||•||
"Sayang ...."
Pak Jimin terus mendekapku dari belakang sembari berjalan masuk ke dalam rumah. Aku tentu kesal─bukan karena ia mengikutiku ke rumah, aku bahkan dengan senang hati mengizinkannya untuk menginap, seperti keinginannya─masalahnya adalah, sikapnya yang childish dan terus merengek. Meraung-raung di atas pundakku.
"Lepasin, ah!" pekikku kesal. Bukannya melepaskan, Pak Jimin malah makin erat memelukku. "Aku mau ganti baju dulu. Mau istirahat. Besok aku masuk."
"Ganti tinggal ganti."
Ini, nih. Sifatnya yang baru aku tahu keluar juga sekarang. Dasar buaya! Dulu aja sok galak, sok perfectionis; berbanding terbalik dengan sekarang. Kekanak-kanakan, nggak inget umur.
Aku menghela napas, "Kamu nggak jadi minjem kamar mandi?"
Dia menggeleng, menciumi leherku dari belakang. "Sama kamu aja, ya?"
Kesabaranku semakin menipis. Dia benar-benar susah sekali diatur. "Nggak mau, ah! Udah sana, cuci muka atau ngapain, kek. Aku mau tidur."
"Panggil sayang dulu."
Memejamkan atensi, aku berbisik─sabar, "Sayang, lepasin, ya?"
Setelah mengucapkan kata menjijikan itu, barulah Pak Jimin mau melepaskan pelukannya. Aku lekas mengambil pakaianku dan hendak melangkah ke dalam toilet yang berada di dalam kamar sebelum tangannya menahanku, "Apa lagi?"
"Kamu nggak ada sikat gigi baru? Saya mau bersih-bersih."
"Di kamar mandi luar ada, di dalam almari kecil yang di samping cermin," ujarku. "Nanti kalau kamu mau ganti baju biar aku siapin, aku ada baju cowok punya kakakku. Aku juga mau bersih-bersih dulu."
Selepas itu aku masuk ke dalam kamar mandi, begitupula dengan Pak Jimin─tentu kamar mandi yang berbeda, karena di rumahku ada dua kamar mandi.
© ikvjou ©
Aku mengeringkan wajahku sembari menyiapkan pakaian ganti untuk Pak Jimin─milik Jackson, kakakku yang saat ini masih berada di New York. Sejujurnya aku sudah selesai datang bulan sejak lima hari yang lalu. Hanya saja, lebih baik aku tidak mengatakannya karena kalau Pak Jimin tahu, bisa besar kepala dia. Yang ada besok aku pegal-pegal dan tidak bisa berangkat ke kantor."Ta, saya tidur sama kamu, ya?" Pak Jimin masuk ke dalam kamar dengan celana selutut milik kakakku juga kemejanya yang belum diganti. Tadi aku lupa memberikannya padanya. "Besok pagi saya mau sarapan sama kamu."
Aku angguk-angguk kepala sambil merebahkan diri di atas ranjang, "Itu kaos gantinya. Kamu ganti dulu, gih."
Pak Jimin menurut. Ia segera mendekatiku dan mengambil t-shirt berwarna hitam yang kutaruh asal di atas ranjang. Sedang aku sendiri malah mengirim pesan kepada Mas Jaehyun; mengatakan padanya kalau aku sakit.
Tidak apa kan, berbohong sedikit? Masalahnya kalau aku paksakan kerja, itu jadi tidak akan kondusif sebab ada Pak Jimin di sini, yang pasti akan rewel lagi meminta ini dan itu. Daripada berujung panjang, mending mengantisipasi dan segera mengiyakan.
Selesai mengirim pesan, aku menaruh ponselku di atas nakas sembari mendiamkannya untuk diisi daya. Aku lalu mematikan lampu dan menyisakan lampu duduk. Hanya saja, entah mataku yang terlalu jeli atau bagaimana, aku tidak sengaja melihat Pak Jimin bertelanjang dada dan mendapati sebuah tato di area punggungnya.
"Aku nggak tau kamu punya tato."
Pak Jimin terkekeh, "Masih banyak hal yang belum kamu tahu tentang saya, Ta."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Seduce Mr. Park ✔
Fanfiction📌 FILE 1 : FINISHED 📌 FILE 2 : FINISHED Christa adalah seseorang yang perfeksionis terhadap perkerjaannya. Ia selalu bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun; wanita berusia 25 itu cerdas, gesit, dan tentu memiliki paras yang cantik. Na...