Season 2 : Part 12

984 124 4
                                    


Angin malam yang bertiup terasa begitu menusuk malam ini. Suasana mala mini terasa lebih rileks dibandingkan biasanya. Bahkan jumlah penjaga yang berjaga tak sebanyak biasanya, dan penjaga yang berjaga diluar bahkan melonggarkan penjagaan mereka.

Para penjaga itu bersungut-sungut, merasa jengkel karena harus berjaga di malam yang dingin ketika berada di sebuah kota dimana seluruh penduduknya mendukung dan menerima Yashamaru. Mereka tak mengerti mengapa mereka harus berjaga ketika berada di kota yang aman dan meratapi kesialan mereka yang kalah taruhan sehingga terpaksa harus berjaga.

Mereka tak menyadari jika seorang lelaki berpakaian serba hitam sejak tadi bersembunyi di semak-semak dan menahan nafas, berusaha agar asap yang timbul akibat nafasnya tidak terlihat oleh para penjaga itu. Lelaki tersebut sejak tadi melirik beberapa penjaga yang beberapa kali menguap menahan kantuk yang mulai menjadi-jadi.

Lelaki berpakaian hitam itu segera keluar dari semak-semak ketika merasa para penjaga itu sudah mengantuk. Menurutnya, ketika seseorang sedang mengantuk maka kewaspadaan serta kemampuan berpikir seseorang akan berkurang. Ia bisa memanfaatkan kesempatan untuk pergi meninggalkan kota diam-diam dan menemui seseorang di kota terdekat yang telah menunggunya serta menyampaikan segala informasi yang dimilikinya mengenai Yashamaru.

Lelaki berpakaian hitam itu melangkah dengan pelan, berharap agar tak menimbulkan suara. Ia berharap para penjaga itu terlalu mengantuk untuk mempedulikan keberadannya.

"Konbawa," ucap salah seorang penjaga dengan suara mengantuk. Ia sedikit mabuk setelah meminum alkohol dan matanya bahkan terlihat setengah tertutup, " Kau mau kemana, Saburo-san?"

"Berjalan-jalan keluar sebentar. Rasanya malam ini agak panas," sahut Saburo, si lelaki berpakaian hitam itu.

"Panas? Kenapa aku masih kedinginan, ya? Jangan-jangan kau minum lebih banyak dariku," sahut salah seorang penjaga.

Penjaga lainnya melirik Saburo dengan mata yang menyipit karena sulit dibuka. Mereka tampak benar-benar lelah dan tak menyadari jika sebetulnya Saburo terlihat agak mencurigakan.

"Cih, kau beruntung sekali tidak kalah taruhan. Kau mau menggantikan aku berjaga, tidak?" ucap salah seorang penjaga sambil berdecih kesal.

Penjaga lainnya menepuk bahu temannya dan menatapnya dengan jengkel sebelum berkata pada Saburo, "Sudah, sudah, abaikan saja lelaki bodoh ini. Dasar tidak berranggung jawab."

Saburo berpura-pura tersenyum tipis, dalam hati ia ingin tertawa melihat kebodohan para penjaga itu. Ia membayangkan uang yang akan ia dapatkan jika ia berhasil menyampaikan berita kepada sang informan. Jika ia memberikan informasi terus menerus, ia akan mendapat semakin banyak uang. Dan jika ia melarikan diri pada waktu yang tepat, bisa saja pihak kerajaan akan menghargainya dan mungkin saja menjadikannya sebagai pasukan yang berjaga di istana dengan gaji yang lebih besar. Ia membayangkan akan hidup di ibu kota kerajaan yang selama ini menjadi kota impian baginya.

"Aku berjalan-jalan sebentar. Nanti aku akan kembali."

Saburo segera melangkah meninggalkan penjaga tersebut,serta berjalan cepat meninggalkan gerbang kota. Namun mendadak bulu kuduknya merinding ketika ia merasakan sebuah besi yang dingin telah menempel di sisi kanan lehernya. Ujung besi itu terasa tajam dan siap menggores kulitnya.

"Kau mau kemana?"

Saburo terdiam sesaat, namun ia memberanikan diri berbalik badan. Ia mendapati seorang lelaki bertubuh tinggi dengan kulit putih yang bersinar dibawah sinar rembulan dengan rambut hitam yang kontras dengan kulitnya. Lelaki itu memegang pedang dengan satu tangan.

Kill The AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang