your hugs are the only ones that give me convenience.***
Max dan segala kesadarannya akhirnya mengerti bahwa dia benar-benar mencintai gadis yang sedang termenung di sebelahnya.
Dia sadar bahwa sebelum-sebelumnya, semua gejala dirinya menunjukkan bahwa dia tidak mau kehilangan gadis itu. Namun semuanya tertutup oleh gengsinya yang bahkan lebih tinggi dari menara pencakar langit tertinggi di dunia.
Audrey menghela napas pelan. Sedetik kemudian, bahunya bergetar.
Sekejap, Max menoleh dan terpaku.
Langit sudah gelap total, dan riak ombak yang membelai pasir tidak lagi menjadi pengamcam nyawa seseorang seperti siang tadi. Namun, entah mengapa, Audrey menangis.
Padahal, ketika Max menghampirinya beberapa menit lalu, yang gadis itu lakukan hanyalah terdiam tanpa menunjukkan tanda-tanda bahwa air mata akan menuruni pipinya dalam rengkuhan dirinya sendiri beberapa menit kemudian.
Satu-satunya yang cowok itu lakukan adalah mendekap tubuh gadis berurai air mata itu, lalu memberikan sentuhan paling menenangkan yang dulu ampuh menghentikan segala macam kekhawatiran gadis itu.
"Lo kenapa?"
Menolak menjawab, Audrey semakin tenggelam dalam lipatan kaki dan rengkuhan tangannya. Saat itu, relung hatinya hanya diisi oleh kekhawatiran dan air mata.
Beberapa menit hanya diisi oleh keheningan sebelum Audrey mengangkat wajahnya dengan pipi yang penuh dengan bekas air mata dan tangis yang mulai susut.
Ketika menoleh, yang pertama ditatapnya adalah Max yang tersenyum seakan hari esok sungguh menjanjikan.
Max mengusap pipi Audrey. "Lo udah cukup tersiksa. Jangan egois, bagi masalah lo buat gue."
Audrey tersenyum kecil.
"Jadi?"
Tanpa pikir panjang, Audrey mulai bercerita, "Tante Martha tadi nelepon, mama dirawat di rumah sakit. Mama dioperasi besok, untungnya uang tabungan udah cukup. Dan gue pengen banget ada di sebelah mama sekarang. Tapi gue ngerti, gue harus jagain Steph—"
"Ya udah, ayo," ujar Max, lalu menarik Audrey berdiri.
"Ayo?"
"Ayo ke tempat mama kamu."
"Tapi, Stephanie? Aku juga gak bawa uang lebih, soalnya rencana awalnya pulang sama Stephanie."
"Drey," panggil Max, tersenyum tampan.
"Ya?"
Max mendekap tubuh itu dan menenggelamkan gadis itu dalam ketenangan yang dia salurkan melalui kecupan dan elusan yang mantap dan sopan.
"Kalo semua masalah bisa lo tangani, Tuhan gak ada gunanya," ujar Max.
Audrey menangis tanpa alasan di dalam hatinya. Banyak orang berkata, menangis tanpa alasan berarti rindu. Tapi, gadis itu sendiri tidak tahu dia rindu akan apa.
