Jari Atlan menelusuri kaca yang menjadi penghalang antara dirinya dengan minuman yang ada di dalam mesin ini. Setelah menelusuri setiap mimuman, kali ini jarinya sibuk mengetuk kaca. Ia mengernyit, saat sadar apa yang ia lakukan ini percuma dan membuang-buang waktu. Ia seperti ini juga tidak akan membuatnya tahu mengenai minuman yang Stella sukai.
Sudah seminggu ini Atlan bolak-balik rumah sakit, hanya karena rasa penasarannya. Tentu saja ia tidak mengatakan itu ke Stella. Ia mendatangi Stella dengan mengantongi sebuah tugas dan catatan milik teman yang dicurinya, ia tidak mungkin punya catatan pastinya. Ia selalu mengatakan bahwa ia ingin menjadi teman sekelas yang baik.
Sayangnya, kebaikan itu tidak di balas Stella. Stella tetap menolak dan mencuekkannya. Ia selalu mendapatkan kata-kata ketus dari Stella dan selalu saja berakhir dengan pengusiran yang benar-benar menyakitkan hati. Atlan sempat berpikir semua yang di dapatkan ini mungkin karena ia yang tidak tulus untuk menemani dan memberitahu Stella mengenai tugas-tugasnya.
Maka dari itu, dua hari terakhir ia mencoba untuk tulus melakukannya. Tidak terpikir dengan balasan Stella, yang mungkin bisa saja menyelesaikan rasa penasarannya. Ia pikir awalnya akan begitu. Nyatanya sampai akhir, Stella tetap tidak ingin membicarakan mengenai kakaknya. Seperti biasanya, ketika ia mencoba menyinggung tentang hal itu, pasti Stella akan langsung masuk ke dalam ICU setelah mendengar apa yang ia ucapkan, yang mungkin ucapan itu terlalu benar baginya atau Stella tidak mau membahasnya lagi.
Usaha Atlan tidak berhenti disitu, ia juga tidak kehabisan akal atau pun kelelahan. Ia tidak akan menyerah begitu saja.
Tangan Atlan terulur di depan wajah Stella. "Buat lo."
Mata Stella melebar melihat apa yang Atlan berikan, "Lo mau buka warung?!"
Dengan santai Atlan menggeleng. Ia mengambil satu minuman kaleng kepunyaannya, "Gue nggak tahu lo sukanya yang mana. Jadi yaaa, gue beliin semuanya aja."
Stella mendengus, ia menunjuk minuman yang ada di tangan Atlan. "Gue sukanya minuman yang lo ambil itu!!"
Atlan terbatuk mendengar ucapan Stella. Bukan karena kata-katanya, melainkan nada bicara Stella yang terdengar lebih ramah. "Itu 'kan semuanya gue yang ambil, jadi sama aja."
Kedua bola mata Stella memutar, "Maksud gue itu, gue sukanya minuman yang lo mau minum! Ini minuman yang lain rata-rata soda semua, gue nggak suka."
Atlan tidak memedulikan ucapan Stella. Ia malah langsung membuka minuman itu, "Udah minum aja yang lain, nggak tahu terima kasih udah gue beliin sebanyak itu."
"Gue nggak bisa minum minuman yang bersoda, Atlan." Stella cemberut.
Lagi-lagi Atlan terkejut mendengar nada bicara Stella, "Ya udah, minum yang lainnya. Itu 'kan ada yang teh sama jeruk."
Stella tetap menggeleng, "Perut gue nggak bisa minum yang kecut gitu, terus gue juga lagi nggak mau minum teh."
Sumpah!! Ini pertama kalinya Atlan melihat sisi lain dari Stella. Dan ini pertama kalinya ia melihat Stella yang seperti ini. Membuat ia berpikir banyak hal, seperti sifat asli Stella yang mungkin selama ini ditutupi. Ini semua membuat Atlan semakin penasaran dengan hidup dan kepribadian Stella.
Stella tiba-tiba berdiri, "Karena lo udah baik hati beliin minuman untuk gue sebanyak ini, tapi gue nggak bisa minumnya dan hanya bisa minum yang lo mau minum, jadi gue permisi dulu buat beli minuman kayak lo."
Atlan tidak menjawab atau pun mencegah Stella. Ia malah hanya diam dan tidak melakukan apapun. Hanya diam memerhatikan Stella, sambil memegang minumannya.
"Atlan?" Stella mengibaskan tangannya di depan wajah Atlan, "ini minuman yang lain gue bagiin ke orang aja ya? Sayang banget kalau di buang."
Mata Atlan mengerjap, "Lo nggak perlu beli lagi, ini gue bukain minumannya bukan untuk gue minum, tapi untuk lo. Kalau lo mau bagi-bagiin itu minuman, lo boleh aja, itu gue kasih ke lo berarti semuanya milik lo."
Kali ini perasaan yang aneh berganti menyelimuti perasaan Stella, "Terus lo minum apa?"
Atlan tersenyum, satu tangannya mengambil salah satu minuman bersoda. "Walau gue juga nggak suka minuman bersoda, tapi gue bisa minum minuman ini. Hari ini juga panas, jadi nggak apa-apa kalau gue minum ini."
"Seriusan?" Stella masih merasakan sesuatu yang aneh tiba-tiba mendatangi perasaannya.
Atlan mengangguk, ia menyerahkan minuman yang ada ditangannya, "Gue baru sadar, selain banyaknya kesamaan yang terlihat, ternyata kita juga punya banyak kesamaan yang nggak terlihat."
Canggung, Stella menerima minuman itu dengan ragu. Apalagi ia sambil mendengar ucapan Atlan, "Makasih ya," Stella berdeham, "mungkin emang kita ditakdirin buat punya banyak kesamaan."
Kedua ujung bibir Atlan tertarik ke atas, "Lo mau nggak cari tahu lebih jauh apa aja kesamaan yang kita punya?"
Mata Stella berkedip beberapa kali, "Gue lagi nggak mau adu mulut sama lo, jadi lain kali aja. Soalnya, gue udah kecapekan buat ngejaga di rumah sakit, jadinya nggak ada tenaga yang bisa gue sisain buat adu mulut sama lo."
"Kenapa lo selalu di rumah sakit? Emang nggak ada orang lain yang ngejaga, selain lo?" tanya Atlan.
Stella menghela napasnya, ia tidak ingin menjawab hal ini. "Gue bagi-bagiin minumannya dulu ya."
Ops. Ia salah bertanya, "Sebelum lo bagi-bagiin minuman, lo besok harus masuk sekolah, soalnya kita bakalan UTS."
Stella hanya mengangguk, namun ia hanya berdiri di depan Atlan. Ia tidak pergi kemana pun. Matanya menyipit menatap Atlan, "Gue boleh tanya sesuatu?"
Atlan mengangguk, "Tanya aja."
"Kenapa lo selalu ada di rumah sakit? Kenapa juga lo selalu penasaran sama keluarga gue yang lagi di rawat? Gue juga sering nebak sendiri, lo kaya, pasti lo udah cari tahu sendiri dengan uang lo itu tentang gue, terus kenapa lo selalu ada disini?"
Waw!! Atlan sama sekali tidak menyangka Stella akan bertanya mengenai semua ini. Ini pertanyaan yang sangat bagus! Pertanyaan yang bisa membuat hubungan mereka selangkah lebih maju atau bisa saja sebaliknya, menjadi lebih mundur dari sebelumnya.
"Pertama, gue nggak gunain uang punyanya orang tua gue untuk sesuatu yang nggak benar. Kedua, itu semua data pribadi lo yang artinya gue nggak bisa maksa orang buat nyeritain semuanya. Ketiga, gue orangnya terang-terangan, nggak suka main belakang. Gue selalu ke rumah sakit, karena gue tahu semua teman lo, lo larang untuk kesini dan hanya gue nekat kesini. Gue nekat karena gue nggak suka lo sendirian dan gue mau jadi teman sekelas yang baik hati sama lo. Gue kepo sama keluarga lo, karena gue ngerasa ada sesuatu yang lo sembunyiin."
Deg.
Entah kenapa jantung Stella tiba-tiba berdetak tidak seperti biasanya saat mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulut Atlan. Entah kenapa ia bisa langsung percaya mengenai hal itu.
****
Jadi, gue mau cerita. Di kostan gue itu kemasukan tikus😂😂 tikusnya sedang dan kalian harus tahu!! Kalau tikusnya lincah banget, sampai harus pindahin lemari kesana kemari terus gue harus lari kesana kemari, beneran deh!! Dan ini nggak guna banget di ceritain😂😂
26 September 2017
![](https://img.wattpad.com/cover/81319856-288-k946752.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Twins, But We're?
Fiksi RemajaApa jadinya, jika kalian bertemu dengan seseorang yang benar-benar sama dengan kalian? Atlan dan Stella adalah dua orang yang tidak sengaja saling bertemu di satu tempat. Mereka bertemu dengan keadaan dimana apa yang mereka pakai itu sama persis. Da...