Part 11

3K 355 2
                                        

Gemericik air yang terdengar di sekitar lapangan mengiringi setiap gesekan antara rumput dan alas sepatu Atlan. Gesekan itu membuat air terciprat kemana-mana, sehingga menyebabkan sepatu dan kakinya kotor. Ia tidak terlalu memedulikan mengenai hal itu, ia malah semakin bersemangat bermain bola kaki. Semangatnya semakin membara ketika mengiring bola.

Kali ini, ia hanya ingin melampiaskan perasaannya selama ini. Ia juga ingin melepaskan perasaan penasaran yang menghantuinya selama ini. Atlan tidak ingin rasa penasaran itu membuatnya melakukan sesuatu yang tidak biasa dan aneh, sehingga membuat ia merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Lo kenapa sih?" heran Rian.

Dengan sekali tendangan, bola yang di giring Atlan masuk ke dalam gawangnya. "Gue nggak kenapa-kenapa."

Lio yang berada di dekat gawang, langsung mengambil bola dan menendang bola itu ke arah Halim. "Dia itu lagi dimabuk cinta, eaaa."

Dengan sangat tidak santai, Atlan merebut bola dari Halim lalu menendang bola itu ke Lio, membuat Lio terdiam karena dilewati bola dengen kecepatan yang cukup cepat.
"Ngasal aja lo!"

"Kalau nggak itu, jadinya apa, Tlan?" Halim menepuk pundak Atlan pelan, "Lio nebak gitu karena lo nggak cerita ke kita."

"Belakangan ini gue cuman penasaran sama Stella," Mata ketiga temannya langsung menatap Atlan curiga, membuat ia berdecak. "Bukan penasaran karena gue suka sama dia, tapi karena gue ngelihat dia itu ngejaga keluarganya terus-terusan, emangnya dia nggak punya ortu apa? Atau keluarganya yang lain?"

Lio, Halim dan Rian saling melirik satu sama lain. Membuat Atlan yang tidak mengerti apa-apa melihat mereka curiga. Ada sesuatu yang tidak ia ketahui dan itu semua ada hubungannya dengan Stella.

Halim berdeham pelan. Ia menatap Atlan tidak percaya, "Lo nggak tahu kalau keluarga Stella itu yang di Indonesia cuman dari Mamanya?"

Atlan menggeleng, "Berarti dia tetap ada keluarga disini, kemana aja mereka?"

"Mamanya cuman punya satu adik." Rian menambah informasi yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Atlan.

Atlan berdecak kesal, "Kalau cuman satu, seharusnya adiknya itu bantuin keluarga Stella atau seenggaknya gantian jagain keluarga Stella!"

"Stella itu piatu," ucap Halim.

Ucapan Halim mampu membungkam Atlan, hingga membuat Atlan tidak bisa bicara apapun lagi. Tubuhnya terasa kaku ketika mendengar fakta yang baru saja diucapkan Halim. Kepala Atlan menggeleng pelan, sedikit tidak percaya. Hanya saja, ketika ia melihat wajah Halim, ia bisa melihat sebuah tanda bahwa Halim serius dan hal ini juga bukan sesuatu bahan untuk di buat menjadi sebuah candaan.

"Lo tahu artinya, 'kan?" tanya Rian.

"Gue..." Mata Atlan menatap ketiga temannya bergantian, "gue harus pergi."

Tanpa menunggu jawaban dari ketiga temannya, Atlan langsung berlari keluar dari lapangan ini. Ia langsung masuk ke dalam mobilnya, masa bodoh dengan sepatu juga kakinya yang masih kotor. Kalau mobil ini kotor, ya tinggal di cuci. Yang terpenting adalah ia harus menemui Stella sekarang juga.

Beberapa kali Atlan mengklakson mobil-mobil yang menghalangi jalannya. Kenapa jalanan ini selalu saja macet?! Membuat ia tidak bisa cepat sampai ke rumah sakit yang ditujunya.

Masih saja ada cobaan, ketika ia sampai di rumah sakit, ia harus mengelilingi tempat parkir hanya untuk memakirkan mobilnya. Atlan menggerutu ketika tempat yang sudah ia incar diambil oleh orang lain. Ia harus menarik napas lalu menghembuskannya perlahan berulang kali, agar tidak berteriak dan berkata kasar dengan orang-orang yang tidak mau mengantri dan merebut milik orang lain.

Ketika ia menemukan tempat, ia langsung memakirkan mobilnya. Walau sedang terburu-buru ia tetap memakirkan mobilnya dengan rapi. Soalnya, ia tidak ingin mengambil lahan orang lain. Kalau ia tidak memakirkan mobil dengan rapi, bisa saja orang lain tidak dapat tempat parkir.

Tunggu dulu, kenapa ia harus terburu-buru? Karena pikiran itu baru terlintas diotaknya, membuat Atlan sedikit kesal. Mungkin sekarang yang harus ia lakukan adalah mengganti celana dan sepatu. Beruntung sekali hari ini ia tidak membawa mobil kecil, jadinya ia bisa leluasa berganti baju.

Setelah berganti baju, Atlan menunggu selama beberapa menit terlebih dahulu baru ia turun dari mohil. Sebelum menuju ICU, ia berhenti di mesin minuman. Ia membeli dua minuman kesukaannya dan Stella. Kedua ujung bibir Atlan sedikit tertarik ke atas, ketika ia melibat kedua minuman kesukaan mereka sudah berada ditangannya.

Dengan santai, Atlan melangkah ke ruang ICU. Beberapa orang melihat ke arahnya bingung, mungkin karena ia yang masih tersenyum. Ah, kenapa juga ia masih tersenyum?

"Atlan?" Suara Stella berasal dari arah belakangnya, membuat Atlan harus memutar badan, "lo ngapain disini? Jangan bilang mau ngasih tugas, karena tadi gue sekolah. Nggak mungkin ada tugas dadakan yang di kasih cuman sama lo doang."

Kedua ujung bibir Atlan kembali terangkat ke atas ketika mendengar nada suara Stella yang semakin hari semakin terdengar mengenakan. Tangannya terulur memberikan minuman yang ia beli sebelumnya, "Gue cuman mau ngasih ini."

Stella menerima minuman itu dengan tatapan bingung. Keningnya mengerut, "Cuman mau ngasih ini? Lo emang sering nggak ada kerjaan ya?"

"Bukan cuman itu aja," Kali ini Atlan tersenyum penuh arti. Matanya melirik seseorang yang sudah ia hubungi sebelumnya, "Bu Rania!"

Stella semakin curiga ketika melihat seorang wanita yang mungkin umurnya sekitar 30an mendatangi mereka. Apalagi wanita itu mengenali Atlan dan mereka berdua terlihat akrab.

Setelah selesai menyampaikan tujuan ia memanggil Bu Rania, Atlan kembali menatap Stella. "Nah! Ayo makan!"

"Tunggu dulu!" Stella menatap Ibu Rania dengan bingung, "Ibu diminta apa sama Atlan?"

"Gue cuman minta dia buat jagain keluarga lo selagi lo makan dan ganti baju. Terus istirahat," Atlan memutar badan Stella, "tenang aja, dia orang baik, dia nggak akan ngapa-ngapain keluarga lo. Dia itu yang bantuin Mama gue di rumah dari ortu gue nikah."

Stella mengehentikan langkahnya, "Terus, kenapa lo harus manggil dia kalau lo cuman mau ngajak gue makan? Makan ngg...."

Satu jari telunjuk Atlan menempel di depan mulut Stella, "Gue nggak mau lo makan aja. Gue mau ngantar lo ke rumah, terus lo istirahat dan tidur. Besok pagi lo baru kesini lagi. Bu Rania bakalan ngasih tahu segala perkembangan di rumah sakit ke lo, setiap jam."

Kening Stella mengerut, kenapa Atlan bersikap seperti ini?

*****

Entah kenapa, waktu aku nulis part ini, aku keinget KBQR😭 dan rasanya nyaman wkwkwk

27 September 2017


We're Not Twins, But We're?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang