Ada dua yang sakit. Pertama, sakit di fisik gue. Kedua, sakit di hati gue.
( M. Iqbal Prasetya )
...
Pulang sekolah kali ini, Oliv sedikit terburu-buru. Bahkan, ia langsung memasukkan semua alat tulisnya ketika bel pulangan berbunyi. Rima sampai menatapnya bingung. Karena, Oliv itu tipikal cewek yang bersih dan mencintai kerapian. Tapi hari ini, ia melihat Oliv yang memasukkan bukunya asal. Bahkan Rima yakin, tutup pulpen yang tertinggal dimeja adalah milik Oliv.
"Lo, kenapa Liv? Tumben, kayak cacing kepanasan." Rima merapikan rambutnya dan segera berdiri saat melihat Oliv berdiri.
"Gue buru-buru," Oliv memakai maskernya dan menatap Rima sekilas. "Gue duluan, Rim," ia kemudian menatap ke belakang Rima. "Gue duluan, La."
Lala mengangguk sambil merapikan alat tulisnya. "Tuh anak kenapa Rim? Kayak dikejar setan aja."
Rima mengendikkan bahunya. "Gue juga gak tau. Buru-buru katanya."
Oliv tergesa-gesa melangkah menuju keparkiran membuat Iqbal yang sudah berada diparkiran mengernyitkan dahinya. "Liv, lo kenapa?"
Oliv melirik Iqbal yang melangkah disampingnya. "Gapapa."
"Gapapanya cewek itu mengandung banyak makna." Iqbal mengangkat kedua alisnya, menatap Oliv yang semakin cepat berjalan menuju motornya.
"Lo, mau pulang?"
Oliv mengangguk. Ia memasang helmnya. Memundurkan motornya lalu melaju meninggalkan Iqbal yang menatapnya lelah. "Lo, kapan nganggap gue ada, Liv?"
Oliv melajukan motornya menuju perempatan. Ia melirik sekitar. Setelah menemukan yang ia cari, ia memarkirkan motornya didepan minimarket dan melepas helm serta maskernya. Ia menyebrang jalan menuju lampu merah. "Gen.. "
Yang dipanggil menoleh, menatap Oliv. "Siapa ya?"
Oliv cemberut menatapnya. "Yah, jangan marah dong. Akhir-akhir ini gue banyak kesibukan, makanya gak sempet kesini."
Genta mengangguk. "Gue paham Liv. Dari awal juga gue ngerti. Dunia kita beda. Lo anak sekolahan, lo pasti punya banyak tugas. Lo juga harus ngurus adek lo. Beda sama gue. Gue kan cum--"
"Sini, gue bantuin." Oliv mengambil alih setengah tumpukan koran ditangan Genta. Ia tak mau Genta berbicara, yang merendahkan dirinya sendiri. Oliv akan merasa sedih ketika melihat Genta yang murung. Dan ia tak mau melihat itu kali ini.
"Lo mau ngapain?"
"Bantuin lo lah. Apalagi?"
Genta menggeleng. "Gak usah. Lo pasti capek. Udah, lo pulang aja. Istirahatin badan lo."
"Gue gak suka diusir ya, Gen. Lagian, orang mau berbuat baik kok dilarang?"
Genta akhirnya pasrah. Ia membiarkan Oliv membantunya kembali, berjualan koran saat lampu lalu lintas berwarna merah.
"Eh, itu kok kayak Oliv ya?" Iqbal yang sedang memberhentikan mobilnya dilampu merah menatap seorang gadis dengan tumpukan koran ditangannya.
Oliv sedang menawari koran kepada pengemudi motor yang berada disebelahnya. Karena tak dibeli, Oliv kembali melangkah. Kali ini, langkahnya menuju mobil Iqbal. Ia mengetuk jendela mobil membuat Iqbal tersadar. "Buka gak ya? Tapi kalo gak dibuka, gue nyia-nyiain Oliv yang datengin gue dong?"
Iqbal menurunkan jendela mobilnya. Ia berdehem membuat Oliv yang hendak menawarkan korannya terdiam. Ia menatap Iqbal sekilas lalu mundur dan melangkah pergi membuat Iqbal memanggilnya. "Liv. Oliv.. "

KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata Kamu
Ficção Adolescente[ S E L E S A I ] Tahun ini adalah tahun kelulusannya dari bangku Sekolah Menengah Pertama. Karena itulah, sekarang ia berada didepan gerbang Sma Pancasila dengan seragam barunya, putih abu-abu. Setelah 3 hari sebelumnya mengikuti kegiatan Masa Orie...