Sambil menunggu Bibi Stella sampai, Atlan menyempatkan dirinya untuk mengotak-atik isi HP-nya. Di galeri HP ini terlalu banyak foto Gia dan hampir 1000 lebih itu foto dia sendiri dengan pose yang berbeda. Atlan menggeleng kasihan dengan HP-nya yang terlalu banyak menyimpan foto aneh dan tidak bermanfaat. Matanya tidak sengaja melirik Stella yang tertidur pulas, sifat iseng dan ide bagus muncul. Ia mengarahkan kamera HP-nya ke wajah Stella dan mengambil foto Stella beberapa kali.
Senyum lebar terukir di wajah Atlan ketika melihat hasilnya, "Cantik."
Entah karena keisengannya atau Atlan memang menyukai wajah polos Stella, ia kembali mengambil foto Stella yang sedang tertidur. Bunyi pintu yang di buka tiba-tiba membuat Atlan kalang kabut, ia segera menyimpan HP-nya, takut-takut yang muncul malah Papa Stella bukannya Bibi Stella atau suster di sini. Entar ia dikira sedang melakukan hal yang aneh-aneh ke Stella, bisa dilaporkan ke polisi kalau sudah berpikiran seperti itu.
"Maaf banget jadi kelamaan jaga Stellanya, tadi saya bingung mau bawa baju apa aja untuk Stella," ucap Bibi ketika menyadari keberadaan Atlan.
Lebih lama lagi malah tambah bagus, 'kan gue jadi bisa fotoin Stella lagi. Atlan tersenyum mengerti, "Santai aja Bi, nggak apa-apa. Rumah saya juga nggak jauh-jauh banget dari sini, saya juga cowok, jadi tenang aja."
Bibi tetap terlihat tidak enak, "Tetap saja, saya nggak keenakan ninggalin Stella sendirian kelamaan."
Atlan berdiri, ia mendekati Bibi untuk bersalaman. Ia juga harus pulang, mungkin.
"Udah ya Bi, nggak usah nggak keenakan gitu. Saya teman Stella juga, jadi santai aja. Saya pamit pulang ya, Bi." Bibi mengangguk, Atlan teringat sesuatu, "Oh ya, kalau Bibi mau pergi terus ninggalin Stella sendirian, kasih tahu saya aja ya. Soalnya nggak baik ninggalin orang sakit sendirian."Ucapan Atlan malah menambah perasaan bersalah yang dirasakan Bibi, "Maaf ya, besok-besok saya kasih tahu dan nggak akan ninggalin Stella sendirian lagi."
Sekarang keadaan menjadi terbalik, melihat ekspresi bersalah Bibi membuat Atlan kebingungan sendiri. Mungkin, jalan terbaik untuk menyelesaikan obrolan yang sangat tidak nyaman ini adalah ia pulang ke rumah. "Saya pulang dulu ya, Bi."
"Hati-hati ya," pesan Bibi.
Baru saja Atlan melangkah beberapa langkah dari tepatnya berdiri, ia mendengar Stella yang mengigau. Membuat Atlan memutar badannya dan melangkah ke arah tempat tidur Stella. Ia tertegun melihat wajah Stella yang sudah basah karena keringat. Keringat itu tidak juga berhenti saat Stella selesai mengigau, bulir-bulir keringat masih saja keluar dari pori-pori kulit Stella.
Bibi yang melihat itu cepat mengelap keringat Stella, "Dia sering mimpi buruk, setiap malam."
Mata Atlan melebar, "Mimpi buruk? Setiap malam?!"
Bibi menghela napas berat, sorot matanya terlihat ia sangat menyayangi Stella dan ia takut mimpi buruk yang diderita Stella tidak bisa berhenti. "Selalu, dia nggak mau ceritain apa mimpinya ke kita. Stella cuman mau cerita ke Abangnya."
Tangan Atlan bergerak mengenggam tangan Stella yang sudah bergerak gelisah. Ia kembali duduk dan membatalkan niatnya untuk pulang, mungkin malam ini ia akan menginap di sini. Matanya kembali menatap ke arah Bibi, "Bi, biar saya saja. Bibi bisa istirahat sekarang, saya yakin Bibi juga sudah ngantuk."
"Kamu nggak jadi pulang?" heran Bibi.
Atlan menggeleng, ia kembali menatap Stella. "Saya janji mau nemanin selalu kalau dia lagi ketakutan seperti ini."
Dengan tidak enak hati, Bibi menyerahkan sapu tangannya ke Atlan. "Makasih banyak ya, semoga dengan kehadiran kamu, Stella bisa lebih tenang dan terbuka ke kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Twins, But We're?
Teen FictionApa jadinya, jika kalian bertemu dengan seseorang yang benar-benar sama dengan kalian? Atlan dan Stella adalah dua orang yang tidak sengaja saling bertemu di satu tempat. Mereka bertemu dengan keadaan dimana apa yang mereka pakai itu sama persis. Da...