what are we?***
Selasa 26 Desember.
Bus itu melaju dengan kecepatan yang aman dan efisien di saat yang bersamaan.
Pukul 23.00, Audrey sudah terlelap. Perjalanan yang nyaman membuatnya begitu tenang dalam tidurnya. Posisi tubuhnya dibuatnya sedemikian nyaman untuk tidur selama satu jam belakangan.
Sementara itu, Max masih sibuk dengan ponselnya sejak tiga jam yang lalu. Dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya, dia mengerahkan seluruh konsentrasi dan kecerdasannya untuk memperdagangkan mata uang asing di pasar internasional.
Cowok itu terlihat begitu fokus, sampai sebuah notifikasi masuk ke ponselnya.
FUTSAL 11 (22)
Fazar: Max, kita berhasil jual tiketnya
Alexxx69: tiket 20 juta itu anjaiiiii
Alexxx69: laku sama anak anggota dpr
Tyler Swan: Gue juga ngejual onderdil motor gue
Dwayne: Gue juga mau deh bantuin Audrey
Dwayne: TF ke mana?
Maximus Ryan: thanks ya lo semua
Maximus Ryan: tf aja ke nmr rekening gue
Maximus Ryan: ntar gue mainin dulu biar ga mandek segitu uangnya.
Ronald Wijaya: Ada apa ini beribut malammalam
Harris Stefanus: WOY ANJAY GUE KANGEN AUDREY DEMI APA
Harris Stefanus: MAAAAX, AUDREY GUE APA KABAR?!?!
Ronald Wijaya: IYA ANJAY GUE JUGA
Ryan: Mek, gue udah tf yah, 1 juta ke rekening lo, semoga berguna buat odre.
Ryan: BTW GUA JUGA KANGEN AMA AGATHA
Dwayne: Ok, ntar gue jual PS dulu, ntar kalo udah ada, gue tf ke lo
Maximus Ryan: Thx dwen
Maximus Ryan: Buat lo semua yang masi ngarepin audrey, gue punya kabar buruk buat lo.
Ryan: ANJAY
Harris Stefanus: APAAN
Ronald Wijaya: MEK
Alexxx69: apaan mek jadi gue yg nunggu gini
Fazar: jadian ya? kongrets
Tyler Swan: paling jadian.
Maximus Ryan: worse dude worse
Alexxx69 : APAAAN BGST
Maximus Ryan: gue sm bokapnya ngobrol ttg audrey, kelanjutannya lo pikir sendiri dah. ga tega gue.
Dwayne: Max lo nge'lamar' dia gt istilahnya?
Ryan: MAX
Ronald Wijaya: FUCK
Harris Stefanus: U
Tyler Swan: You have slain an enemy
Alexxx69: DOUBLE KILL
Alexxx69: TRIPLE KILL
Alexxx69: MANIAC
Alexxx69: SAVAGE
Saat Max baru mau menuliskan balasan, Audrey menyandarkan kepalanya di bahu cowok itu dan membuatnya sadar, gadis itu tidak baik-baik saja ketika helaan napasnya terasa panas dan gelisah.
Max meninggalkan ponselnya untuk mengecek suhu tubuh gadis itu demi mendapatkan suhunya di atas ambang normal.
Hal itu membuatnya berdecak dalam gusar dan kekhawatiran.
"Tha," panggil Max, berusaha membangunkan gadis itu. "Tha, lo minum obat dulu."
Merasa tidurnya terganggu, Audrey mengerjapkan matanya. Dahinya mengernyit, menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.
"Kenapa, Max?" Suara itu terdengar serak.
"Lo minum obat dulu."
"Obat?" Saat itu, Audrey bingung. Tapi, lalu dia paham kondisi tubuhnya sedang tidak sebaik yang manusia manapun harapkan. "T-Tapi gue nggak bawa obat."
Max bangkit dari kursinya, lalu berkata, "Bentar, gue coba mintain ke kenek."
Tidak lama kemudian, setelah serangkaian keributan yang diciptakan Max karena pihak bus tidak menyediakan fasilitas yang dijanjikan, akhirnya Audrey mendapatkan obat dan makanan yang cukup untuk mendukung daya tahan tubuhnya yang merosot.
"Lo makan itu roti terus minum obatnya. Ntar gue balik lagi."
Tanpa pikir panjang dan bertanya-tanya tentang ke mana Max pergi, Audrey melakukan instruksi yang cowok itu berikan.
Sekitar 15 menit kemudian, cowok itu kembali dengan kalimat, "Drey, kita duduk belakang aja, jadi lo bisa selonjoran."
Audrey mengernyit. "Bukannya bisnya penuh? Kok bisa ada kursi kosong?"
"Nggak sepenuh itu. Orang-orang yang di belakang udah gue minta untuk duduk sini."
Audrey menengok ke kursi belakang, kursi yang di desain memanjang untuk 5 orang, namun di sana hanya ada 3 orang.
Lalu, gadis itu kembali menatap cowok itu. "Serius?"
"Iya."
Gadis itu pun bangkit dari kursinya, mengemasi barang-barangnya untuk kemudian pindah ke kursi belakang bersama Max.
Tiga dari empat cowok itu pindah ke kursi awal mereka, menyisakan 1 yang duduk di sebelah jendela.
Setelah mengucapkan terimakasih dengan hormat dan tulus kepada 2 orang tadi, Max lalu duduk di sebelah orang yang duduk di sebelah jendela itu.
Menaruh seluruh barangnya di belakang jok, Audrey duduk di sebelah Max, menjadikan paha cowok itu sebagai bantalnya, lalu memanjangkan kakinya di 2 kursi di sebelahnya.
Max menunduk, menyentuh kening gadis itu dengan punggung tangannya.
"Suhu lo lumayan tinggi." Kekhawatiran terselip dalam kalimat itu. "Kalo butuh apa-apa, bilang sama gue."
Sebuah perintah yang lembut dan tak terbantahkan itu membuat Audrey mengangguk.
Gadis itu terlelap setelah berkata, "Max, i love being your world."
Max tersenyum hangat, lalu mengelus kepala gadis itu untuk mengantarkannya ke dalam tidur lelap.
Orang di sebelah Max menoleh, lalu bertanya kala melihat kedekatan dua sejoli itu.
"Pacar, Mas?"
Max terdiam.
I want to have your daughter for the rest of my life, kalimat yang terlontar di hadapan Jeremy siang tadi terngiang di pikirannya.
Menjawab pertanyaan itu, Maximus Ryan hanya tersenyum.
Ada saatnya hubungan mereka memiliki status.
***
To God be the glory,
nvst.
22.12.17