Ribut

6.8K 437 81
                                        

Kinal Pov

Rasanya sangat melelahkan kemarin itu. Kegiatan bersama member K3 mengharuskan aku untuk meninggalkan kedua orang yang sangat kusayangi.

Hari ini aku harus ikut pergi ke Banjarmasin untuk menemani member K3 yang memang jadwalnya makin lama makin banyak dari tim lain. Mereka sering di minta untuk hadir di sebuah acara, meski sesekali ada member K3 yang tidak bisa ikut dan di gantikan oleh member tim J atau T.

Ku lihat Ve sudah menyiapkan satu kotak makanan untuk ku bawa. Karena dia tahu, aku sering kelaparan saat dalam perjalanan jauh. Ku masukkan kotak itu di dalam tas ransel yang ku bawa. Aku juga membawa koper hijau yang dulu sering menemaniku ke luar kota bersama member JKT48. Dan ternyata sekarang masih sama, hanya berbeda sedikit. Jika dulu aku member, sekarang aku pelatih sekaligus manager dari tim K3.

"Nay, udah di masukin semua?" Pertanyaan bidadariku menghentikan pandanganku yang mengecek kembali barang bawaanku.

"Udah kok sayang. Juven bobo?" Tanyaku menatapnya yang sedang memakan sarapan. Dia mengangguk menjawab pertanyaanku.

"Sini duduk. Sarapan sama aku dulu. Baru kamu jalan." Suruhnya yang akan selalu aku turuti.

Aku duduk disampingnya dan menunggunya menyuapkan makanan itu. Dia tersenyum dan meniupnya sebelum memasukkan ke dalam mulutku.

"Kalo disana jangan petakilan. Udah punya anak juga. Malu tau sama umur." Ucapnya meledek. Aku hanya mengangguk sambil mengunyah makanan yang baru saja dia suapkan.

"Nanti kabarin ya kalo udah sampe? Jangan ngelirik sana sini. Ada aku  sama Juven yang nungguin kamu pulang." Ucapnya dengan nada rendah. Aku tahu wanitaku ini belum bisa menerima kalau tiga hari ke depan aku tidak bersamanya dengan Juven.

Ku rangkul bahunya dan ku kecup keningnya lembut. Dia menunduk memyembunyikan pipinya yang merah. Ah! Dia malu ternyata.

"Dih, udah punya anak masih aja malu-malu." Kataku terkekeh pelan. Dia mencubit perutku pelan.

"Nih makan sendiri." Ucapnya memberikan piring itu kepadaku dan berlalu keluar. Kalau sudah begini, aku harus merayunya agar berhenti ngambek.

Ku ikuti dia yang ternyata memilih duduk di teras atas. Ku peluk dia dari belakang. Dia masih diam. Sepertinya memang harus ku lakukan.

Ku coba mencium bahunya tapi tetap tidak merespon. Hingga ciumanku akan beralih pada leher belakangnya, dengan cepat dia berbalik dan mencubit perutku.

"Aduh, Ve!" Pekikku sedikit menjauhkan diri darinya. Dia hanya mendelik dan itu membuat aku tertawa. Lucu sekali wajahnya ketika menggertakku dengan mata indahnya.

"Makanya jangan nakal. Masih pagi juga. Udah sana berangkat. Tapi inget, oleh-oleh." Ucapnya tersenyum manja. Benar-benar wanita idaman.

"Kamu ngusir?" Kataku berpura-pura memasang wajah sedih.

Dia tertawa dan melingkarkan dua tangannya ke leherku. Senyum terus merekah di wajah ayu-nya. Nikmat mana yang Engkau dustakan, Tuhan. Sungguh indah setiap pahatan di wajahnya. Senyumnya, kedipannya bahkan ketika dia menghembuskan nafasnya, selalu ku rasakan cinta yang tulus darinya.

"Nggak usah sok sedih, aku yang bakal sedih di tinggal kamu. Cepet pulang ya? Aku sama Juven akan selalu nunggu kamu pulang." Ujarnya mengelus pipiku dengan ibu jarinya.

Ku tutup mataku merasakan halus tangannya. Akan ku simpan selalu bagaimana rasanya dia mengusap pipiku. Ada rasa enggan meninggalkannya namun disisi lain aku memiliki tanggungjawab.

Ku tarik pinggangnya makin mendekat padaku hingga mengikis jarak di antara kami. Saat ku buka mata, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku tahu apa yang akan dia lakukan. Ku tutup kembali mataku untuk menyambut sesuatu yang dia berikan pagi ini.

You Are My EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang