wy

402 40 7
                                    


there will always be another way.

***

"Kamu tau siapa pengacaranya Pak Aditya?"

Siang hari itu, ketika teman-temannya berada di halaman belakang rumahnya, Max berada di dalam kamar ibunya yang selalu terasa menenangkan.

Di dalam sana, hanya ada cowok itu, adik bayinya, dan ibundanya yang, dari sekian banyak pertanyaan yang bisa diajukan, malah menanyakan kalimat barusan sebagai pembuka percakapan mereka siang itu.

Menjawab pertanyaan itu, Max menggeleng. "Enggak. Emang siapa?"

Untuk sesaat, ibu tiga anak itu meletakkan anak bungsunya yang berada di dalam gendongannya ke atas ranjang sebelum berkata serius.

"Pengacara Pak Aditya itu pengacara terbaik se-Asia, Max."

"Oh."

"Oh?" Ayana menghela nafas berat.

"Aku tau maksud mama," ujar Max, "cobain aja dulu, siapa tau pengacara yang aku sewa bisa menangin kasus Audrey."

"Kamu udah kasih tau siapa pengacara Pak Aditya ke pengacara yang kamu sewa? Siapa namanya?"

"Pak Hari." Cowok itu menggeleng. "Belum, tapi coba aja dulu."

Ayana terdiam, mengangguk paham menghadapi kegigihan puteranya. "Seperti yang kamu bilang, coba aja dulu. Tapi kalo dia menolak nerusin ini setelah kamu kasih tau siapa lawannya, mama mungkin punya jalan keluarnya."

"Apa?"

"Coba aja dulu."

***

Keesokan harinya.

"KAK MAX!!"

Mendengar teriakan itu, Max bahkan tidak menghentikan langkahnya menuju garasi tempat mobilnya berada. Cowok yang berjalan dengan terburu-buru itu hanya menoleh singkat ke belakang, dan berkata malas.

"Nggak, lo nggak ikut."

Stephanie nyengir lebar. Gadis itu berlari menuju garasi, dan mencapai mobil hitam milik mereka berdua lebih cepat daripada kakaknya.

Masih dengan cengirannya, Stephanie berkata, "Gue ikut."

"Gak, lo bau." Max mendorong tubuh adiknya yang menghalangi pintu supir. "Minggir lo."

Penolakan itu tidak lekas membuat cengirannya menghilang. Malah, cengiran itu bertambah lebar.

"Kak, gue mau psikotes sekarang di sekolah lo," katanya, "Gue nebeng, ya, please, please. Kan sekali lewat."

"Telat banget lo psikotes sekarang."

"Taun lalu gue lagi males, jadi sekarang aja. Mumpung gabut." Gadis itu memainkan kedua alisnya. "Enak banget ya idup gue."

Pandangan Stephanie mengikuti kakaknya yang berada di dalam mobil yang bergerak mundur karena dikemudikan oleh kakaknya yang menatapnya iseng.

"Gue ikut, wey!" Gadis itu bisa saja menerobos masuk, tapi ibunya berkata, urusan kakaknya siang itu tidak boleh diganggu gugat seperti yang sudah-sudah.

"Gue udah book ini mobil semalem." Max tersenyum puas. "Lagian, lo mau nyetir sendiri?" Cowok itu mendengus. "Bye, underage."

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang