||•||
Pak Jimin menindih tubuhku─mencumbui bibirku dengan penuh berahi. Aku tentu tidak bisa untuk menolak keinginannya kali ini; sebab sejujurnya aku juga sedang menginginkan dirinya. Sejak dulu aku tahu bahwa aku sudah terhipnotis olehnya.
Tidak peduli seberapa agresif dan liarnya ia, aku tetap akan suka diperlakukan sebagaimana ia memperlakukan aku dalam ciumannya. Ia selalu bisa meninggalkan kesan yang berbeda tiap kali kami berciuman; melumat, menghisap, dan saling mencari berahi kami masing-masing.
Dia, lelaki jantan itu, bisa menciumiku dengan mendayu-dayu dan penuh cinta; ia bisa berubah haluan dengan memberikan banyak kasih dalam afeksi di tiap lumatan yang ia lakoni, atau ia juga bisa jadi sebuah singa di hutan rimba; menuntut dan penuh nafsu.
Aku menengadahkan kepalaku ke atas, memejamkan dwiatensi pun tangan yang menjambak lembut rambutnya. Kakiku mengerut, menahan kenikmatan dari ciuman yang sesungguhnya. Ciuman yang jadi kunci untuk membuka jalan pendakian kepada sesuatu yang lebih tinggi.
"Eungh ...." Aku meleguh, dalam tiap-tiap kecupannya yang merambat dan mencecapi hampir seluruh permukaan wajahku.
Leherku tentu tak luput dari aksinya mempermainkanku, seolah apa yang sedang dilakukannya adalah kesenangan yang baru ia temukan kembali. Aku tidak tahu apakah Pak Jimin memang seahli ini dalam mempermainkan wanita; tapi kalau boleh jujur aku sudah terperosok sangat jauh ke dalam liang kenikmatan yang ia bawa.
Aku masih terus merengek, merintih─bahkan suaraku lebih persis ringkihan sapi yang sekarat. Bangsat, makiku dalam hati. Aku sudah sekacau ini ia tidak jua bergerak; hanya terus mencumbuiku, menciumku, menghisap, terus.
Hanya jemari-jemarinya yang mungil itu membuka pakaianku; merenggut bra-ku dan melemparkannya asal─aku tidak tahu dan tak ingin mau tahu. Aku sudah dibuat merem melek hanya dengan hisapannya di perpotongan buah dadaku, padahal ia tidak melakukan apa pun selain gerakan tangannya yang lincah mendaki bukit kembarku diikuti ciumannya yang hangat─menjalar di seluruh area atas tubuhku.
"Sayanghhh ...," kataku mendesah. Aku tahu ia terkekeh, namun ia tak menghiraukan ucapanku. "Sayang ...."
Pak Jimin mengecup puncak dadaku sekilas sebelum ia mendudukan diri di atasku. Dengan gagah ia lepas t-shirt yang dikenakannya; tato itu, sumber segala keinginanku padanya.
Ia terlihat sangat seksi bersama tubuh proposional yang dimilikinya. Dia sungguh gagah, sungguh jantan dan berkeringat. Rambutnya yang hitam legam itu berayun ke bawah, terkena sedikit cairan keringat akibat ulah kami di pagi hari.
Pak Jimin menunduk, mencium sekilas bibirku, "Ayo kita bercerita sambil bercinta."
Aku terkekeh, mengalungkan kedua tanganku di lehernya, "Kamu lebih tampan kalau kayak gini."
Pak Jimin menggigit cuping telingaku dengan gemas, "Saya sudah bilang, banyak hal yang tidak kamu tahu dari saya."
Kemudian aktivitas kami berlanjut. Tangannya makin gencar mempermainkan payudaraku, diselingi dengan ciumannya yang merambat turun. Ia berhenti tepat di atas perutku, lalu mengecupnya sekilas.
"Di sini harus ada manusia yang hidup," bisiknya lemah. "Harus jadi tiga baby sekaligus," lanjutnya, mencium kembali perutku yang datar itu.
Aku tentu terkejut bukan main mendengar bisikannya yang lembut. Aku tahu apa yang ia katakan adalah sebuah pengharapan, aku juga bisa lihat kedua bola matanya penuh keinginan seorang ayah.
Seorang ayah? Tunggu ... jangan bilang ....
"Sayang ...maksudnya kamu nggak akan pakai pengaman?"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Seduce Mr. Park ✔
Fanfiction📌 FILE 1 : FINISHED 📌 FILE 2 : FINISHED Christa adalah seseorang yang perfeksionis terhadap perkerjaannya. Ia selalu bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun; wanita berusia 25 itu cerdas, gesit, dan tentu memiliki paras yang cantik. Na...
