Verfϋhren 20

3.6K 709 325
                                        

||•||


Aku terduduk di samping mobil Mingyu di area basement, menangis sejadi-jadinya tanpa peduli bagaimana dengan pekerjaanku yang mulai terbengkalai.

Hatiku terasa sakit. Tidak dipercayai oleh orang yang dekat dan paling kau hormati rasanya ada sebuah kegagalan tersendiri yang tidak sampai untuk diucapkan oleh bibir.

"Kerjaan kamu itu menangis terus?"

Bersijingkatlah aku mendengar suara berat barusan─siapa lagi kalau bukan Pak Jimin. Benar saja, begitu aku mengangkat kepala, entitas Pak Jimin yang angkuh dan sok aristokrat itu aku dapati.

"Bapak ngapain di sini?"

"Suka-suka saya mau ngapain," jawabnya culas, sembari memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Nah, pakai. Make-up kamu luntur semua." Lalu ia memberikanku sebuah sapu tangan berwarna navy yang ia ambil dari saku celana.

Aku menerima sapu tangan pemberiannya, kemudian dengan sengaja aku membuang cairan di hidungku dengan brutal sampai menimbulkan suara yang membuatnya merasa jijik.

Sukurin, batinku dalam hati. Aku tahu harga sapu tangan yang ia pinjamkan padaku pasti mahal harganya, makanya aku sengaja melakukan ini. Setelah ini pastilah uang ratusan ribunya melayang. Hahaha.

"Senang kamu buang ingus begitu?"

Aku mengangguk, cengengesan. "Pak, saya laper. Makan, yuk?"

Kulihat Pak Jimin mengembuskan napas berat sebelum melangkahkan kakinya dan menyuruhku untuk mengikutinya dari belakang menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh.

"Bapak yang traktir, ya!!!"


© ikvjou ©


Diajaknya aku makan di sebuah kedai bubur kondang di kawasan Sudirman. Tidak hanya itu, ada Jung Kook juga yang tiba-tiba datang menyusul─entah bagaimana juntrungannya. Tiba-tiba dia sudah masuk saja, dan datang naik busway lalu berjalan kaki sedikit ke sini.

"Ngapain lo ke sini, Jeon?"

Jung Kook yang tengah menyuap buburnya berhenti sesaat, sebelum menyuap kembali dengan rakus, "Mau makan gratislah. Iya, nggak, Bang?"

Jimin mangut-mangut, bersikap sok acuh sembari menghabiskan mangkok buburnya. Aku yang duduk di hadapan mereka berdua jadi merasa curiga. Persekongkolan jenis apa yang sedang mereka rencanakan terhadapku?

"Pak Jimin kenal Jung Kook?"

"Kenal, dong!" sahut Jung Kook menggebu-gebu. "Lo aja nggak tau."

"Gimana gue tau kalau lo nggak pernah cerita."

"Makanya ini gue mau cerita," jawab Jung Kook cengengesan. "Honestly Bang Jimin yang manggil gue ke sini. Katanya sekarang lagi hari patah hati nasional," tambahnya meledek.

Aku memberenggut, mendelik ke arah Pak Jimin yang menampilkan tampang tanpa dosanya itu.

Cih, aku tahu kalau ujung-ujungnya pasti si tua itu mau mengerjaiku. Harusnya aku curiga waktu dia menurutiku dan mau mentraktirku makan. Pastilah dia mau mengolok-olok aku.

"Pak Jimin puas ngolok-ngolok saya?"

"Kok, ngomongnya masih formal gitu, sih?" celetuk Jung Kook rese. "Pake ayang-mbeb, dong. Nggak romantis, nih!"

"Berisik banget lo, Jeon! Pulang sana!"

"Nggak boleh berdua-duaan. Mau keperawanan lo digondol?"

"Kook, diem, deh!" Pak Jimin ambil suara, membuat suasana kembali hening. "Kamu diapain sama Bang Seok Jin, Ta?"

How To Seduce Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang