Selamat datang, Jangan lupa untuk meninggalkan jejak.
---oOo---
Pagi hari yang cerah, burung terdengar berkicau di luar jendela. Langit memancarkan warna biru terang dengan awan putih bersih di atas sana. Sekarang sudah pukul 7.00 pagi, sudah waktunya anak sekolahan untuk berangkat, agar tidak mendapati pagar sekolah yang sudah digembok oleh satpam.
Berbeda dengan gadis berambut sebahu yang fokus menatap layar ponsel. Dari penampilan sepertinya dia sudah siap untuk berangkat. Baju putih dengan rok abu-abu, tas ransel warna abu-abu, sepatu hitam dan jam tangan berwarna silver. Gadis itu berkacak pinggang sambil menekuk wajah.
Kemudian gadis jalan mondar-mandir di teras rumah sambil memperhatikan jalan raya yang padat akan kendaraan. Sesekali mendongak menatap posisi matahari sudah setinggi apa, lalu menatap layar ponsel.
Gadis remaja tujuh belas tahun berpipi tembam itu bernama Asandra Raiqasari, ia tampak gelisah. Dari raut wajah yang kesal dan ingin marah itu menandakan ia sedang menunggu seseorang.
Sampai beberapa menit berlalu tidak ada perubahan, yang ada dia semakin kesal. Buru-buru Sandra mengetik beberapa kata pada sebuah kontak lalu mengirimnya. Kemudian memasukkan benda pipih itu ke dalam saku baju dengan kasar.
"Katanya jemput tapi gak ada." gumam Sandra kesal.
Dia berbalik masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci motor, andai tidak diberi janji akan dijemput saat ini ia sudah berada di sekolah.
Sandra sudah menunggu seseorang sejak tiga puluh menit yang lalu sambil menatap layar ponsel dengan wajah yang ditekuk. Dia sampai bosan berada di teras hanya karena mengamati kendaraan yang lewat. Siapapun tidak sabaran jika sudah hampir terlambat.
Dia bisa saja pergi sendiri karena punya motor, tetapi karena menghargai usaha orang jadi ia rela berdiri seperti orang aneh di teras rumah sambil menghitung kendaraan roda dua.
Gadis itu keluar membawa kunci yang diputar-putar di udara. Menghampiri motornya yang terparkir indah lalu menyalakan mesin. Perasaannya benar-benar buruk hari ini, ia berharap tidak bertemu orang menyebalkan di sekolah.
"Belum pergi?" tanya wanita yang baru saja datang dari rumah tetangga.
"Baru mau." jawabnya singkat.
"Katanya bareng Arvin?" tanya wanita itu heran.
Sandra mengembuskan napas keras. "Tadinya gitu, Ma. Tapi dia belum datang padahal udah jam tujuh."
"Kamu kenapa lagi?" Tanya wanita itu lagi.
"Enggak tau, Ma. Biarin aja deh." jawab Sandra seraya memakai helm.
"Aku pergi ya, Ma. Assalamualaikum." pamit Sandra mengendarai motornya meninggalkan halaman.
Jarak sekolah dengan rumah tidak cukup jauh, ia bisa sampai di sekolah tanpa terlambat. Sandra ingin sekali meninju orang sekarang.
"Kalau gak bisa jemput ya tinggal kabarin. Atau gak usah janji jemput aja sekalian, jadinya kayak orang bego gue." gumam Sandra marah-marah di atas motor.
"Percuma punya Hp gak ada guna. Bisa-bisa gue gak dapet contekan Pr ini." sambungnya kesal.
Selang beberapa saat di perjalanan, Sandra berpapasan dengan sebuah motor yang dikendarai oleh cowok berseragam sama dengannya. Dia sangat kenal mulai dari motor, helm, tas, hingga perawakan cowok itu.
Dia sudah bisa menebak bahwa cowok itu adalah pelaku yang membuatnya kesal setengah mati menunggu dengan bayang-bayang akan terlambat.
Pemilik motor itu memutar arah motornya mengikuti motor Sandra yang melaju begitu saja tanpa ada niat untuk berhenti. Sandra sengaja melakukan itu.
"Sandra!" panggil cowok yang berhasil mensejajarkan motornya dengan Sandra.
"Maaf aku terlambat," ujar cowok itu merasa bersalah.
Sandra tidak bersuara ia masih kesal dengan tingkah cowok itu.
"San...," panggil cowok itu lagi sambil menyentuh tangan Sandra yang sedang menyetir gas.
Sandra sedikit tersentak lalu melirik sinis cowok di sampingnya.
"Iya! Tapi jangan pegang-pegang nanti jatuh." ketus Sandra merespon cowok itu. "Gak perlu minta maaf. Lagian kita bisa terlambat kalau ngomong di jalan kayak gini."
Cowok itu terdiam lalu memperlambat laju motornya dan membiarkan Sandra jalan lebih dulu sementara ia akan mengikut di belakang.
Dingin menyelinap di antara kedua remaja ini. Di perjalanan hingga sampai di sekolah pun tak ada perbincangan selain pernyataan terlambat tadi. Tidak ada seorang pun suka menunggu hal-hal tidak pasti, maka dari itu Sandra kesal setengah mati.
Sandra hanya butuh waktu saja sendiri sekaligus memberi waktu cowok bernama Arvin Rarendra itu untuk merenung kesalahannya. Sandra capek harus mendengar permintaan maaf tetapi selalu saja diulangi, bukannya berubah malah makin menjadi-jadi.
"Aku duluan, nanti aja bicaranya." ujar Sandra meninggal Arvin sendiri di parkiran.
"Sandra." panggil Arvin sedikit berteriak.
"Gak usah teriak Arvin," ujar Sandra menegur lalu kembali melanjutkan langkah.
Sandra berlalu meninggalkan Arvin yang masih terdiam menatap punggung Sandra dari kejauhan. Lagipula mereka tidak satu kelas dan beda jurusan, sebagai anak jurusan IPA patut Sandra merasa takut terlambat. Sedangkan kelas Arvin tidak jauh dari parkiran.
"Udah tau gue takut telat pelajaran kimia, masih aja telat jemput." gumam Sandra sambil lalu melewati pinggir lapangan menuju kelasnya.
"Giliran teman cepet banget, kalau aku suka telat. Masih aku liatin." sambung Sandra.
Sementara Arvin masih berada di parkiran sambil melepas helm, memperbaiki posisi tas dab rambutnya. Cowok seumuran Sandra itu adalah pacar Sandra, pelaku yang selalu membuat Sandra terus ingin menggurutu.
Arvin menggeleng pelan mengingat tingkah Sandra, dia jadi punya tugas lain selain tugas rumah.
Dia menghampiri kelasnya yang berjarak beberapa meter saja dari parkiran. Arvin adalah murid jurusan IPS dimana kelasnya sudah dicap sebagai kelas ternakal. Sejenak ia melirik Sandra yang sudah tidak terlihat lagi di lapangan, lalu masuk ke dalam kelasnya yang sangat ribut.
---oOo---
Halo sahabat readers:)
Kali ini author hadir dengan cerita Teen Fiction yang didedikasikan untuk teman tercinta rseptikasari .Jangan tanya kenapa author hadir dengan tiga cerita secara langsung, ya karena author mau:v
Mudah-mudah ketiga-tiganya bisa menyamankan pembaca sekalian.
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)
Teen Fiction(Complete) Sandra pikir, berpacaran dengan Arvind adalah salah satu kebahagiaan untuknya. Walaupun tahu bagaimana kisahb sang kekasih yang masih sering dikejar masa lalu, tetapi ia masih bisa menerima. Namun hal itu tidak bisa berlangsung lama, samp...