Tersiksa

4.3K 417 82
                                    

Veranda Pov

Aku berbalik dan melihat Kak Rendy serta Aaron datang dengan wajah dipenuhi khawatir. Mata Kak Rendy terlihat memerah, Aaron pun tidak jauh berbeda dengan Kak Rendy.

"KURANG AJAR!!" teriakan Kak Rendy menggema di setiap sudut rumah. Dia langsung menerjang orang yang dengan kurang ajar menyekap Mama, Papa serta Kak Melody. Sedangkan tiga anak buahnya itu berurusan dengan Aaron. Aku kembali memeluk Juven dan Sonia yang masih menangis. Juven memang tidak menangis, tapi kedua tangannya begitu erat memeluk leherku.

"BAJINGAN!! BIADAB!!" maki Kak Rendy. Aku mendengar suara benda pecah. Aku rasa itu guci yang ada di dekat pintu.

Aku mencoba melihat apa yang terjadi. Saat mata ini terbuka, aku melihat Kakakku itu sedang mengikat bajingan itu dengan tali. Sementara Aaron sudah menghabisi tiga orang anak buahnya. Aku dan Sonia segera melepas ikatan tangan Mama, Papa dan Kak Melody. Entah dimana Lidya sekarang, aku kira mereka datang bersama.

"Elo emang keterlaluan, Yon! lo emang punya uang banyak, tapi lo nggak pernah bisa maksa Ve buat nerima lo lagi. Sekarang, lo harus tanggung apa yang udah lo lakuin." Kak Rendy mengetikan sesuatu di ponselnya. Sementara aku terus memeluk Juven. Aku merasa aneh dengan tatapan Dion, dia terlihat sedang menatap sesuatu. Bukan aku yang dia lihat. Saat aku mengikuti arah pandangannya, aku baru sadar kalau dia sedang menatap Sonia dengan tajam. Seakan ada sesuatu yang Sonia tahu.

"Lo, bakal berurusan sama gue." Ucapan Dion membuat Sonia semakin memeluk Kak Melody. Aku yang mendengar itu sangat bingung. Akan aku tanyakan pada Sonia setelah ini.

Tidak lama kemudian, suara mobil polisi datang. Beberapa polisi masuk dan segera menggeret Dion serta tiga anak buahnya ke kantor polisi. Papa dan Kak Rendy pergi ke kantor polisi untuk memberikan keterangan lebih lanjut. sementara aku dan Mama serta yang lainnya di rumah.

"Mama nggak apa-apa?" Tanyaku saat suara mobil polisi itu sudah menjauh.

"Mama nggak apa-apa, sayang. Mama tadi cuma khawatir kalo Dion nyelakain Juven. Karena tadi dia ada di kamar sendirian dan bodohnya Mama, Mama buka pintu kamarnya. Tapi Mama bersyukur, cucu Mama ini sangat pintar, Ve. Dia terus sembunyi sampe kamu dateng." Penjelasan Mama membuat aku tersentuh. Juven benar-benar tumbuh menjadi sosok anak yang pintar. Ku peluk dia yang juga memelukku.

"Lain kali Juven jangan keluar kamar, ya? Mami nggak tau harus ngapain kalo kamu kenapa-kenapa. Anak Mami pinter," ucapku menciumi wajah gembulnya. Dia tersenyum dan tangan kecilnya mengusap air mataku dengan lembut. Semua yang melihat itu nampak terharu dengan perlakuan anak semata wayangku ini.

"Makasih, sayang." Lirihku pelan dan kembali memeluknya.

Kinal, apa kamu tahu keadaan anakmu sekarang? setiap hari dia sering menatap pintu rumah saat sore menjelang. Dia benar-benar menunggumu pulang. Akupun sama. Aku akan terus menunggumu pulang meski hanya didalam mimpi. Aku merindukanmu, Nal.

*****

Author Pov

Satu minggu berlalu. Setelah kejadian itu, Dion dan komplotannya itu sudah dinyatakan bersalah dengan tuduhan penculikan dan pembunuhan. Karena ternyata dia sudah menculik Sonia saat dia pulang dari rumah Veranda sebelumnya. Sonia sendirilah yang memberi keterangan dibantu oleh Veranda. Serta ditambah dengan kekerasan yang Dion lakukan pada Sonia. Ada bukti kuat yang memberatkan hukumannya.

Dan setelah semua itu terjadi, Veranda lebih sering meluangkan waktunya untuk buah hatinya. Dia selalu menjaga Baby Ju hampir dua puluh empat jam tanpa mempedulikan rasa lelahnya.

You Are My EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang