32. Berdamai

1.4K 120 0
                                    

Orang-orang bisa dipisahkan hanya karena uang.

( Riska )

Bukannya manusia belajar dari kesalahan?

( Putri Olivia)

...

Wijaya, sang pengusaha sukses di tahun 2000. Ia memiliki banyak perusahaan dan beberapa kantor cabang yang tersebar di kota-kota besar.

Oliv membaca artikel tentang kakeknya yang ia dapat ketika iseng browsing. Selesai membaca, ia mendapat saran untuk mengklik artikel 'Semua orang terkejut dengan meninggalnya Wijaya, pemilik perusahaan properti terbesar.'

Oliv mengklik artikel itu. Artikel tahun 2007. Ia membaca dengan seksama.

Indonesia dikejutkan dengan kematian Wijaya. Seorang pengusaha yang namanya mulai dikenal banyak orang saat mencapai kesuksesan di tahun 2000. Beliau menghembuskan nafas terakhir kemarin sore di rumah sakit.

Seperti yang kita tau, Wijaya sudah dirawat di rumah sakit sejak 2 bulan yang lalu. Ia menderita penyakit jantung kronis.

Oliv menekan tombol kembali. Ia jadi rindu kakeknya karena membaca artikel-artikel tentangnya. Oliv mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka grupnya.

ROLL
(4)

Olivia : Guys

Rima : hadir

LalaShab : Naon?

Olivia : Lagi pada ngapain?

LuluShab : Tumben Oliv kepo

LalaShab : Tumben Oliv kepo (2)

Rima : Tumben Oliv kepo (3)

Oliv mengerutkan dahinya tak suka. Enak saja dia dibilang kepo. Ia menekan kembali dari line. Meletakkan hpnya di meja belajar lalu ia keluar kamar. Menuruni tangga dengan cepat ketika mendengar keributan yang berasal dari ruang utama rumahnya.

Oliv mengintip. Di sana, di ruang tamunya, Riska sedang bersedekap di hadapan Halim dan keluarga. Oliv menahan dirinya sendiri untuk tak maju saat dilihatnya lagi sang om bertekuk lutut di depan maminya.

"Saya minta maaf, kak. Saya tidak akan bosan mengatakan ini hingga kakak bisa memaafkan saya. Bertahun-tahun saya lelah, tidak tenang, merasa berdosa karena ini." ungkapan yang berakhir dengan isakan.

Oliv menatap Dinda. Tantenya itu juga menangis, maju lalu mengelus bahu sang suami yang kini sedang mengusap air mata. "Saya tamak. Saya salah. Saya, anak yang tidak tau diuntung. Saya, saudara yang jahat. Saya tega mengambil semua harta warisan Ayah demi keluarga saya sendiri. Saya tega membiarkan kak Hasan mengalah dan pergi meninggalkan rumah kediaman keluarga besar kami. Rumah peninggalan dari Ay--"

"CUKUP! SAYA TIDAK MAU BERNOSTALGIA DENGAN ITU SEMUA!" Riska menatapnya tajam. Ia menyuruh Dinda membantu Halim berdiri. "Anda lihat saya sekarang? Anda pasti tau saya sudah memiliki perusahaan sendiri. Saya sudah sukses. Dengan atau tanpa harta warisan itu saya bisa membesarkan kedua anak saya. Sekarang mau anda apa lagi? Jangan bilang, tiba-tiba anda hendak memberi bagian warisan yang seharusnya didapatkan almarhum suami saya dulu?" pertanyaan yang langsung membuat Halim bungkam. Riska menghela nafasnya, ia meregangkan otot, menggerak-gerakkan lehernya ke kanan kiri hingga menyadari Oliv yang sedari tadi mengintip. "Via."

Ternyata KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang