Verfϋhren 7

6.3K 786 355
                                        

||•||

[A/N] : Ada konten yang tidak pantas untuk anak di bawah umur. Juga budayakan membaca dengan memberi apresiasi dan komentar. Saya tidak suka disalahkan padahal sudah diberi peringatan. Juga, tidak suka yang diam-diam mencuri karya saya.


Kami menghabiskan makan siang dalam diam. Seperti biasa, tidak banyak konversasi yang terjalin antara aku dan Pak Jimin. Pak Jimin hikmat menghabiskan satu mangkuk sotonya, sementara aku mengheningkan cipta melahap mangkuk garang asamku.

Setidaknya itu lebih baik; daripada Pak Jimin menyindir atau membahas soal Mas Seok Jin dan hal lainnya yang membuat suasana hatiku mendung. Lagipula, aku juga sudah terbiasa akan sikap pasif dari Pak Jimin. So, aku nikmati saja.

Kini aku berada di dalam mobil Pak Jimin kembali. Setelah memberikan selembaran lima ribuan pada penjaga parkir, Pak Jimin mengambil laju kanan. Aku diam saja, mencoba tak menyela.

"Kamu mau saya antar balik ke kantor?" Kulihat Pak Jimin melirik melalui kaca spion, "Jadwal saya sudah kosong."

"Heum ... terserah Bapak," kataku membalas sekenanya. Sebenarnya sih aku tidak ingin diantar balik. Lebih baik aku pulang dan menata suasana hatiku.

"Ada tempat yang kamu mau datangi?"

Eh?

"Saya tahu kamu tidak ingin kembali. Wajah menyebalkan kamu mengatakan semuanya."

Peka sih, sayang mulutnya tajam. Meskipun begitu aku tetap tersenyum, mengangguki ucapannya. "Ke museum wayang, mau tidak?"

"Yang di daerah Kota Tua, itu?" Aku mengangguk. "Kamu mau wisata sekolah atau jalan-jalan?"

Tadi kan, dia sendiri yang bertanya. Kenapa jadi sekarang aku yang dicela?

"Yaudah terserah Pak Jimin aja kalau gitu."

"Saya ajak ke hotel aja, ya?"

"Eh? Mau ngapain Pak? Katanya jadwal Bapak kosong, kok masih mau sidak?"

Kulihat Pak Jimin menghela napas berat; padahal sebenarnya aku sih, tahu maksud mesumnya itu. Tapi biarlah, sekali-kali mengerjai si tua itu tidak masalah, kan. Alhasil, tanpa lagi bertanya, Pak Jimin melajukan mobilnya sesuka hati.

Peduli amat ia mau membawaku keliling Jakarta.


© ikvjou ©


Aku berjalan bersisihan dengan Pak Jimin. Saat ini kami tengah mengantri tiket untuk menonton sebuah film yang lagi-lagi diputuskan sepihak oleh Pak Jimin. Aku tidak peduli, yang penting aku bisa bolos kerja. Kapan lagi coba? Ditraktir pula.

"Jam tiga di teater tiga." Pak Jimin menyerahkan satu tiket padaku yang langsung kuambil darinya,

"Masih setengah jam lebih lagi, Pak. Mau muter-muter dulu?"

"Saya ngikut kamu saja."

Aku pun lekas membawa Pak Jimin turun, sekadar untuk membeli baskin di lantai bawah. Soalnya sebelum mengantre tiket, aku cukup tergiur. Sudah lama aku tidak makan baskin.

"Pak Jimin mau rasa apa?"

"Kamu apa?"

"Saya vanilla, Pak."

"Samakan saja." Selesai menjawab, Pak Jimin menjauhiku. Mengambil tempat duduk yang agak jauh dari pengunjung lainnya─sebenarnya sih nyari tempat sepi.

How To Seduce Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang