Verfϋhren 26

3.8K 706 425
                                    

||•||

[!] Makasih untuk 135K view dan 15K voters ♥ 


Aku mengerang tertahan dalam tidurku, merasa ada sesuatu yang mengganggu. Lantas aku mengerjap; kudapati tubuh telanjang Pak Jimin tengah memunggungiku.

Aku yakin kalau saat ini ia sedang berbicara dengan seseorang di seberang telepon─intonasi suaranya tinggi dan keras.

Bangkitlah tubuhku, memerhatikan punggungnya yang naik turun menahan emosi. Tak berselang lama ia menutup panggilannya. Ia menunduk, menyisir sebagian anak rambutnya ke belakang lalu memijat pelipisnya.

Segeralah aku memeluk tubuhnya dari belakang, "Are you okay?"

Ia terperanjat dan segera membalik tubuhnya menatapku. Sesaat kedua bola mata kami bersirobok. Ada yang lain dari wajahnya; rahangnya tegas dan ia terlihat begitu mumpuni dengan tampang aristokrat─yang entah dari siapa ia warisi.

Tergugu aku dibuatnya, terheran-heran akibat tatapan matanya padaku. Pak Jimin diam, bangkit dari kasur tanpa mengucapkan sepatah kata. Ia terus diam sembari mengenakan pakaiannnya kembali─aku dibuat dungu akan kelakuannya.

"Kamu mau ke mana?"

Pak Jimin melirikku sekilas. Ia berjalan mendekatiku sembari mengancingi kemejanya. Ia duduk tepat di hadapanku, menarik jemariku kemudian menciuminya beberapa kali. "Saya harus pergi, Ta."

"Kamu mau ke mana memangnya?"

"Bunda manggil saya. Saya harus ke Bogor sebentar."

"Kamu bakal balik lagi, kan?"

Kulihat kedua bola matanya berpendar skeptis. Aku yakin bahwa telah terjadi sesuatu dengannya dan ia sedang menutupi hal tersebut dariku. Meskipun begitu, ia memaksa senyum, "Saya pasti kembali. Cuma──"

"Cuma apa?" kejarku gemas. Aku dibuat gelisah jadinya.

"Kalau saya nggak kembali, berarti saya langsung terbang ke New York."

Seketika raut wajahku berubah masam. Apa-apaan dia! Kenapa jadi datang dan pergi seenaknya begitu?

"Kok, kamu yang tiba-tiba pergi, sih? Memangnya ada apa?"

"Ada sedikit masalah, Ta."

"Masalah apa? Kamu nggak mau cerita sama aku? Kamu nggak percaya ya, sama aku?"

Sekejap Pak Jimin langsung mendekapku ke dalam pelukannya. Ia kecupi puncak kepalaku berkali-kali, "Saya pasti akan cerita. Tapi nggak sekarang. Kamu percaya kan, sama saya?"

Aku mendongak, mendapati kedua bola matanya yang harap-harap cemas. Aku percaya dengannya, hanya saja aku merasa sedikit takut. Bukan tanpa alasan tentunya; kamu tahu sendiri bagaimana ibunya itu tidak suka padaku. Apa ini ada hubungannya dengan itu?

"Liebe ...."

"Kamu cepet balik, ya?"

"Of course, saya pasti akan segera kembali."

Dan detik itu jadi ciuman terakhir kami pagi ini sebelum ia pergi dan meninggalkanku seorang diri.

Benar-benar seorang diri.


© ikvjou ©


"Bunda!"

Bukan main marahnya Jimin saat ini. Ia naik pitam; seluruh emosinya naik ke ubun-ubun. Tanpa tending aling-aling bunda memanggil dirinya dan meminta ia untuk menikahi seseorang yang bahkan pernah membuatnya terluka.

How To Seduce Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang