||•||
Aku tidak tahu apa yang musti kulakukan saat ini. Melihat binar itu terpancar dari dua sudut mata di ujung sana juga tangan yang terentang hangat, diam-diam malah menarikku secara impulsif.
Di satu sisi aku bingung; aku takut, aku merasa harus lari dan pergi sejauh yang aku bisa sebelum aku benar-benar jatuh terlalu dalam ke dalam pesona Pak Jimin, lalu menyesalinya suatu hari nanti.
Sialan memang intuisiku itu, ia malah menggerakan kakiku penuh rasa bimbang.
Aku lantas pelan-pelan duduk di atas pangkuannya, menghadap ke arahnya dan juga mengalungkan kedua tanganku ke lehernya─persis seperti anak koala.
O Tuhan ... selamatkan jantungku.
Entah ini hanya perasaanku saja atu tidak, yang pasti Pak Jimin kini balas merengkuhku─dengan sangat hangat dan nyaman. Gerakannya lembut dan aku merasa aman dan damai. Aku merasakan sensasi dan euforia lain ketika berada di dalam pelukannya dengan posisi seintim ini.
Jujur saja, seumur hidupku aku tidak pernah melakukan hal seperti ini. Mas Seok Jin? O, jangan tanya bagaimana akhirnya ia menceramahiku kalau aku berlaku binal begini. Tunggu, aku tidak binal─tapi, ini keinginan Pak Jimin sendiri.
Pak Jimin sendiri yang ingin aku memeluknya. Pak Jimin sendiri yang ingin aku merengkuhnya, memeluknya seperti kemauannya beberapa saat kemudian.
Menyampirkan sebagian anak rambutku ke belakang daun telinga, Pak Jimin mendekatkan cucuknya tepat di depan runguku, "Bagaimana? Kamu tidak takut lagi pada saya, kan?"
Aku tersenyum─mengangguk dan diam-diam wajahku terasa panas. Astaga, ini begitu manis; maksudku, aku tak pernah melihat Pak Jimin semanis ini bersikap, dan jangan salahkan aku kalau nanti aku jatuh makin terperosok ke dalam pesonanya. Ke dalam auranya yang mampu melelehkan hati wanita mana saja─dan sayangnya, ia seorang gay. Bisa jadi, aku adalah pengalaman pertama. Euhm, aku juga tidak yakin.
"Jadi, hari ini kita benar-benar pacaran, Pak?"
Pak Jimin mengangguk lantas ia menjauhkan wajahku dari dada bidangnya. Dengan seulas senyum, ia belai wajahku yang tirus ini, "Jangan seformal itu, oke?"
"Oke, Jim. Gue nggak akan formal."
Kulihat ada delikan tidak senang dari raut wajahnya yang berubah drastis. Mungkin karena mendengar ucapan kurang ajarku barusan.
Buru-buru aku tertawa, sedikit mencubit pipinya yang agak berisi, "Katanya nggak usah formal."
"Tapi nggak gue-lo juga, Christa."
"Iya deh, Pak. Maaf, ya."
Pak Jimin memutar kedua bola matanya, sebelum merefleksikan kedua obsidiannya untuk menatap ke arahku lagi. "Nanti jangan panggil saya Pak di depan keluarga saya, dan jangan ngomong lo-gue."
O, jadi ceritanya Pak Jimin mewanti-wanti.
Baiklah, aku akan menurutinya. Kapan lagi bisa semena-mena terhadap bos besar seperti Pak Jimin.
Dengan sedikit menyeringai, aku membalas, "Terus saya manggilnya apa dong, Pak?"
"Panggil ...." Mengulum senyum ia mendekatkan wajahnya ke arahku, "Panggil saya sayang," lanjutnya menggoda.
Shit!
Rasa panas menjalar di seluruh wajahku. Aku langsung saja menyusruk dada bidangnya─menerka sudah semerah apa wajahku sekarang. Berengsek memang Pak Jimin. Bisa-bisanya ia menggodaku di saat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Seduce Mr. Park ✔
Fanfiction📌 FILE 1 : FINISHED 📌 FILE 2 : FINISHED Christa adalah seseorang yang perfeksionis terhadap perkerjaannya. Ia selalu bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun; wanita berusia 25 itu cerdas, gesit, dan tentu memiliki paras yang cantik. Na...
