Verfϋhren 14

4.3K 737 125
                                        

||•||


"Wanita sundal dari mana lagi yang kamu sewa, Jimin?!"

"Bunda!"

Bukan main melototnya kedua bola mata Pak Jimin ketika wanita paruh baya di hadapannya menamparku dengan ucapan yang begitu menyakitkan. Aku sendiri hanya berdiri rikuh tepat di samping Pak Jimin─dengan tangan kananku yang sedari tadi digenggamnya erat.

"Jimin ... bunda nggak pernah──"

"Dia pacar Jimin, Bun."

"Park Jimin!"

Wanita paruh baya dengan dress satin mewah itu bukan main marahnya ketika Pak Jimin mengucapkan kalimat barusan. Tak hanya itu, lorong hotel ini pun sampai bergema karena suaranya yang menggelegar.

"Bun, dengerin Jimin──"

"Kamu mau alasan apalagi, Jimin?" tanyanya berusaha meredam amarah. "Gosip yang bilang kamu menikah dengan laki-laki dan kamu itu gay udah menyebar ke mana-mana. Apa yang musti bunda bilang sama nenekmu di Busan dan Jogja sana?"

Mengulas napas kasar, Pak Jimin menatap sang ibu sabar, "Jimin nggak gay, Bun. Ini Christa, pacar Jimin──"

"Jangan bohongin bunda, Jimin!" potongnya sepihak. "Dan kamu! Dasar wanita murahan!"

"Bun!"

PLAK!

Dengan sigap Pak Jimin membawa tubuhku ke belakang punggungnya. Sehingga tamparan yang seharusnya mengenai diriku, justru malah mengenai pipi kanannya. Aku meringis, menunduk dengan banyak rasa bersalah.

"Jimin! Jadi kamu lebih belain wanita itu daripada bunda?"

"Dia pacar Jimin!"

Wanita itu menghela napas berat. Tatapannya kini tertuju padaku; seolah-olah ingin mengulitiku, membunuhku, dan menendangku. Seakan-akan aku adalah parasit yang menempel pada anaknya itu.

Padahal ... anaknya sendiri yang memintaku─memohon dan sempat-sempatnya datang menemuiku.

"Siapa nama kamu?"

"Namanya Christa──"

"Bunda nggak nanya kamu, Jimin!" sela Ibu Pak Jimin dengan geram. "Jawab pertanyaan saya."

Menunduk penuh rasa takut, aku menjawab, "Christalina Remyzhern."

"Latar belakang pendidikan kamu?"

"Saya lulusan industrial engineering di Boston University."

Kulihat wajah Ibu Pak Jimin nampak terkejut selama beberapa detik, namun buru-buru ia berdeham, "Ayah kamu? Ibu? Pekerjaannya?"

"Ayah saya Fisikawan, ibu saya mengurus butiknya. Mereka tinggal di Berlin."

"Kamu orang luar? Bagaimana dengan saudaramu?"

"Ayah saya orang Jerman, ibu saya orang Bandung. Kakak laki-laki saya punya usaha studio dan kafe di New York dan Indonesia."

"Lalu──"

"Bun!"

Pak Jimin nampaknya merasa tersinggung dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh ibunya. Beberapa kali ia melirikku dengan tidak enak hati, yang kubalas dengan elusan lembut di punggung tangannya.

"Bunda nanya dia, Jimin," jawab sang ibu datar. "Kalau dia pacar kamu, apa bunda salah buat tahu seluk beluknya?"

Aku tersenyum mahfum; kekhawatiran seorang ibu. "Silakan tanyakan apa yang ingin Anda tahu."

How To Seduce Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang