Sudah seminggu berlalu dari hari yang sangat membuat Atlan dan Stella bahagia. Stella tersenyum lebar ketika mengingat hari itu. Walau tidak seperti dugaan, keinginan dan angan-angan Stella. Ia dulu menginginkan sesuatu yang romantis, tetap saja semua kejadian waktu itu sangat membekas diingatannya. Stella juga sangat menyukai hal itu dan tidak pernah berhenti berpikir bagaimana bisa Atlan sampai kepikiran membeli pewangi mobil itu untuk menyatakan perasaannya.
Stella menutup wajahnya dengan bantal, ia berguling ke kanan dan ke kiri. "Gue kenapa jadi gila gini sih?!! Ini 'kan udah lewat seminggu, kenapa kepikiran itu mulu?!!"
Tangan Stella sibuk mencari HP yang ia letak 'kan entah di mana, ia baru sadar lupa membalas chat dari Atlan. Gara-gara ketiduran terus mimpi tentang kejadian seminggu yang lalu. Membuat tidurnya nyenyak dan lupa waktu.
Stella memutar badannya menjadi tidak tengkurap. Matanya melebar melihat pukul yang di HP, "Gila!! Udah jam setengah delapan malam aja!"
Belum selesai Stella mengetik balasan pesan untuk Atlan, nama Atlan tiba-tiba muncul di layar HP. Atlan meneleponnya, membuat ia tersenyum lebar dan langsung duduk. Reaksi yang sangat hebat, begitu lah tubuhnya selalu bereaksi kalau sudah mengenai Atlan. Selalu menjadi terlalu semangat dan sedikit berlebihan.
"Dari tadi tidur ya?"
Tanpa salam atau pun kata-kata manis di pembukaan obrolan, membuat Stella terkekeh. Atlan selalu saja langsung ke intinya, "Lo tahu lah kebiasaan gue, sorry ya."
"Beruntung gue bukan tipe cowok yang negatif thinking, ngelihat chat-nya di baca tapi nggak di balas."
"Makin sayang deh." Stella berdiri di atas tempat tidur lalu loncat ke lantai. Tidak ada alasan tertentu ia melakukan ini.
"Lo baru bangun, pasti belum minum obat, makan sama mandi. Jadi lo harus ngelakuin tiga hal itu dulu, baru gue telepon lo lagi atau...."
Stella membuat berbagai ekspresi ketika berada di depan cermin, "Atau apa?"
"Gue ke sana sambil bawain minuman kesukaan lo yang biasanya gue bawa."
Stella berdecak ketika mengingat pukul berapa sekarang, "Nggak perlu sampai ke sini! Besok kita sekolah, entar kalau lo ke sini bisa-bisa gue tidur malam lagi!"
"Iya-iya nggak ke sana. Ya udah, gue tutup dulu. Jangan lupa ngelakuin tiga hal yang gue bilang tadi!"
"Siap Pak Bos!"
Stella mengakhiri obrolan lewat telepon mereka dengan senyuman lebar. Ia lalu merenggangkan tubuhnya ke kanan dan kiri. Ia tidak juga beranjak dari depan cermin, Stella malah sibuk meneliti wajahnya. Matanya menyipit ketika menemukan sebuah jerawat di bagian dekat telinga.
"Ini jerawat bisa-bisanya ada di sini." Stella menggerutu pelan.
"STELLA!!!"
Teriakan tiba-tiba yang memanggil namanya membuat Stella meloncat mundur. Stella mendesis ketika sadar kalau itu suara Ibu, ia pasti akan diomeli sama Ibu atau Papa. Ini sebenarnya bukan salah dirinya sendiri, ia tidak bangun cepat karena alarm yang tidak berbunyi.
Alasan aja sih, Stel. Itu alarmnya bunyi kok, cuman baru beberapa detik bunyi langsung dimatiin. Gimana bisa bangun?
Stella menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. Memang selalu begitu ketika sedang tidur nyenyak dan tidak mau di ganggu. Pasti ia akan mematikan alarm yang menyebabkan ia bangun telat.
Perlahan Stella menuruni anak tangga, ia menjadi lebih takut ketika melihat seluruh penghuni rumah ini berkumpul di ruang tengah. Seakan-akan mereka menunggu Stella yang tidak muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Twins, But We're?
Teen FictionApa jadinya, jika kalian bertemu dengan seseorang yang benar-benar sama dengan kalian? Atlan dan Stella adalah dua orang yang tidak sengaja saling bertemu di satu tempat. Mereka bertemu dengan keadaan dimana apa yang mereka pakai itu sama persis. Da...
