dry

533 51 21
                                    


dear death, hurry up.

***

Audrey melangkah ke luar rutan dengan keterdiaman yang membelenggunya.

Natal bukan lagi harapan baginya.

Semua senyum yang dia usahakan begitu payah dan tidak berguna saat waktu adalah penghancur segalanya.

Akhir-akhir ini, banyak momen dalam hidupnya yang membuatnya sadar bahwa segalanya harus disyukuri dalam setiap detik.

Seperti tadi, ketika satu detik dia tersenyum demi di detik selanjutnya, dia terdiam seribu bahasa dalam palung lautan kekewaan yang paling dalam.

Oleh karena itu, Audrey diam dan menolak untuk berharap. Apapun itu, menerima lebih baik daripada meminta.

"Drey, watch out!"

Audrey bahkan tidak terkesiap ketika sebuah motor melaju dengan liar di hadapannya, yang membuat Max menarik tangannya dengan kencang.

Helaan napas berat terdengar ketika Max berusaha mengontrol emosinya yang juga berkecamuk.

"Drey, kita duduk dulu, ya?" Max menahan pundak Audrey, namun gadis itu menepis tangannya. "Gue gak mau kita jalan dalam keadaan lo kayak gini. Bahaya."

"Terserah lo. Gue pengen sendiri." Gadis itu melangkah, meninggalkan cowok itu di belakangnya. "Gue butuh sendiri."

Jika itu adalah di Kota Jakarta, maka Max masih bisa mempersilakan gadis itu menikmati waktunya. Namun, mereka sedang berada di kota orang yang, bahkan, kata Audrey, baru beberapa kali itu gadis itu kunjungi.

Jadi, cowok itu mengejar Audrey dan mencekal lengan gadis itu.

"Drey, stop. Lo harus—"

"LO HARUS PERGI!!" Audrey berbalik, hatinya menggelegak, memancarkan kekecewaan yang pekat. "Max, my life is fucking broken! My dad is imprisoned, and my mom almost dead. You know what you did when i really needed you?! You fucked with my best friend!"

"..."

"You know what?" Audrey mendengus, menyentak tangan cowok itu dengan kasarnya. "I hate you so much."

Gadis itu melangkah menjauh bersama kesendiriannya.

***

Audrey's POV.

Sebelum gue mengambil alih sesi ini, gue minta lo semua bersyukur dulu. Untuk apapun itu.

Guling yang ada di sebelah lo.

Earphone yang lo pake.

Jam dinding yang nggak pernah lo lirik.

Pakaian yang lo ambil asal.

Benda elektronik yang lo gunakan sehingga lo bisa baca kalimat ini.

Atau yang paling lo anggap remeh, oksigen yang baru lo hirup.

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang