Part 19

2.2K 292 2
                                    

Setelah selesai melihat-lihat hewan yang ada di Taman Safari. Atlan mengajak Stella untuk mengunjungi kawasan Little Venice. Wajah antusias Stella langsung terukir ketika Atlan membeli tiket masuk. Senyuman Stella tidak pernah hilang dari wajah cantiknya.

Tanpa Stella sadari, Stella mengenggam tangan Atlan saat mereka sudah mendapatkan tiket. Ia langsung mengajak Atlan untuk menaiki gondola. Karena melihat Stella yang sangat antusias, membuat Atlan juga tidak bisa berhenti untuk tidak tersenyum.

"Kalian pasangan baru ya?" tanya petugas yang mendayung gondola.

Atlan melirik Stella yang bersikap pura-pura tidak mendengar pertanyaan petugas. Stella terlihat asyik sendiri, membuat kedua bahu Atlan terangkat. "Bisa di bilang gitu, bisa juga nggak."

Petugasnya terkekeh mendengar jawaban Atlan, "Cinta bertepuk sebelah tangan ya?"

Atlan tampak terlihat berpikir, namun ia menggeleng. "Nggak senyesek itu kisah kami. Kami cuman belum nemuin arti dari hubungan yang lagi di jalanin aja."

"Atlan!"

Panggilan Stella membuat kepala Atlan refleks menghadap ke arahnya kembali. Takut-takut Stella marah karena tidak menuruti ucapannya untuk mengaku bahwa mereka adalah saudara kembar, maka dari itu Atlan memperlihatkan senyuman lebarnya. Ahli-ahli marah, Stella malah memberikan HP-nya dan menyengir.

"Fotoin gue ya," ucap Stella dengan wajah polosnya.

Atlan yang sudah salah memprediksi sikap Stella, malah jadi salah tingkah. Ia memfoto Stella yang sudah berpose layaknya seorang model, membuat Atlan berdecak. Bukan karena malu, melainkan Stella yang jadi pusat tontonan laki-laki yang mereka lewati. Aura kecantikan Stella memang mampu memikat mata laki-laki yang berada di sekitarnya, termasuk petugas dan tentunya, Atlan.

"Udah ya, nggak usah alay. Gue malu." Atlan kembali berbohong.

Stella cemberut, ia menatap ke arah petugas yang sedang mendayung gondola. "Pak, boleh minta tolong fotoin kita berdua, nggak?"

"HA?!" Atlan cukup di buat terkejut mendengar permintaan Stella.

Petugas itu mengangguk, membuat Stella langsung memberikan HP-nya. "Ayo, duduk berdua biar saya fotoin."

"Lo mau ngapain?!" tanya Atlan curiga, ketika melihat Stella yang menarik-narik jaketnya.

Stella menatap Atlan tajam, "Buat kenangan kalau kita pernah kesini berdua! Ayolah, Tlan!! Gue nggak minta yang aneh-aneh kok, cuman foto berdua. Biar nanti bisa gue kasih tahu ke Papa, kalau gue punya kembaran!"

Atlan melongo mendengar ucapan Stella. Stella bilang mau memberi tahu Papanya mengenai dirinya? Itu sama saja secara tidak langsung memperkenalkan dan menceritakan kedekatan mereka! "Nggak mau! Gue nggak suka foto!"

"Bohong!" Stella cemberut, "Gue 'kan follow IG lo! Di sana, foto lo banyak banget! Jadi, itu yang lo maksud nggak suka foto?!"

Atlan menggaruk tengkuknya, terpaksa dengan hati yang berat, Atlan berpindah tempat duduk menjadi di samping Stella. "Sekali aja ya."

"Yang banyak ya Pak fotonya." Stella tidak menuruti ucapan Atlan.

Stella mau belas dendam dengannya ya? Gara-gara tadi ia tidak menuruti ucapan Stella, makanya sekarang Stella balas dendam. Atlan hanya bisa menggeleng tidak mengerti dengan sikap Stella sekarang. Yang terpenting dari semua ini adalah melihat Stella kembali seperti biasa dan senyuman Stella.

Stella beberapa kali mengucapkan terima kasih karena petugasnya benar-benar mendapatkan foto yang sangat disukainya. Atlan yang menyaksikan hal itu hanya bisa menggeleng dan diam. Ia tidak tega melarang Stella melakukan semua hal itu. Bahkan, ia menururi kemana pun kaki Stella melangkah. Dengan hati yang tulus, Atlan beberapa kali menjadi fotografer Stella. Setidaknya, ia bisa melihat Stella tersenyum lebih sering dari hari biasanya.

"Mau ke tempat lain lagi?" tawar Atlan saat mereka sudah puas berkeliling.

Stella mengangguk, ia sangat bersemangat untuk melihat tempat lainnya yang belum pernah ia kunjungi. "Dengan senang hati, tanpa paksaan, gue mau!!"

Jika, saat pertama kali masuk ke tempat ini Stella yang terlebih dahulu mengenggam tangan Atlan, maka sekarang kebalikannya. Atlan yang mengenggam tangan Stella dan dengan senang hati, membuka 'kan pintu untuk Stella. Stella maupun Atlan tidak ada yang sadar dengan sikap mereka yang sangat-sangat berbeda ketika berada di sekolah.

Mereka seakan-akan menjadi sepasang kekasih dan jalan-jalan seperti ini merupakan rutinitas yang sudah sering mereka lakukan. Membuat mereka berdua sama sekali tidak risih, kalau salah satu dari mereka melakukan hal seperti layaknya sepasang kekasih. Mengenggam tangan atau mencubit pipi atau menarik hidung pasangannya. Semuanya terlihat seperti sesuatu yang biasa, bahkan tidak ada yang menolak perlakuan seperti itu.

"Tinggi ya tempatnya," gumam Stella.

Gumaman Stella memang pelan, tapi berhasil di dengar Atlan. Membuat kening Atlan mengerut, "Ini Puncak Pass, La. Kalau tinggi, memangnya kenapa?"

Stella menggeleng dengan senyumnya. Ia tidak mau membuat Atlan khawatir atau curiga, "Gue cuman baru sadar aja kita di Puncak, makanya gue ngomong gitu."

Atlan masih tetap melirik Stella dengan tatapan bingungnya. Aneh. Stella seperti menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Membuat Atlan masih tetap menatap Stella dan tidak juga keluar dari mobil, walau mereka sudah sampai di tempat yang di tuju dari tadi.

Stella melirik Atlan masih dengan senyum yang terukir di wajahnya, "Lo nggak mau turun? Gue mau turun nih. Percuma aja kita kesini, kena macet terus cuman di dalam mobil aja."

"Lo nggak apa-apa?" Atlan masih curiga dengan Stella, ia sangat yakin kalau Stella menyembunyikan sesuatu darinya.

Stella mengangguk, "Gue nggak apa-apa, memangnya gue kenapa?"

Atlan tetap diam. Ia meneliti wajah Stella, mencoba mencari tahu apa yang di sembunyikan Stella. Namun, ia tetap tidak menemukan hal itu. Membuat perasaan gelisah dan khawatir tiba-tiba menghantui dirinya.

"Gue turun ya." Stella langsung membuka pintu mobil dan meninggalkan Atlan sendirian.

Atlan dapat melihat Stella yang merapatkan jaketnya, wajah Stella yang tiba-tiba terlihat pucat dan tubuh Stella yang bergetar, itu semua dapat Atlan lihat. Walau begitu, Stella tetap melangkah maju dan senyuman tetap terukir di wajah pucatnya itu.

Tanpa menunggu hal buruk terjadi, Atlan langsung turun dan mengejar Stella. Tangannya langsung mengemggam tangan Stella yang sudah sangat dingin. Walau keadaannya sudah terlihat buruk, Stella masih saja bisa menatapnya dengan senyuman.

Mata Stella mengerjap beberapa kali, "Kenapa, Tlan?"

"Jujur sama gue, sekarang lo mau apa, La?" Tatapan Atlan menajam, karena ia dapat melihat bahwa Stella akan berbohong lagi.

Stella menghela napas, "Pulang."

Atlan yang melihat tubuh Stella yang kembali bergetar hebat, langsung membuka jaketnya dan memakaikan jaket ke tubuh Stella. Telapak tangan Stella langsung ia gosokan dengan tangannya, beberapa kali ia meniup tangan Stella. Hingga suhu tangan Stella hangat, Atlan mengajak Stella untuk masuk ke dalam mobil.

Tanpa bertanya lebih lanjut, Atlan langsung melajukan mobilnya, pergi dari tempat ini. Ia menahan rasa penasaran ketika melihat Stella yang beberapa kali kesulitan bernapas. Sekarang yang ia pikirkan adalah sampai ke rumah Stella secepatnya.

****

5 Oktober 2017

We're Not Twins, But We're?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang