Atlan menepati janjinya untuk menjemput Stella di rumah pukul 8 pagi. Stella yang memang sudah menunggu Atlan, membuat ia langsung keluar rumah ketika mobil Atlan berhenti tepat di depan rumahnya. Tanpa menunggu Atlan yang menyuruhnya masuk, Stella langsung masuk ke dalam mobil Atlan.
Hal pertama yang ia lakukan adalah menarik napas dalam-dalam dan menikmati aroma mobil ini. Lalu, Stella melihat sekeliling dan setiap sudut mobil ini. Senyuman yang menyiratkan kesedihan terukir manis di wajahnya. Setetes air mata berhasil lolos dari mata indah Stella.
Atlan yang melihat itu langsung mengambil tisu dan memberikannya ke Stella, bukannya menghapus air mata, Stella malah memejamkan mata dan mengenggam tisu itu erat-erat. Masih dengan senyumnya dan air mata yang perlahan mengalir dari mata indah Stella.
Karena Atlan merupakan tipe cowok yang tidak menyukai seseorang cewek menangis di depannya, maka dari itu tangannya refkeks terulur menghapus air mata yang turun dari mata Stella. Kedua tangan Atlan menangkup wajah Stella, membuat mata Stella terbuka. Atlan tersenyum, "Udah selesai acara rindu-rindunya?"
Mata Stella mengerjap beberapa kali. Ia perlahan menjauhkan tangan Atlan dari wajahnya. "Maaf ya, mobil lo ngingatin gue sama Bang Axel."
"Santai aja, gue cuman nggak mau kita pergi tapi lo masih nangis," Satu tangan Atlan mengambil sesuatu dari pintu mobilnya, sebuah minuman dan makanan ringan, "untuk nemanin lo di jalan."
Stella menerima kedua benda itu dengan hati-hati. Ia masih menatap ke arah minuman kaleng yang selalu Atlan berikan, "Gue nggak nyangka kalau lo selalu ingat minuman ini."
"Gimana gue nggak ingat, kalau lo minumnya itu terus?" Atlan beralasan, padahal ia memang sengaja mengingat apa saja yang Stella suka.
"Makasih ya," kali ini Stella tersenyum lebih manis dari sebelumnya, buhkan tersenyum karena rasa sedih, melainkan bahagia, "makasih karena mau ngingat hal kecil tentang gue dan makasih karena sudah mau ngebuat gue senang."
"Gue cuman nggak suka aja ngelihat cewek yang di larut kesedihan terus menerus." Atlan kembali beralasan, ia tidak mengutarakan alasan yang sesungguhnya.
Tidak mungkin ia mengutarakan apa isi hatinya. Kalau ia mengutarakan yang sebenarnya, bisa-bisa Stella menjauh darinya. Padahal Atlan sendiri saja tidak mengerti mengapa ia bisa seperti ini. Mungkin, ini karena naluri dalam dirinya yang ingin menepati ucapan yang sudah ia ucapkan di depan Stella, walau mungkin Stella sudah melupakannya.
Stella baru tersadar akan sesuatu. Ia melirik ke arah Atlan, "Gue mau nanya deh, kenapa lo selalu ngikutin apa yang gue pakai, bahkan sampai apa yang gue lakuin?"
Atlan terbatuk mendengar pertanyaan Stella, "Udah berapa kali gue bilang, La. Gue nggak ada niat buat ngelakuin dua hal itu, gue pakai apa aja yang ada di depan gue dan ngelakuin apa yang ada di pikiran sama hati gue."
Stella mengangguk paham, "Gue tahu baju kita banyak yang sama, tapi coba deh jangan pakai barengan atau ngikutin yang gue pakai gitu."
Atlan baru tersadar akan maksud ucapan Stella. Ia melirik ke arah bajunya dan baju Stella, sama-sama kaos dengan warna dan motif sama. "Mungkin, lo harus pakai baju yang lebih ke cewek kalau jalan sama gue. Jadi, baju kita nggak akan sama. Nggak mungkin 'kan gue pakai baju cewek? Apalagi pakai rok atau gaun gitu."
Stella tertawa pelan, ia membayangkan kalau Atlan memakai baju seperti itu. "Gue cuman punya baju gitu untuk ke pesta, yang lainnya celanaan semua. Kalau gue pakai baju gitu untuk jalan gini, rasanya gue saltum deh."
"Lo udah punya banyak kosakata baru ya," Atlan melirik Stella, memperlihatkan senyumnya. "Lo ambil tas yang ada di belakang deh."
Mata Stella melirik ke kursi belakang, "Tas belanjaan ini?"
"Iya," Atlan melirik Stella yang menururi ucapannya, "lo pakai ya, soalnya udara di sana pasti dingin dan lo pakai kaos selengan. Gue nggak mau lo kedinginan."
Stella mengambil jaket yang di maksud Atlan. Keningnya mengerut saat melihat ada dua jaket yang sama persis. "Lo juga pakai jaket ini?"
Atlan menyengir, "Soalnya gue nggak tahu model apa yang lo suka, jadi ya gue beliin apa yang gue suka dan gue mau."
"Entar kalau kita di bilangin anak kembar gimana? Masa dari baju sampai sepatu kita sama." Stella tiba-tiba terpikir kalau ada ibu-ibu yang mendatangi mereka, lalu menanyakan tentang apa yang mereka gunakan, terus mereka mengatakan kalau mereka adalah anak kembar yang kesasar.
"Bilang aja kita couple," jawab Atlan asal.
Jawaban asal Atlan membuat mata Stella melebar, "Kayaknya lebih baik bilangin kalau kita kembar deh. Walau umur kita udah segini, nggak apa-apa 'kan kalau anak kembar masih mau pakai baju yang sama?"
Atlan menatap ke arah Stella. Satu alisnya terangkat menatap Stella, "Memangnya kenapa kalau kita couple?"
Stella langsung mengalihkan tatapannya ke arah yang lain, "Itu udah giliran kita beli tiket!"
"La."
"Ah! Kenapa kita nggak beli wortel?! Gue mau kasih makan hewan disini, jarang-jarang loh gue ke Taman Safari."
"Stella."
"Atlan, kasihan mobil yang di belakang kita."
Atlan tertawa pelan melihat Stella yang salah tingkah. Dengan terpaksa, tanpa mendapat jawaban, Atlan membeli tiket untuk mereka berdua dan mengambil sesuatu dari tempat duduk belakang. Lima ikat wortel.
"Gue udah nyiapin sebelum jemput lo." Atlan masih berusaha mencoba untuk membuat Stella menatap ke arahnya.
Stella menerima wortelnya tanpa menatap ke arah Atlan. Ia masih belum bisa menatap ke arah Atlan, "Itu uang tiketnya mau sekarang di ganti atau nanti?"
Perkataan Stella kali ini benar-benar membuat Atlan menggeleng tidak mengerti, "Gue yang ngajak, berarti gue yang bayarin semua hal yang mau kita lakukan hari ini."
Stella mengangguk paham, "Bagus deh, uang tabungan gue juga lagi kritis, jadi gue nggak akan ngotot mau ngebayar. Oh ya, makasih ya."
"Coba kalau ngomong makasih itu, orangnya di tatap." Atlan sengaja memancing Stella.
"Wah! Atlan lihat nih!! Ini nama hewannya apa?!" Lagi-lagi Stella mengalihkan topik pembicaraan, "Lihat nih!!! Mereka mau makan wortelnya!!"
Atlan tersenyum lebar, hatinya merasakan sebuah kehangatan ketika melihat wajah antusias Stella dan senyuman Stella setiap melihat hewan yang mendekati mobil mereka. Beberapa kali Stella benar-benar tertawa, tertawa tidak terpaksa, saat beberapa hewan menyerbu wortel yang di pegangnya. Bahkan Stella sampai tertawa puas, saat salah satu hewan memasukan mulutnya ke dalam mobil.
Mereka akhirnya selesai berpetualang, Stella menghembuskan napas. Ia benar-benar terhibur, "Kita mau ngapain lagi?"
Kening Atlan mengerut, "Lo mau makan atau main wahan di sini?"
Mata Stella langsung melihat peta yang diberikan petugas sebelumnya. "Gue sih lapar."
"Kita makan dulu, baru main." Atlan langsung mengambil keputusan.
Stella menggeleng pelan, "Gue cuman mau makan, nggak mau main."
"Kenapa?" heran Atlan.
"Gue nggak suka dingin. Dari pada main, mendingan kita ngelihat hewan yang ada di sini," jelas Stella.
Atlan menatap Stella curiga, hanya saja ia tidak bisa memaksa karena Stella sepertinya tidak mau mengatakan alasannya lebih rinci. "Kalau itu mau lo, maka itu yang bakalan kita lakuin."
"Makasih ya."
****
4 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Twins, But We're?
Novela JuvenilApa jadinya, jika kalian bertemu dengan seseorang yang benar-benar sama dengan kalian? Atlan dan Stella adalah dua orang yang tidak sengaja saling bertemu di satu tempat. Mereka bertemu dengan keadaan dimana apa yang mereka pakai itu sama persis. Da...
