||•||
Hari ini mungkin adalah hari tersibuk yang pernah kujalani selama bekerja di Jakarta.
Setelah mengadakan rapat di daerah Gunung Sahari, aku musti ke Sudirman dan balik ke daerah Menteng. Tak sampai di situ, aku juga punya janji dengan Pak Jimin di kawasan Kemayoran. Rasanya seharian berkeliling Jakarta membuat tubuhku nyaris remuk.
Omong-omong, sudah seminggu ini hubunganku dan Pak Jimin membaik. Kami seperti teman dan seminggu ini kerap berkirim pesan.
Beralaskan pekerjaan yang menumpuk, aku dan Pak Jimin baru bisa bertemu nanti─Jumat sore ini. Sedang besok aku memilih mengosongkan semua jadwalku untuk beristirahat sampai Minggu.
Mobilku memasuki area parkir kafe. Dengan tergesa-gesa aku mengambil tasku─sebelumnya aku bersolek beberapa menit; tidak mungkin kan, aku menemuinya dengan keadaan berantakan dan lelah selepas pulang bekerja. Setelah itu, dengan percaya diri aku memasuki are kafe.
Aku ingat, Pak Jimin memesan kursi di lantai dua. Jadi ketika masuk, aku langsung melangkah──
"Christa, kan?"
──naik, sebelum sebuah suara menginterupsi. Otomatis aku menoleh, mendapati wanita dengan dress A-Line merah menatap ke arahku bersama senyumnya yang paling tidak aku suka. Mau tidak mau─dan dengan amat terpaksa─aku membalas salamnya yang angkuh itu. Tatapannya saja pongah sekali.
"Mbak Nana, ya?"
"Nggak usah pakai mbak, Nana aja," katanya terdengar culas. "Lo ngapain di sini?"
"Anu ... ada janji──"
"Sama Jimin?" Kedua bola mataku membesar ketika ia memotong ucapanku dengan tidak suka. Alhasil aku hanya bisa mengangguk atas tebakannya, "Tch, berapa banyak yang Jimin kasih?"
"Hah? Maksudnya?"
"Nggak usah pura-pura, Ta. Gue tau lo cuma salah satu wanita sewaannya. Dibayar berapa?"
Rasanya mataku memanas ketika Nana mengucapkan kalimat barusan. Maksudnya apa? Aku yang masih sanggup mengontrol emosiku cuma bisa mengepalkan kedua telapak tanganku pun tatapan tidak senang atas pernyataannya barusan.
"Kenapa?" tanyanya angkuh, "Jangan merasa tersinggung gitu. Gue bisa ngasih lebih banyak──"
"Apa gue serendah itu untuk uang?"
"Siapa yang tahu." Nana tertawa jahat, menilai diriku dari atas sampai bawah, "Jangan naif. Kita sama-sama tahu─"
"Gue rasa gue tau kenapa Jimin mutusin lo dulu."
Nana terdiam dengan ucapan defensifku barusan. Nampaknya ia mulai merasa tersinggung─sementara aku sudah dari tadi merasa demikian atas tuduhan sepihaknya itu. Aku tidak peduli ia akan marah atau merasa aku adalah wanita jahat. Di sini, dalam posisi ini, Nana lah yang wanita jahat.
"Lo terlalu egois buat dipertahanin sama Jimin──"
"Lo!"
BUGH
Tanpa aba-aba aku tersungkur ke bawah akibat dorongannya yang tidak terduga. Kedua irisnya berkilat marah; dengan rahang mengeras juga kedua tangannya yang terkepal. Aku juga bisa menangkap bahunya yang naik turun menahan amarah.
Kenapa dia semarah itu? Ucapanku memang benar, kan? Wanita seperti itu memang tidak layak untuk dipertahankan.
"Jaga ucapan lo, ya! Sekali wanita murahan, tetap wanita murahan. Lo nggak lebih dari seorang perek!" Selepas ia mengucapkan kalimat itu, Nana pergi dengan rasa kesal yang menggelora di ubun-ubun.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Seduce Mr. Park ✔
Fanfiction📌 FILE 1 : FINISHED 📌 FILE 2 : FINISHED Christa adalah seseorang yang perfeksionis terhadap perkerjaannya. Ia selalu bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun; wanita berusia 25 itu cerdas, gesit, dan tentu memiliki paras yang cantik. Na...
