SEMBILAN

4.5K 225 3
                                    


Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam saat Dirga memasuki gerbang kediaman Aldric yang sangat megah itu.Dirga berjalan sempoyongan setelah keluar dari mobilnya dan berjalan ke arah pintu utama.Dengan susah payah Dirga berusaha memencet bel rumah dan tak menunggu waktu lama terdengar pintu rumah yang terbuka.

"Dirga kamu dari mana saja?"tanya wanita yang membukakan pintu untuk Dirga.Sedangkan Dirga tidak memperdulikan pertanyaan wanita itu dan langsung berjalan sempoyongan menuju kamarnya.Sampai akhirnya kepala Dirga benar-benar pusing dan akhirnya terjatuh.

"Sayang bangun sayang"wanita yang berusia sekitar kepala lima tadi berusaha membantu Dirga bangun.Dilihatnya wajah Dirga itu terlihat sangat kacau dengan bau alkohol yang sangat terasa.

"Mami nggak usah peduliin Dirga"

Kata Dirga sambil menyingkirkan tangan sang Mami yang berusaha membantunya berjalan.Dengan susah payah Dirga pun berusaha berdiri dan berjalan menuju tangga ke kamarnya.Tapi lagi-lagi Dirga ambruk,tapi kali ini ada tangan yang menopang badan Dirga agar tidak terjatuh ke lantai dan itu adalah Tuan Dwiyanto Aldric sang Papi.

Melihat putranya yang sedang mabuk berat,sang Papi langsung menegakkan tubuh Dirga.Sang Papi memegang kedua bahu Dirga dan melihat mata anaknya itu dengan dingin,sedangkan Dirga berusaha menjaga kesadarannya dengan sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya yang berat.

"Dari mana kamu hah?"tanya sang Papi dengan nada suara yang menahan kemarahan pada Dirga.Bukannya langsung menjawab,Dirga malah tersenyum miring pada Papinya.

"Papi juga udah tau Dirga kemana kan?"jawab Dirga dengan suara nglantur diiringi dengan seringaian khas Dirga.

PLAK....

Kali ini Dirga benar-benar ambruk dengan darah yang mengalir dari sudut bibirnya.Tamparan keras dari sang Papi berhasil membuat Dirga tersadar dari rasa mabuknya.

Saat Dirga ambruk dan mengusap darah di bibirnya dia bisa melihat ada dua sosok manusia yang memperhatikannya tak jauh dari tempatnya ambruk tak berdaya.Dirga melihat sang kakak Yuda Faisal Aldric tengah berdiri didampingi sang istri di sampingnya.Dirga pun terenyum kecut melihat sang Kakak berdiri bersama wanita yang seharusnya menjadi miliknya itu.Wanita yang seharusnya berdiri disampingnya bukan disamping Kakaknya.

"Kapan kamu akan berhenti ke tempat jahanam itu hah?"kali ini sang Papi tidak menampar Dirga melainkan menendang perut dirga dengan membabi buta.Dirga pun meringis kesakitan menerima tendangan yang bertubi-tubi dari Papinya itu.

"Papi hentikan Pi,jangan pukuli Dirga lagi"

Pinta sang Mami sambil menangis dan berlutut memegang kaki suaminya yang ingin menendang Dirga lagi.Dirga hanya bisa meringkuk di lantai kesakitan sambil memegangi perutnya yang terasa sangat nyeri .Sedangkan Yuda memandang Dirga dengan tatapan datar dan sang istrinya hanya bisa mersembunyi di balik punggung sang suami karena tak kuat melihat Dirga yang dihajar habis-habisan oleh mertuanya.

"Anak ini perlu diberi pelajaran Mi,biar dia kapok"ucap sang Papi sambil terus berusaha melepaskan kakinya yang di tahan oleh istrinya.

"Cukup..cukup..."pinta sang istri pada suaminya sambil terus menangis,tak tahan melihat anaknya yang sudah tergeletak tak berdaya.

"Yuda,bantu adik kamu masuk ke kamarnya"pinta sang Mami pada anak pertamanya itu setelah ia bisa menenangkan suaminya.Yuda pun langsung membantu Dirga berdiri dan membopongnya menuju kamar.Tapi saat berada di depan tangga tiba-tiba saja Dirga melepaskan bopongan sang Kakak.

"Dari pada bantu gue,mending loe temenin aja istri cantik loe itu"ucap Dirga sambil menepuk punggung kakaknya itu lalu berjalan naik menuju kamarnya.Yuda pun tidak kaget lagi dengan kelakuan adiknya itu pada dirinya.Hubungan mereka memang tidak terlalu baik beberapa tahun terakhir ini,jadi Yuda lebih memilih diam jika adiknya itu ingin memancing emosinya.

BRAK...

Dirga menutup pintu kamarnya dengan kasar.Ia pun langsung membaringkan tubuhnya di kasur empuknya,rasanya tulang-tulangnya sudah ingin lepas dari tubuhnya.Dengan menutup matanya ia terus berusaha mengatur nafasnya,sesekali ia memijat kepalanya yang terasa pusing.Hingga terdengar seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

"Den,saya boleh masuk?"tanya seseorang dari balik pintu kamar Dirga.

"Masuk aja Buk,nggak di kunci kok"

Jawab Dirga.Wanita berusia sekitar kepala enam itu pun masuk sambil membawa baskom berisi air dan lap kain.Dirga pun membuka matanya dan duduk bersila di atas kasurnya,wanita itu pun tersenyum prihatin ke arah Dirga yang tubuhnya penuh dengan luka lebam.Wanita yang sebenarnya pembantu dirumahnya tapi sudah Dirga anggap sebagai ibunya sendiri.Bahkan dari kecil Dirga sudah terbiasa memanggil Bik Inah dengan panggilan 'Ibu'.

"Sini,Ibu bersihkan lukanya"Dirga pun turun ke bawah dan duduk bersandar di tepi ranjangnya.

"Kapan aden bakalan berhenti seperti ini?"tanya Bik Inah sambil terus membersihkan luka di wajah Dirga,tapi sama sekali tidak ada jawaban dari Dirga.

"Tuan dan Nyonya pasti sedih melihat putra mereka seperti ini"Dirga hanya bisa tersenyum miring mendengar kata-kata Bik Inah itu.

"Mereka nggak pernah mkirin Dirga Buk,karena mereka nggak pernah sayang dengan Dirga"jawab Dirga lirih sambil sesekali meringis kesakitan merasakan lukanya.Yang Dirga tahu orang tuanya hanya menyayangi satu orang putra yaitu Kakaknya.

Dirga sadar bahwa kakaknya itu memang anak yang baik,tidak seperti dirinya.Jika Kakaknya adalah anak yang sopan,teladan dan penurut maka Dirga adalah kebalikannya,bahkan dulu saat SMA Dirga harus dipindahkan ke Singapura karena ulah nakalannya dan saat itulah Dirga merasa benar-benar tidak dipedulikan.

Sebenarnya Dirga sendiri tidak mau seperti itu,Dirga melakukannya semata-mata hanya untuk menarik perhatiaan kedua orang tuanya dan sebagai realisasi kekecewaannya pada orang tuanya yang hanya menyayangi Yuda Kakaknya.Namun bagi orang tuanya,yang dilakukan Dirga hanya membuat nama baik keluarganya tercemar.

"Jangan bilang seperti itu Den,Tuan dan Nyonya itu menyayangi aden seperti mereka menyayangi Kakak aden"hibur Bik Inah pada Dirga yang sudah ia anggap sebagai putranya sendiri.

"Yang Dirga tau,hanya Ibu yang sayang sama Dirga"

Ucap Dirga tulus pada Bik Inah.Bik Inah pun langsung memeluk Dirga erat begitu pula sebaliknya.Jika saja Bik Inah bisa memiliki seorang anak maka Bik Inah akan menyayangi anaknya seperti Dirga,tapi sayang Allah tidak memberikan kesempatan bagi Bik Inah untuk memiliki keturunan sampai suaminya meninggal.

Dirga sendiri pun merasa damai saat berada dalam pelukan Bik Inah seperti ini.Dengan pelukan dari Bik Inah,Dirga bisa merasakan hangatnya pelukan dari seorang Ibu yang tak pernah ia dapatkan dari kecil.

"Berhenti den,Ibu mohon berhenti"pinta Bik Inah sambil membingkai wajah Dirga.

"Untuk sekarang Dirga belum bisa berhenti Buk"jawab Dirga sambil mengulas senyum di bibirnya.

"Tapi Dirga janji,Dirga akan berhenti melakukan semua ini saat Dirga sudah menemukan alasan bagi Dirga untuk berhenti"lanjut Dirga sambil menggenggam tangan Bik Inah.

"Kalau begitu Ibu keluar dulu ya.Sekarang aden tidur,sudah malam"ucap Bik Inah pada Dirga sambil mengelus kepala Dirga lalu berjalan menuju pintu.

"Buk"panggil Dirga pada Bik Inah sebelum keluar dari kamar,Bik Inah pun berbalik ke arah Dirga.

"Terima kasih"ucap Dirga sambil tersenyum ke arah Bik Inah.Bik Inah pun mengangguk dan membalas senyum Dirga lalu hilang dibalik pintu kamar Dirga.


TBC

Maaf telat update,soalnya author lagi banyak tugas hehehe.Terus baca JPP ya guys,ditunggu vote&komennya.

Btw thanks buat 200+ readers,semoga bisa terus bertambah.

20-10-2017

Mei Anggun D

Jodoh Pandangan Pertama (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang