Part 8

3.1K 411 6
                                    

Entah apa alasannya, mobil Atlan berhenti tepat di depan rumah sakit. Ia saja tidak tahu bagaimana bisa pikiran ini mengambil seluruh perhatiannya, hingga ia berhenti di depan rumah sakit. Rasanya ia tidak punya alasan khusus untuk mengunjungi tempat ini. Orang yang ia kenal tidak ada yang sakit.

Mungkin.

Jari-jari Atlan sibuk mengetuk setir, bukan malah menyalakan mesin mobil lalu pergi dari tempat ini. Ia masih bertahan di dalam mobil dan memperhatikan orang yang berlalu-lalang didepannya. Mata coklat Atlan tidak sengaja menangkap seseorang yang mungkin ia kenal. Bukan mungkin, tapi memang ia mengenal orang itu.

Dia. Baru ingat kalau dia di rumah sakit. Apa dia yang membuat pikiran gue ingin kesini?

Tanpa pikir panjang lagi, Atlan turun dari mobil dan diam-diam mengikuti dia. Ia tidak ingin orang itu mengetahui keberadaannya, apalagi sampai tahu kalau alasan ia ke tempat ini karenanya. Jangan sampai itu kejadian. Biarkan hanya ia dan tuhan yang tahu kalau ia pernah kesini karena dia.

Dia berhenti di depan ruangan ICU. Matanya terlihat sembap, ada kantung mata dan sekitar matanya ada garis hitam. Tipikal orang yang kekurangan tidur dan terlalu banyak menangis.

"Stella ngapain di sini sendirian?" bingung Atlan.

Stella masih tetap duduk di ruang tunggu sendirian, seperti tidak ada keluarga yang menemaninya. Bahkan tubuhnya terlihat lemah dan bisa saja tubuh itu jatuh begitu saja. Membuat kening Atlan mengerut ketika melihat gerak-gerik Stella. Atlan penasaran dan gengsinya terlalu tinggi.

Ia terlalu gengsi untuk menanyai hal itu. Di dalam dirinya ada yang melarang Atlan untuk menghampiri Stella dan bertanya mengenai seputar hal ini. Lagi pula, perempuan itu juga mungkin tidak akan mau menjawab dan menceritakan semuanya.

Belum mencoba saja sudah menyerah.

Ledekan dari sisi diri Atlan yang lain, membuat ia berdeham. Ia harus mencari tahu dengan cara lain. Bertanya ke Stella secara langsung itu adalah pilihan terakhir, ketika tidak ada lagi hal yang bisa ia lakukan untuk mencari informasi.

"Kalau gue ke tempat informasi, mereka mau nggak ya ngasih tahu tentang itu cewek?" Atlan menimbang-nimbang tindakan yang efektif, ia tidak mau terlalu banyak membuang waktu dan tenaga.

Atlan tersenyum tipis ketika mengingat sesuatu, "Jual saja nama Legnard, mungkin mereka dengan sukarela bakalan ngasih info tentang hal ini."

Baru saja dua langkah Atlan melangkah dari tempat persembunyiannya. Ia sudah terdiam kembali dan tiba-tiba menepuk keningnya. "Mau gue jual nama itu juga nggak akan mereka kasih, informasi pasien itu sifatnya rahasia."

Hanya selang beberapa detik, Atlan mengangkat kedua bahunya dan melanjutkan langkahnya. "Bodo amat deh gimana caranya, kalau cewek yang jaga bisa gue goda aja, kalau cowok ya apa yang kepikir aja."

Atlan memasang senyum termanis yang ia miliki ketika sudah sampai di depan pusat informasi. Ia sedikit lega ketika melihat orang yang menjaga tempat ini adalah perempuan. Setidaknya, ia bisa memakai cara memikat hati, kalau yang jaga laki-laki ya mana mungkin ia memakai cara itu.

"Siang," Atlan memperlihatkan senyum mautnya, "boleh saya bertanya?"

"Tentu saja boleh, silahkan," ramahnya.

"Saya ingin mengetahui kenapa Stella," Atlan terdiam, ia lupa nama kepanjangan Stella. Otaknya berpikir cukup keras dari biasanya, ketika berusaha mengingat nama perempuan itu.

"Stella Alissa Vegar?" tebaknya.

Refleks Atlan memukul meja, hanya pukulan pelan yang tidak terlalu menimbulkan keributan. "Saya punya sepupu banyak sekali, jadi wajar saja kalau saya lupa nama lengkap mereka."

"Lalu?" Penjaga ini masih tidak mengerti dengan tujuan Atlan mendatangi tempatnya.

Atlan kembali tersenyum, "Sepupu saya itu orangnya tertutup, sedangkan dia cuman punya saya sebagai keluarganya. Dia tidak cerita kalau belakangan ini berada di rumah sakit, walau saya sudah bertanya dan heran banget, tetap saja dia hanya diam. Jadi saya mohon dengan kebaikan hati anda dan kecantikan anda untuk memberitahu saya mengenai Stella."

Dari sorot matanya terlihat kalau perempuan yang ada di depan Atlan ini tidak percaya. "Saya hanya bisa memberitahu, kalau salah satu keluarga Stella sedang di rawat. Kalau anda keluarganya, pasti anda mengetahui hal itu."

Atlan tertegun. Ia tidak tahu kalau yang di rawat itu keluarga Stella. Namun, ia tidak habis akal. "Saya tadi sudah memberitahu kalau Stella orangnya tertutup, termasuk keluarganya. Mereka baru saja pindah ke Indonesia, jadi mereka belum terbiasa dengan negara ini, apalagi dengan semua hal yang ada disini. Saya tahu dan hapal siapa saja keluarga Stella, hanya saja saya tidak tahu siapa yang di rawat. Saya cuman takut mereka ada tidak mengerti mengenai pengobatan saja, niat saya hanya ingin membantu sepupu saya yang tertutup itu. Kalau anda tidak ingin memberitahu, ya tidak apa-apa."

Perempuan ini berdecak, "Kakak Stella yang di rawat dan sudah koma selama kurang lebih satu bulan."

Mendengar hal itu membuat Atlan terkejut. Ia tidak menyangka hal ini yang akan didengarnya. Ini mungkin sebuah informasi yang tidak seharusnya ia dengar atau ia boleh saja mendengar hal ini. Kita mungkin sering bertengkar, tapi kita tetap teman. Jadi, ia tidak salah mendengar informasi ini.

Yang salah itu, tunggu dulu! Satu bulan? Bukannya itu sama dengan lamanya Stella sudah berpindah ke negara ini? Atlan merogoh saku celananya, ia mengambil HP-nya dan mengecek galeri. Ia mencari foto-foto hasil jepretan tidak jelas adiknya.

Mata Atlan melebar melihat tanggal foto itu dan melihat tanggal hari ini. Sudah sebulan lebih dan kakak Stella koma selama satu bulan. Apa memang iya Stella pindah kesini karena kakaknya? Tapi kenapa Stella tidak pernah terlihat sedih ketika di sekolah?

Lagi-lagi Atlan terlihat terkejut ketika matanya tidak sengaja menangkap keberadaan Stella. Ia langsung bersembuyi  -setelah mengucapkan terima kasih- ketika Stella hampir dekat dengan tempatnya. Ia kembali meneliti wajah Stella, otaknya kembali mengingat kejadian yang dulu-dulu.

Untuk pertama kalinya, Atlan sadar mengenai sesuatu. Mengenai bahwa selama ini Stella memiliki beban yang sangat luar biasa berat dan ia selalu mencari masalah dengan Stella. Ia benar-benar merasa berasalah sekarang. Satu lagi hal yang baru ia sadari, yaitu Stella adalah perempuan yang sangat kuat dan mahir menyembunyikan perasaannya.

"Lo terlalu pintar nyembunyiin semuanya, La."

*****

Cerita ini mungkin akan di update setiap hari kalau tidak ada halangan😊

25 September 2017

We're Not Twins, But We're?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang