Sehabis pulang sekolah, Sandra tidak langsung pulang ke rumah. Ia pergi tanpa tujuan mengelilingi berbagai tempat, mulai dari tempat hiburan anak-anak, tempat makan, taman, dan pelataran hotel. Rasanya ia begitu bosan dan aneh dengan perasaan sendiri.
Ia berharap saat terbangun di pagi hari dapat diberikan hari yang mudah dan lancar-lancar saja, tapi kenapa di saat ia bahkan belum memulai harinya sudah ada saja hal-hal yang mencegah kemudahan itu datang.
Sandra sendiri tahu bahwa di dalam hidup ini tidak selamanya harus dengan kemudahan, adakalanya ia harus menghadapi berbagai kesusahan. Tapi yang membuatnya bingung, mengapa tak pernah sekalipun ia merasa dimudahkan, hanya ada kesusahan-kesusahan yang datang silih berganti.
Mungkin itu sudah menjadi takdirnya, itulah yang selalu dipikirkan oleh Sandra.
Jika kemarin ia disuguhi dengan pemandangan antara Arvind dan Diandra, kenapa pagi tadi ia harus disajikan dengan gosip aneh yang tidak masuk akal.
Arvind selingkuh?
Bukan dengan Diandra. Lalu dengan siapa Arvind berselingkuh? Pertanyaan itu terus berputar di dalam kepalanya.
Kenapa juga semua teman-temannya harus kompak untuk menyembunyikan hal itu, toh mau disembunyikan atau diungkap akhirnya akan sama saja. Sama-sama menyakitkan, hanya kadar sakitnya saja yang beda. Akan sangat sakit atau sekedar sakit saja.
Sandra tidak suka dengan berita itu, berita yang cukup membuat kesehariannya jadi buruk.
Bagaimana tidak? Ia juga adalah seorang cewek yang memiliki hati yang lemah. Ia tidak bisa seperti orang lain yang mengaku memiliki kekuatan batin sekuat baja. Semua juga orang tahu, bahkan cewek terkuat punya sisi paling lemahnya. Begitu pula dengan dia, mungkin jika di hadapan semua orang ia bersikap biasa saja namun di belakang akan beda lagi.
Seseorang punya caranya masing-masing menghibur diri, menyimpan luka dan kembali sembuh. Begitu pula dengan ia yang saat ini masih bingung dengan keadaan. Mungkin biasanya ia akan datang kembali pada sahabat-sahabatnya berbagi cerita, tapi tidak semua kisah juga bisa dibagi. Terkadang kita butuh waktu sendiri, atau jika tidak ia hanya perlu berpura-pura terlihat baik tanpa ada masalah dan semua temannya tidak perlu menanyakan hal yang ditutupi.
Sandra menghentikan motornya di sebuah penjual bakso langganannya saat perutnya tiba-tiba merasa lapar. Ia pikir mungkin ia harus makan dulu. Karena untuk menjadi pihak yang tersakiti itu juga butuh tenaga, begitu kata teman-temannya ketika mengutip quotes yang sedang terkenal akhir-akhir ini.
Dan kata-kata itu memang benar adanya, jika harus terus disakiti dan kita tidak peduli pada diri sendiri juga. Bukan hanya hati kita yang akan sakit tapi seluruh tubuh kita jadi ikut tersiksa. Dan Sandra tidak suka hal itu terjadi. Tidak masalah jika ia harus sakit hati namun ia tidak siap dan tidak mau harus jatuh sakit karena tidak mengurus dirinya. Kan tidak masuk akal jika ditanya kenapa bisa ia sakit dan jawaban yang ada hanya karena sakit hati.
"Bang, baksonya lima belas ribu ya. Enggak usah pake mie sama kuah. Cukup baksonya aja." Ujar Sandra setibanya di hadapan abang-abang penjual bakso langganannya.
"Lima belas ya, mbak?" Abang itu memastikan dan dijawab dengan anggukan Sandra.
"Kecapnya dikit aja, cabenya banyakin. Pakai cabe tumis juga ya, Bang." Sambungnya lagi.
"Tumben mau yang porsi pedis banget, lagi patah hati ya mbak?" Cibir Abang langganannya itu.
Sandra mendengus sebal mendengar perkataannya. "Abang ini kalau ngomong suka bener ya, bikin nyessek."
Abang tukang bakso itu terkekeh seraya membungkus pesanan Sandra seperti biasa. "Ya bisa ketebaklah mbak. Mbak ini gimana, sih. Tapi jangan keseringan nanti kena magh."
Dalam hati Sandra bergumam. "Emang udah kena magh kali, Bwaang!!"
Sandra tersenyum masam yang dibalas dengan senyuman simpul abang langganannya. Abang tukang bakso itu juga sudah mengerti bagaimana tabiat seorang Sandra, maka tidak heran lagi mengapa percakapan keduanya bisa seakrab itu.
Setelah menerima pesanannya dari abang tukang bakso, Sandra pamit pergi beranjak menuju motornya. Walaupun tidak punya tujuan yang pasti ia tetap bersikeras pergi dan mencari suasana nyaman sesuai dengan isi hatinya.
"Mau kemana ya gue? Enggak jelas banget sih tujuan gue, sama kayak tujuan hidup gue juga." Sandra memberenggut kesal karena ketidakbisaannya sendiri.
Sandra menggantungkan kantong berisi baksonya di motor seraya mengenakan helmnya. Ia sudah siap pergi berkelana dengan penampilan yang masih lengkap mengenakan seragam sekolah.
Yang ada dalam pikiran Sandra hanya ada tentang Arvind dan sekelebat cerita-cerita yang melintas di telinganya seharian. Ia tidak tahu harus melakukan apa, harus berbagi kepada siapa, dan harus bagaimana untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Baginya, ini adalah kali pertama baginya menghadapi masalah yang tiba-tiba membuat seluruh inci otaknya menjadi buntu tak menemukan secercah jalan sama sekali.
Kalau saja ia masih Sandra yang dulu, mungkin hal-hal seperti ini tidak akan pernah terjadi karena ia akan langsung meninggalkan laki-laki yang menurutnya membosankan dan tidak serius. Tapi berbeda dengan ketika sudah bersama Arvind, dari kemauan hingga isi hati Arvind sangat sulit untuk ia tebak. Bahkan kerap kali ia sendiri tidak bisa mengenali mana sifat Arvind yang sesungguhnya. Kadang terlalu manis, kadang terlalu baik, kadang juga terlalu perhatian dan pengertian, namun secara tiba-tiba pula akan berubah menjadi seseorang yang berbeda. Arvind kadang jadi orang yang kasar, cuek, bahkan tidak pedulian. Dan kalau saja hal itu terjadi, rasanya tiap hari ia hanya makan hati.
"Mau bagaimana lagi, mending pulang aja tidur ah. Lama-lama gue bisa gila kalau gini terus." gumam Sandra yang semakin serius mengemudikan motornya.
Mau pergi sejauh apapun untuk menenangkan diri, Sandra tidak akan pernah tenang. Ia hanya akan semakin memperumit sekelumit isi pikirannya mengenai Arvind yang semakin menjadi-jadi. Karena yang dibutuhkan Sandra saat ini hanya sebuah penjelasan yang bisa memberitahunya tentang awal hingga akhir seperti apa yang harus ia lakukan. Sebab pada dasarnya setiap kesalahpahaman yang ada hanya sebuah penjelasan penawarnya. Kesalahpahaman juga muncul karena kurangnya komunikasi diantara ia dan Arvind. Sandra hanya perlu bersabar sedikit lebih lama lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang ia alami.
Tidak perlu terburu-buru untuk mengambil tindakan, jangan sampai salah melangkah. Ketika perasaan tidak lagi dapat menyelesaikan sebuah konflik diantara dua belah pihak yang sedang bertengkar, maka logika masih bisa diandalkan untuk mencari jalan keluar. Karena logika tidak akan pernah bisa diperbudak oleh apapun seperti perasaan. Dan Sandra hanya perlu mempekerjakan otaknya.
"Seenggaknya apa yang gue dengar hari ini, bukan apa yang gue lihat langsung dengan mata kepala gue sendiri."
***
Selamat Pagi teman-teman semua.
Katalah akhirnya bisa update lagi nih, semoga aja kalian suka dengan Bab kali ini ya.Selamat membaca.
Salam rindu dari Katalah❤
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)
Teen Fiction(Complete) Sandra pikir, berpacaran dengan Arvind adalah salah satu kebahagiaan untuknya. Walaupun tahu bagaimana kisahb sang kekasih yang masih sering dikejar masa lalu, tetapi ia masih bisa menerima. Namun hal itu tidak bisa berlangsung lama, samp...