai, Suho, dan Baekhyun.
Sedangkan Moonbyul, tersenyum memeluk Wendy yang sudah menangis dipelukannya. Membiarkan Yoongi dalam keterkejutannya.
Karena arti berharga, adalah momen mereka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
Fanfiction"Kau tahu Jin? Keindahan tak hanya bisa diketahui melalui indra pengelihatan. Namun juga indra lainnya." ㅡBae Joohyun, Irene. Bagi Kim Seokjin, semua hal yang dirasa indranya juga adalah hal biasa baginya. Sampai, kalimat sang saudara tak sedarah Ir...