17. Lo kenapa?

1.9K 163 4
                                    

Entah kenapa, ia selalu menyukai momen dimana hanya ada ia dan Rian. Percakapan yang terjadi, dan apapun yang Rian lakukan padanya.

--Penulis yang kuotanya lagi cekat (re: Ela)

...


Oliv gelisah. Entah kenapa, berbaring dikamar Mila dengan ac yang menyala malah membuatnya gerah. Ia melirik Mila yang sudah terlelap sejak tadi. Kemudian menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Sudah malam, ia bingung apa yang harus ia lakukan, disaat dirinya bahkan tidak bisa memejamkan mata.

Oliv memutuskan untuk membuat susu, siapa tau setelah meminum susu, ia akan segera terlelap. Melangkah dengan tidak menimbulkan suara, khawatir membangunkan penghuni rumah ini. Ia melangkah mantap menuju dapur yang berada di lantai dasar.

Setelah selesai meminum segelas susu. Ia tak melangkah menuju kamar Mila. Ia malah melangkah menuju ruang tamu, berkeliling, seperti melihat-lihat. Ada banyak foto keluarga Tantenya terpajang. Entah di meja, didekat lemari dan masih banyak lagi. Bahkan Oliv melihat di bawah meja sofa ada beberapa album foto.

Rasa kantuknya mulai hinggap, ia menguap dan memutuskan kembali ke kamar Mila. Tapi, suara dari luar rumah membuatnya mengurungkan niat untuk naik. Ia melangkah dengan was-was mendekati pintu utama. Mengintip lewat gorden jendela yang berada tepat disamping kanan pintu.

Seperti suara beberapa orang sedang memainkan sesuatu. Oliv dapat mengenali salah satu diantara orang itu, ia membuka pintu dan keluar dengan menutup pintu lagi dengan gerakan yang benar-benar berhati-hati, agar tak ketahuan oleh Rahmi bahwa dia belum tidur dan malah keluyuran.

Rumah Rahmi memang besar, memiliki pekarangan dan garasi yang cukup luas, tapi, rumah ini tidak memiliki pagar membuat Oliv dapat melihat Ozan dan entah siapapun teman-temannya yang sedang bermain sesuatu dihalaman rumah Ozan. Rumah Ozan juga sama, tak memiliki pagar. Jarak rumah mereka memang dekat, hanya disekat oleh rerumputan dan pohon yang tumbuh disamping rumah Mila. Oliv melangkah mendekati Ozan dan menegurnya. "Hehhh,"

Ozan yang tadi tertawa langsung menoleh dan terkejut melihat Oliv. "Oliv," kemudian ia tersenyum tengil. "Lo, kok belum tidur?"

"Mana bisa gue tidur disaat lo ribut begini," Oliv menatap beberapa sendal yang tersusun rapi. "Apaan lagi? Lo pada main lempar sendal?"

Ozan mengangguk. "Lo mau ikut? Ayo!"

Oliv menggeleng. "Lo kayak anak kecil tau gak. Bahkan Deo aja, mainannya lebih berkelas dibanding lo."

"Deo mah, anak kids jaman now,"

Suara itu membuat Oliv menoleh dan mendapati seseorang dibelakangnya. "Kak Rian."

Rian tersenyum lalu melangkah mendekat. "Malam calon."

Oliv memutar bola matanya. Ia menatap satu lagi yang dari tadi belum mengucapkan sepatah kata pun selama ia hadir. Dia, Ilyas.

"Jadi, di jam 10 malam kali ini, yang dipake orang buat tidur, buat istirahat. Malah kalian gunakan untuk mainan? Waras?"

Semua tertawa. Ilyas menatap Oliv dengan senyum miringnya. "Terserah kita lah, yang main siapa? Yang repot siapa?"

"Ya jelas lah gue repot. Lo pada ganggu tidur gue," Oliv menatap ketiganya dengan jengkel. "Cuma orang gila yang mainan dimalam hari. Bahkan umur kalian lebih tua dari gue, dan kalian masih mainan? Inget umur, kak."

Ozan langsung memasang wajah sedihnya. "Lo jahat Liv. Lo lo, gue gak nyangka lo bisa sekasar ini, gu--"

Rian menoyor kepala Ozan. "Alah lebay lo. Sana pada masuk! Gue mau ngobrol berdua sama Oliv."

Ternyata KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang