||•||
Aku mencium punggung tangan Mas Seok Jin sehabis kami melaksanakan sholat maghrib bersama. Kami melakukannya di rumahku, dan Mas Seok Jin tentu saja menjadi imamku.
"Mas, mau makan apa?" Aku yang tengah melipat mukenaku bertanya. Omong-omong, sejak kejadian tadi aku jadi lebih terbuka dan sedikit bisa berdamai dengan Mas Seok Jin.
Kalau dipikir-pikir sih, sebenarnya aku dan Mas Seok Jin tidak ada masalah apa pun. Mas Seok Jin tentu benar; memutuskan aku sehabis melihat kelakuanku yang clubbing bersama Mingyu, karena aku membantah nasihatnya. Jadi, ya ... mungkin selama ini aku yang egois di sini.
"Lo ada bahan apaan di kulkas?" Mas Seok Jin balik bertanya, "Nanti gue aja yang masakin."
Cengengesan, aku menjawab, "Kosong, Mas," kataku berjeda. "Gue kan nggak bisa masak selain yang instan-instan."
Mendengar jawabanku, Mas Seok Jin hanya diam. Ia menaruh sarung yang ia kenakan di atas kasurku, lalu turut duduk di sebelahku. "Wanita karier jaman milenium," komentarnya sembari mengacak rambutku.
Ugh ... wanita mana yang tidak meleleh akibat perlakuan manisnya. Masya Allah, tidak salah kan, kalau hati wanita rapuh ini masih mencintainya?
Pria seperti Mas Seok Jin itu tidak ada cacatnya; sudah tampan, mapan, bertanggung jawab, taat pula. Wanita mana yang tidak menginginkan laki-laki aduhai macam Mas Seok Jin.
Kesayangan para mama mertua.
"Udah sana lo siap-siap. Gue mau nyiapin mobil bentar di rumah."
Aku mengangguk, membiarkan Mas Seok Jin menghilang dari pandanganku─sebab rumahnya bersebelahan dengan rumahku dan ia tinggal bersama para lelaki bujang lain di tim yang kunaungi.
© ikvjou ©
Sudah puluhan kali Jimin mengusap wajahnya dengan frustasi─duduk bersandar di atas langkan sembari menghisap beberapa batang rokok. Kemeja yang ia kenakan sudah lusuh, rambutnya berantakan tak tertata, juga wajah yang kusut entah sebab apa.
"Lo belom ngomong apa-apa sama mereka?"
Bule yang fasih berbicara bahasa Indonesia itu berjalan mendekati Jimin; tangannya membuka dua botol minuman kaleng, lalu salah satunya ia sodorkan pada orang di sebelahnya.
Sembari mengambil minuman yang diberikan untuknya, Jimin menggeleng. "Belum, Pet." Berjeda, Jimin menegak minumannya, "Gue nggak tega. Lagian yang lain juga nggak pada percaya."
Peter tertawa meremehkan, "Dan lo yang dikambing hitam, kan? Tch, gue ke sini aja langsung heboh. Temen lo yang namanya Nam Joon itu berengsek juga. Gue udah dimata-matain aja dari Soetta."
Mendengar keluh kesah Peter, Jimin terkikik, "Ya mereka percaya sama gue, makanya lo──"
"Makanya lo kasih tau soal Nana ke mereka, bangsat!"
Agaknya Jimin sedikit terperenyak mengingat sifat kemayu dari Peter yang jarang bercakap kasar. Hanya saja, jika sudah kesal, pasti jiwa laki-lakinya timbul. Ya bagaimana, gay tetaplah manusia biasa.
"Yang ada gue dikira ngefitnah dia, Pet." Jimin lalu mengembuskan napas rokoknya tinggi-tinggi, memerhatikan kepulan asap tersebut dengan tatapan kosong. Terlalu banyak kemelut di otaknya sampai-sampai ia merasa sefrustasi ini.
"Gue dateng ke sini karena Nana." Suara parau Peter membuat Jimin tersedak minumannya sendiri, "Nana lo itu besok balik dari Florida. Gue takut lo kenapa-napa."
Tersenyum kecut, Jimin tak menanggapi. Bagaimanapun ia tahu kalau hari itu pasti datang, dan Jimin mau tidak mau harus siap menghadapi kenyataan untuk bertemu dengan gadis itu.
Gadis yang merubah hidup Jimin, seluruhnya.
© ikvjou ©
"Mas, anak-anak nggak marah kan?"
Mas Seok Jin yang tengah menyuap nasinya mendongak, menatap aku dengan kedua alis menukik. "Marah kenapa emangnya?"
"Barusan Jung Kook whatsapp gue Mas, gue ditanya-tanyain, nih. Terus dia ngambek nggak diajak makan bareng."
Mas Seok Jin terkekeh, "Manja dia, mah. Makan sekali-kali berdua sama lo aja."
Kalau dipikir-pikir iya juga, sih. Cuma masalahnya aku tidak enak pada Jung Kook, soalnya dia sering membelikanku makanan. Apalagi anak-anak tahu kalau aku tidak bisa masak dan suka kelaparan tengah malam.
"Nanti pulang mampir dulu ya, beliin makanan anak-anak."
Mas Seok Jin yang masih asyik melahap makanannya mengangguk, "O iya Ta, besok lo berangkat kerja bareng gue, ya?"
"Berdua aja?"
"Nggaklah. Ada Jung Kook sama Taehyung juga. Biar sekalian."
Benar juga, kenapa jadi aku yang ngarep berduaan sama Mas Seok Jin, ya. Duh, hati kenapa sering banget baper diginiin. Omong-omong soal Pak Jimin, aku tak lagi mendengar kabarnya. Ia tidak menghubungiku, atau aku yang tidak menghubunginya.
Haruskah aku yang menghubunginya lebih dulu?
Benar deh, aku berasa habis kegerebek melakukan zinah. Mungkin nggak sih, kalau Pak Jimin merasa malu sama sepertiku? Langsung bertaubat dan meminta ampun──eh, aku saja tidak tahu aku seiman atau tidak dengannya. Bahkan dia saja mengambil jalan yang salah; menjadi seorang gay.
Kalau dia tahu dosa, pasti dia tidak akan mengambil jalan yang salah.
Aduh Christa, kamu jadi alim sekali sih, kalau berdekatan dengan Mas Seok Jin. Memang pria itu menyebarkan aura positif sekali, ya.
Baru ingin memakan kembali makananku, sebuah getaran masuk. Aku buru-buru mengecek dan terkejut mendapati satu pesan masuk dari atasanku.
LINE
[19:47 PM]
Pak Namjoon : Besok pagi2 langsung datang ke ruangan saya
Bukan main merindingnya seluruh tubuhku. Sumpah, aku takut setengah mati. Alhasil aku mendongak, memerhatikan wajah Seok Jin yang kali ini ikut memerhatikan wajahku.
"Kenapa, Ta?"
Aku menunjukan pesan dari Pak Nam Joon, dan seketika kurasakan remasan lembut di punggung tanganku. "Nggak apa-apa, kita hadapin bersama."
bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Seduce Mr. Park ✔
أدب الهواة📌 FILE 1 : FINISHED 📌 FILE 2 : FINISHED Christa adalah seseorang yang perfeksionis terhadap perkerjaannya. Ia selalu bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun; wanita berusia 25 itu cerdas, gesit, dan tentu memiliki paras yang cantik. Na...
