fld

473 57 6
                                    

basically, we're just kids who fall in love by the actions they give us.

***

"Max, ish, gue aja yang bayar hotelnya!"

Max menatap Audrey dengan malas. "Diem, si, Dre. Ini turun dari bis aja belom."

Audrey bersikeras, dia melipat tangannya di depan dada dan menampilkan wajah marahnya. "Gue yang bayar, nggak?!"

Max malah tertawa dan menyentil kening gadis di sebelahnya dengan iseng. "Sok galak, lo. Liat anak bayi aja langsung heboh mau nangis."

Audrey, yang duduk bersandar pada sisi jendela bus, menatap kesal Max yang malah menatapnya dengan pandangan geli.

"Max, pokonya gue yang bayar. Kalo lo maksa, gue gak bakal ajak-ajak lo kayak gini lagi."

"Serius, lo?"

"Keliatannya?"

"Lo keliatan ragu."

"Ya juga, si," gumam Audrey, membuat Max mendengus. "Pokoknya, gue yang bayar, Max. Uang gue masih ada, kok. Emang sengaja gue tabung buat ini."

Max menghela napas berat. "Tha, udah berapa lama kita berdebat, tetep aja gak ada ujungnya." Tatapan mata cowok itu terlihat tegas dan lembut di saat yang bersamaaan. "Gue yang bayar, ya? Uang lo bisa buat yang lain."

"Uang lo juga bisa buat yang lain!"

"Tapi gue gak mau."

Audrey mengernyit. "Kenapa?"

Max tersenyum miring ketika menjawab, "Ntar kalo gue kasih tau alesannya, lo baper, lagi."

Jawaban itu membuat Audrey seketika kesal dan teringat bahwa cowok di hadapannya adalah manusia termenyebalkan kedua setelah dirinya sendiri.

"Max, gue bilang ini yang terakhir kalinya, gue yang bay—"

"Ck. Gue nggak suka debat, gue sukanya lo. Mohon jangan diperdebatkan."

Akhirnya Audrey terdiam juga.

Dimainkannya tali sweternya tanpa mengeluarkan segala yang ada di kepalanya. Sesekali, dia membuang tatapannya ke luar jedela seakan memilih mengadukan masalahnya pada entah apa, dibanding pada Max yang menolak semua gagasannya.

Gadis itu benar-benar diam sampai Max bingung apakah dia salah bicara atau bagaimana sehingga keheningan itu terasa salah.

"Fine." Max menyerah setelah menyaksikan keterdiaman itu begitu lama. Dihelanya nafas panjang. "Tha, you mad?"

Audrey hanya menunduk sambil memainkan tali yang mengikat ibu jarinya itu.

"Hey." Max menarik dagu mantan gadisnya demi membuat gadis itu menoleh kepadanya, namun satu-satunya yang Audrey lakukan ialah mencoba untuk membuang tatapannya ke luar jendela. "No, no, no, look at me."

Audrey menatap Max tepat di pupil cowok itu.

"If wanting the best for you is a mistake, i'm sorry." Max tersenyum. "Pay the bill, do whatever makes you happy."

Audrey baru saja mau menunduk namun tangkupan tangan Max menahannya.

"You helped me too much, Max."

"So what?"

"Why?" Audrey menatap cowok itu lurus-lurus.

Max melepaskan tangkupan tangannya, lalu tersenyum yakin sembari menjawab.

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang