Part 5

3.9K 508 12
                                    

Bunyi bel pertanda pulang sekolah berbunyi tepat pada waktunya. Begitu juga guru yang mengajar dikelas mereka, malah guru mereka sudah keluar terlebih dahulu, sejak lima belas menit sebelum bel berbunyi. Meninggalkan mereka begitu saja, membuat beberapa siswa bersorak senang dan memutuskan pulang terlebih dahulu. Atlan dan teman-temannya adalah pencetus ide untuk pulang terlebih dahulu sebelum bel sekolah, ide mereka langsung disetujui siswa yang ada dikelas mereka.

Terkecuali Stella, ia tidak mengikuti ide mereka untuk pulang terlebih dahulu karena jemputannya baru akan menjemputnya ketika jam sekolah telah berakhir. Membuat Stella harus menunggu sendirian di dalam kelas, Bella dan Fara sudah pulang terlebih dahulu. Ketika tadi bel berbunyi, Stella benar-benar bahagia karena penantiannya telah berakhir.

Saat Stella melangkahkan kakinya keluar kelas, rasanya ia benar-benar bebas dan langkahnya terasa sangat ringan. Apalagi, ketika ia melihat mobil jemputannya sudah menunggu tepat di area sekolah. Membuat ia tidak perlu berjalan keluar sekolah lagi.

Dengan senyum yang masih terukir diwajah Stella, ia langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang sopir.

"Pak, kita mampir di toko buku dulu ya. Tadi Stella udah bilang ke Papa."

Tidak ada jawaban dan mobil mereka belum juga meninggalkan area sekolah. Masih dengan mesin menyala, mobil itu tetap berada ditempatnya. Tidak maju maupun mundur.

"Kenapa nggak berangkat, Pak? Bapak nunggu seseorang?"

"Sejak kapan gue jadi sopir lo? Dan sejak kapan lo manggil gue dengan sebutan Bapak?"

"Eh?!"

Stella benar-benar terkejut saat mendengar suara yang baru saja berbicara dengannya. Ia buru-buru memajukan badannya agar bisa melihat siapa yang duduk dibangku sopir. Matanya melebar saat mengetahui siapa orang itu, walau ia sudah menebak terlebih dahulu.

"Ngapain lo di mobil gue?!"

Satu alis Atlan terangkat, "Lo belum jawab pertanyaan gue, sejak kapan gue jadi sopir lo?"

Stella mendesis, tatapannya menjadi sinis. "Sejak lo duduk di bangku sopir mobil gue!!!"

"Oh ya?" Atlan masih menampilkan ekspresi yang sulit Stella terjemahkan.

"Iya, dan seharusnya lo jaw......"

Pintu mobil disamping Atlan tiba-tiba terbuka, "Bang Atlan!! Masa tadi ada ce...... KAKAK SIAPA?!"

Refleks Stella memundurkan badannya saat mendengar perempuan yang baru masuk ini berteriak. Teriakannya kuat sekali, mungkin bisa saja membuat telinganya menjadi tuli.

"Tunggu dulu, kayaknya gue pernah lihat deh," kening perempuan itu berkerut, seperti berpikir terlalu keras, "OH YA!!! KAKAK YANG DI MALL WAKTU ITU, 'KAN?!!"

Astaga, telinganya benar-benar bisa tuli jika mendengar teriakan seperti ini setiap hari. Stella belum terbiasa dengan hal seperti ini, "Iya."

"Gia. Jangan teriak-teriak!" tegur Atlan.

Gia menyengir, "Kakak ngapain disini? Mau diantar Bang Atlan pulang ya? Atau," Gia sengaja menggantung ucapannya membuat kedua orang yang sedang menunggu kata-katanya, menatap Gia dengan tatapan penasaran, "atau kali ini, mobil kalian juga samaan?!! Kayak case HP, baju, sekolahan, sepatu dan sekarang mobil?!! Waw!!!"

Tanpa rasa kasihan, Atlan mendorong kening Gia agar adiknya itu diam. "Jadi, kenapa lo masih disini?"

"Punya Abang kok kejam banget!!" cibir Gia.

Mata Stella sibuk ke kanan dan kiri. Ini pertama kalinya ia melihat keributan kakak beradik seperti ini. "Ini mobil gue, 'kan? So, wajar aja gue disini."

"Excuse me, Miss. Dies ist nicht Ihr Auto. (Permisi, ini bukan mobil anda.)" Atlan tersenyum lebar saat mengucapkannya.

"Abang ngomong apaan sih?! Kok pakai dua bahasa gitu?! Kesambet apaan?" heran Gia yang dihiraukan Atlan.

"Seriously?!" Stella masih belum bisa mempercayai ucapan laki-laki yang ada didepannya ini.

Atlan mengangguk, "Kenapa? Lo masih nggak percaya? Atau.... Lo sengaja nggak percaya, biar gue yang ngantar lo pulang? Boleh aja sih, gue nggak masalah sama sekali."

Saat mendengar kata-kata yang sangat menyakiti telinga Stella, dirinya baru percaya, kalau ini bukan mobilnya. "Sorry, kayaknya gue yang salah mobil. Permisi.

Gia yang melihat obrolan mereka hanya bisa cemberut, karena dirinya benar-benar tidak dianggap. Mau teriak sekuat apapun, sepertinya tetap tidak akan dihiraukan. Mungkin, Abangnya yang tercinta inu malah akan menendangnya keluar dari mobil. Benar-brnar kejam!!

"Tadi, lo mau ngomong apa?"

Abangnya ini bertanya karena -Gia seratus persen yakin- jalanan macet dan dia bosan melihat mobil-mobil yang belum juga bergerak. "Nama Kakak tadi siapa?"

Atlan langsung menoleh, satu alisnya terangkat, "Stella, kenapa?"

Gia tersenyum miring, "Tumben."

"Apaan?"

"Tumben Abang Gia yang tercinta ini mau kasih tahu nama cewek yang dekat sama Abang."

"Oh ya?"

Gia mengangguk, "Biasanya, kalau ditanya, Abang pasti jawab lupa atau nggak, Bang Atlan bakalan jawab gini, jangan ikut campur urusan gue!!

Ingin sekali Atlan tertawa saat itu, karena ekspresi adiknya benar-benar lucu saat menirukan suaranya. Hanya saja, ia menyampingkan rasa gelinya itu,  "Kira-kira kenapa sekarang jawaban gue beda ya?"

Gia menaikkan kedua bahunya, ia sibuk memainkan HPnya. "Mungkin karena Bang Atlan tertarik or naksir?"

Tertarik? Naksir? Karena apa ia bisa tertarik dengan cewek yang tidak tahu apa-apa itu? Kalau benar dirinya tertarik, berarti ini pertama kalinya seorang Atlan tertarik dengan perempuan. Jangan salah paham dulu, sebelumnya ia bukannya penyuka sesama jenis, hanya saja, sebelum-sebelumnya tidak ada yang membuat dirinya tertarik dengan perempuan yang ia ajak kencan.

"ABANG!!! ITU MOBILNYA UDAH JALAN!! JANGAN MELAMUN!! GUE MAU KE MALL NIH SAMA MAMA!!"

Lamunan Atlan langsung buyar begitu saja. Kalau seperti ini terus, ia benar-benar harus ke dokter telinga untuk memeriksa apa telinganya masih sehat atau tidak.

Atlan berdecak kesal, "Jangan pakai teriak, berapa sih?!"

"Eh!!" Gia baru tersadar akan sesuatu, "Bang Atlan!!!"

Atlan memutar bola matanya, "Apaan?"

"Nanti aja. Tunggu didalam rumah." Gia menyengir ketika melihat raut wajah Abangnya yang seperti ingin memakannya hidup-hidup, "Hemat suara, hehehe."

Hemat suara katanya? Tadi dia teriak-teriak dan sekarang dia bilang apa? Hemat suara? Astaga!! Punya adik kenapa gini banget ya? "Ampun deh gue sama lo!"

Gia masih setia dengan muka tidak bersalahnya, "Ayo, buruan turun!! Nanti nggak dengar loh, apa yang mau gue omongin! Gue nggak mau pengulangan."

Salah saya apaa??? Batin Atlan ingin menangis saat ini juga. Dia bilang mau hemat suara, tapi nanti waktu ketemu Mama, pasti udah teriak-teriak dan tidak peduli dengan yang namanya hemat suara itu. Ya sudahlah, mau gimana lagi? Lebih baik, sekarang turun dari mobil dan menyusul Gia.

"MAMA!!!"

Atlan mendengus, "Katanya mau hemat suara, cih!"

"Ada apa? Kenapa?" Mama langsung datang dari arah dapur.

"Ma, Bang Atlan punya kembaran ya?!"

****

Request lagu lama yang easy listening dungss, but jangan lagu yang terkenal.😥😥

26 Juli 2017

We're Not Twins, But We're?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang