Laki-laki yang masih saja berdiri di belakang Stella tertawa setelah sadar akan maksud ucapan Atlan, "Jadi, cewek cantik ini pacar lo? Kalau gue pinjam bentar boleh nggak?"
"Lo udah gila ya?!" Lio benar-benar merasa bahwa ia melihat orang gila yang nyasar ke sekolahnya.
"Cewek itu bukan barang yang lo bisa pinjam, dia manusia, cuy!" tegur Halim, ia benar-benar tidak suka jika harga diri seorang cewek di jatuhkan.
Laki-laki yang tidak mereka ketahui siapa namanya ini tersenyum miring, "Gue nggak nanya ke kalian ya, gue nanya ke cowok cewek ini. Jadi, lebih baik kalian diam!"
Atlan langsung menarik Stella untuk berdiri di sampingnya, "Sorry, pacar gue bukan barang yang bisa lo pinjam dengan seenak hati lo. Dan gue rasa dia juga nggak akan mau dekat-dekat sama lo, iya, 'kan, La?"
Stella yang ditanyai tiba-tiba terlihat bingung, namun ia tetap mengangguk. Pikirannya hanya berharap kalau ia pergi dari tempat ini secepat mungkin, "Gue juga nggak kenal dia siapa."
Laki-laki ini terkekeh, "Kenalin gue Ali. Jangan ngelupain gue lagi ya, baby. Rasanya sakit loh dilupain."
"Jangan gangguin pacar gue lagi, atau lo berurusan dengan gue!" ancam Atlan, nada ucapannya benar-benar terdengar bahwa ia serius.
Laki-laki yang bernama Ali ini tersenyum miring. "Cewek lo terlalu cantik, jadi gue nggak bisa nahan buat nggak gangguin dia."
"Tlan!" Rian langsung menahan lengan Atlan saat Atlan hampir saja melayangkan pukulannya, "lo bawa Stella ke kelas, biar kita yang ngurus mereka."
Melihat Stella yang meremas tangannya, membuat Atlan terpaksa mengikuti ucapan Rian. Ia harus menahan emosi yang seharusnya bisa di lampiaskannya langsung, kalau saja Rian tidak menahannya tadi. Dan Stella yang tidak terlihat ketakutan seperti ini, mungkin ia tidak akan menuruti ucapan Rian dan mengahajar laki-laki itu. Tunggu dulu, kenapa ia harus emosi?
"Makasih ya, Tlan." Kepala Stella tertunduk membuat Atlan tidak bisa melihat ekspresinya.
"Gue bakalan tepatin ucapan gue waktu itu. Gue juga bakalan ngebantu lo dan selalu ada di samping lo. Jadi, lo nggak perlu takut kayak tadi. Lo harus jadi cewek kuat kayak biasanya." Walau Atlan tidak tahu masalah mereka, ia mencoba untuk memahami keadaan Stella sekarang.
"Gue nggak bisa," Stella menghela napasnya, ia mengangkat kepala dan menatap lurus ke arah mata Atlan, "gue nggak bisa nggak takut sama dia. Gue nggak bisa jadi cewek kuat kayak yang lo maksud, kalau ada dia. Gue... nggak bisa, Tlan."
Atlan memegang kedua bahu Stella, "Kalau gitu, lo harus kasih tahu gue setiap lo ketemu sama dia, biar apa yang lo takutin itu nggak menjadi kenyataan."
Stella mengangguk lemah, "Maaf, gue jadi ngerepotin lo."
Atlan tersenyum, "Nggak apa-apa, santai aja. Lo pacar gue, 'kan? Jadi, ya nggak masalah kalau lo ngerepotin gue hehehe."
Mata Stella langsung melebar mendengar ucapan Atlan. Ia baru menyadari sesuatu, "Sejak kapan gue pacar lo?!"
Atlan pura-pura berpikir, "Sejak beberapa menit yang lalu."
Satu cubitan mendarat sempurna di lengan Atlan, "Jangan ngarep ya!! Gue nggak ada mengiyakan kalau lo pacar gue!!"
Atlan langsung memegang pergelangan tangan Stella, saat Stella kembali ingin mencubitnya. "Santai dong, jangan salting gitu."
Stella melotot, "Yang salting siapa?! Gue salting?! Ya kali!!!"
Atlan tertawa pelan, "Kita pacaran kalau di depan dia aja, kalau di belakang dia mau pacaran juga nggak apa-apa."
"Jangan berharap ya!" Stella cemberut.
Dengan satu gerakan, Atlan merangkul Stella. "Tapi ya, kita ketemu dia cuman di sekolah, jadinya nggak asyik. Gue nggak mungkin bisa pacaran di sekolah."
Karena Atlan belum juga melepaskan rangkulannya, Stella menginjak kaki Atlan. Tidak terlalu kuat, tidak terlalu pelan juga. Bayangkan saja sendiri jadinya gimana, "Lebih baik, gue nggak pernah ketemu sama dia! Di mana pun itu! Biar gue nggak ketakutan dan nggak jadi pacar lo!"
Atlan tertawa pelan, tangannya refleks menepuk puncak kepala Stella. "Gue nggak pernah ngelihat dia sebelumnya, dia anak baru?"
Stella mengangkat kedua bahunya, ia memang tidak tahu. "Gue cuman tahu dia lebih tua satu tahun dari kita."
"Jadi," Atlan sengaja menggantung ucapannya, "lo emang nggak kenal sama dia?"
Stella menghela napas, "Gue emang nggak kenal sama dia, eh maksudnya nggak pernah kenalan sama dia. Tapi, gue pernah ketemu sama dia, terus gue tahu siapa dia, terus yah gitu deh! Gue malas bahasnya!"
"Dia mantan lo?" Atlan langsung buru-buru mencari kata-kata yang bisa Stella pahami, kalau ia sebenarnya tidak masalah kalau laki-laki itu mantannya Stella, "gue cuman pensaran aja, kalau dia mantan lo juga nggak apa-apa sih. Apalagi kalau lo masih suka sama dia, gue ya nggak masalah."
Stella mendengus mendengar ucapan Atlan, "Gue aja nyesa banget pernah ketemu sama dia. Kalau bisa nih, gue mau banget mutar waktu terus nggak ketemu sama dia dan semua yang gue alami nggak pernah terjadi, gue pengen banget kalau bisa."
"Oh, jadi dia bukan mantan lo?" Atlan merutuki dirinya karena masih saja bertanya, "gue cuman mau pastiin, bisa aja lo kesal sama dia, nah dia kesini mau minta maaf sama lo atau balikan gitu."
"Gue bukan mantan dia, jadi stop bahas dia!" kesal Stella.
"Jadi, dia siapa?" Atlan mengumpat dalam hati, belum saatnya ia bertanya seperti ini.
Stella langsung melayangkan tatapan paling tajamnya, "Gue belum bisa kasih tahu lo sekarang, mungkin lain kali. Jadi, jangan bahas dia lagi!"
"Iya iya," Atlan cemberut, ia baru teringat sesuatu, "bilang ke sopir lo, kalau nanti lo pulang bareng gue."
Kaki Stella langsung berhenti melangkah. Matanya menyipit, "Lo mau nyari kesempatan ya?!"
Sabar Atlan, sabar. Menolong orang dan berbuat baik itu memang tidak mudah. "Nggak lah! Gue mau ngantar lo pulang itu biar kelihatan kalau kita memamg pacaran! Lagi pula, ada adik gue di mobil, jadi jangan pikir aneh-aneh dulu."
Stella tetap menyipitkan matanya, "Karena gue nggak mau ketemu sama dia, apalagi bermasalah atau di sapa dia, so gue bakalan pulang sama lo."
Tinggal bilang iya aja, susah banget! Atlan mencibir pelan, namun ia tetap saja tersenyum dalam kekesalan yang tercipta di hatinya. "Lo bisa tenang, selama ada gue, dia nggak akan bisa nyentuh lo. Lo nggak perlu takut lagi sama dia, akan ada gue yang selalu di samping lo."
***
7 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Twins, But We're?
Ficção AdolescenteApa jadinya, jika kalian bertemu dengan seseorang yang benar-benar sama dengan kalian? Atlan dan Stella adalah dua orang yang tidak sengaja saling bertemu di satu tempat. Mereka bertemu dengan keadaan dimana apa yang mereka pakai itu sama persis. Da...