Baby Ju Kangen Papi

5.9K 442 60
                                    

Author Pov

Ada saatnya, dimana seseorang merasa lelah dan hampir menyerah. Namun, ketika secercah cahaya menelusup masuk ke dalam celah-celah dinding yang tersembunyi, dia akan membangkitkan sebuah rasa yang sempat meredup dalam dirinya. Begitu pula dengan seorang gadis bak bidadari yang dulunya bahkan hingga kini masih di elu-elukan sebagai bidadari dari idol nomor satu di Indonesia. Meski merasa sering putus asa karena melihat keadaan Kinal yang masih terlihat lemah di atas tempat tidur rumah sakit, dia terus berusaha kuat di hadapan Kinal.

"Ve!" panggilan Kinal yang terdengar lemah itu mengalihkan pandangan Veranda dari laptop yang sedari tadi dia otak-atik.

"Kenapa, sayang?" tanya Veranda meletakan laptopnya di atas sofa dan duduk di samping Kinal.

"Kulit aku gatel-gatel," ucap Kinal mengerucutkan bibirnya sembari menggaruk tangannya yang terasa gatal.

"Jangan di garuk, Nay. Sini, aku usap-usap aja ya?" Veranda mengusap tangan Kinal dengan lembut. Matanya tak mau menatap Kinal yang memandangnya sendu.

Kinal sudah pulang ke rumah atas permintaannya sejak 1 minggu yang lalu. Dia berjanji akan rutin cuci darah. Tapi dengan catatan, Veranda yang menemaninya.

Veranda sering pulang malam karena harus menjadi co-host di beberapa acara televisi. Itu sedikit membuat Kinal tidak enak jika dia ingin sesuatu tapi harus dengan bantuan Veranda. Padahal dia tahu kalau Veranda sangat lelah sepulang kerja. Namun, Veranda terus memaksakan diri untuk menemaninya dan membantunya. Bahkan butik yang sudah berdiri sejak dua minggu ini, harus di serahkan untuk Lidya sementara waktu, karena pekerjaan Veranda yang memakan banyak waktu.

"Juven gimana?" pertanyaan Kinal sukses membuat Veranda berhenti mengusap tangannya.

"Ve, aku lagi tanya. Juven gimana? dia baik-baik aja, kan? apa harus dia sama Mama kamu terus? aku gak enak sama Mama kamu." Kinal menundukan wajahnya. Dia benar-benar merasa tak berguna sekarang ini.

"Nay, itu semua Mama kok yang minta. Kamu nggak perlu ngerasa nggak enak gitu. Mamaku kan juga Mama kamu. Juven baik kok, dia makin gemuk kayak Papinya," ujar Veranda mengangkat dagu Kinal.

Kinal mengangguk kecil. Dia sebenarnya tahu kalau Verandanya kini sedang berbohong tentang jagoannya itu. Sudah tiga hari Juven demam entah karena apa. Padahal sudah di bawa ke dokter dan di minumkan obat, tapi tetap saja demamnya tidak turun-turun.

Kinal mengetahui kalau Juven sakit dari Lidya, yang dua hari lalu mengunjungi rumahnya. Lidya menceritakan tentang Juven yang sudah sembuh dari cacarnya tapi entah apa penyebabnya, dia kembali demam.

"Aku mau ketemu dia. Aku kangen." Ungkapan Kinal membuat Veranda sedikit bingung mencari alasan. Dia terus berfikir agar Kinal tidak melihat keadaan anaknya dulu.

"Ve, dia anakku juga. Siapa tau dia juga kangen aku. Makanya dia demam." Veranda mengerutkan keningnya dan menatap Kinal bingung.

"Kamu tau darimana dia demam?" tanya Veranda melepas kacamata yang bertengger di hidung bangirnya.

"Dari Lidya. Dia cerita ke aku kalo Juven udah sembuh dari cacar. Tapi nggak lama, dia demam." Kinal mengelus pipi Veranda. Dia tahu kalau wanita di hadapannya ini sedang memikirkan cara agar dirinya tidak bertemu dulu dengan jagoannya.

"Nay... a...aku... nggak maksud buat kamu jauh dari Juven. Tapi keadaan kamu lagi nggak memungkin kan buat liat Juven." Veranda mulai meneteskan air matanya. Dia sudah tidak tahu harus berkata apa pada Kinal.

"Aku cuma mau liat dia kok. Nggak lebih. Lagian, aku cuma gagal ginjal, Ve. Bukan kanker atau penyakit yang nular. Aku mohon, Ve temuin aku sama Juven, sama anak aku. Dia anak aku juga, Ve." Kinal terus menatap Veranda dengan tatapan memohonnya.

You Are My EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang