brkn

518 59 3
                                    


life sucks.

***

Selasa malam, hari pertama di mana Audrey menghilang begitu saja.

"Papa didakwa menggelapkan uang perusahaan sebesar 15 juta dollar."

Audrey tidak menunjukkan eskpresi apapun, walau dalam hatinya, semuanya terasa sangat kejam.

Tadi pagi, dia berangkat ke Malang dengan penerbangan pertama. Dan, sesuatu yang sedang menunggunya di sana sangatlah membuatnya terguncang.

"Jadi bener?!" tanya Maria syok kepada suaminya. "Tapi, Jer, kamu ditipu!"

"Aku tau," ujar Jeremy lirih, ayahanda Audrey.

Beberapa waktu lalu, ketika Jeremy pulang ke tempat Audrey dan ibunya tinggal, pria itu sudah mengutarakan hal yang sama yang, sejak saat itu, membuat Audrey menjalani hari-harinya dengan beban dan tekanan.

Tapi, gadis itu pintar menyembunyikan segalanya. Sehingga, sesuatu yang menyakitkan tidak terlihat semenyakitkan itu.

Tiga hari setelah kepulangannya mengunjungi istri dan anaknya, Jeremy pulang kembali ke Malang untuk mengurus jadwal sidang penyelidikan dan lain sebagainya. Sore di hari yang sama, Audrey diberitakan banyak hal yang sangat, sangat mengubah hidupnya.

Salah satunya, dia tidak bisa melanjutkan sekolahnya.

"Papa harus ganti rugi, dan terancam masuk penjara," ujar Jeremy melepaskan godam kesekian untuk merobohkan benteng pertahanan istri dan anaknya.

"Berapa lama?" tanya Audrey.

"Sangat lama."

Semua orang terdiam cukup lama untuk memberikan waktu bagi waktu untuk menghancurkan mereka perlahan.

"Maaf papa merusak kebahagiaan kamu, Nak," ujar Jeremia menyesal. Pria itu menatap anaknya tepat di biji matanya.

"Nggak pa-pa, Pa." Audrey tersenyum. "Kapan sidang putusannya?"

"Bulan depan."

Jeremia dan istrinya menunduk, merenungkan apa yang sedang terjadi kepada keluarga mereka itu.

Tidak lama kemudian, terdengar isak tangis Maria, terdengar pilu dan mengiris hati.

"Ma, it's okay. Kita pasti bisa ngelewatin ini semua," hibur Audrey sambil memeluk ibunya dari samping. "We've got each other. We're okay."

Maria menangis terisak di dalam pelukan putrinya yang tidak kalah hancur.

Dan Audrey semakin tidak bisa menyembunyikan air matanya. "Pa, gak bisa naik banding?"

"Sudah."

Audrey memejamkan matanya.

Dalam hati, dia berdoa agar semua itu cepat berlalu, memberikannya pelajaran berharga dan meninggalkannya sebagai pemenang.

"Rumah udah laku?" tanya Jeremy kepada anaknya.

Audrey mengulum bibirnya, menggeleng. "Belum."

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang