Chapter 16 [Baikan]

1K 32 0
                                    

Sepulang sekolah tidak banyak kegiatan yang dilakukan Sandra selain hanya tiduran, makan, nonton, main hp, dan kembali tidur lagi. Mungkin mood-nya masih susah untuk dikendalikan karena ia tidak tahu harus mempercayai siapa, ia sejak awal kerjaannya hanya marah dan ngambek. Tiada hari tanpa ia tidak marah atau kecewa, hampir setiap hari pula ia tidak bisa mengendalikan diri sendiri.

Jika saja ia diberikan kekuatan untuk menuliskan kisah hidupnya sendiri sejak ia bernapas sampai tak ada lagi, ingin rasanya ia menuliskan kejadian-kejadian yang menyenangkan saja. Menikmati apa yang mesti dinikmati, jika ada masalah ia akan dengan gampang keluar dan menyelesaikan. Sayangnya itu hanya mimpi semata bukan? Karena ia buka tuhan yang akan mengatur. Ia hanya bisa berusaha dan berharap semoga semua itu segera selesai.

Mulai dari hal terkecil hingga yang terumit, ia ingin bisa menyelesaikan masalah itu dengan secepat mungkin. Bahkan ia yang sudah terbilang tidak pedulian masih bisa merasa tertekan dengan masalah yang ada.

Di samping itu pula Arvind belum pernah datang mengunjunginya untuk meminta maaf. Jangankan mengunjungi, menghubungi saja sudah tidak pernah sejak kejadian itu. Walaupun ia mengatakan lebih baik mereka tidak bertemu atau sekedar mengirim pesan, namun bukan berarti ia harus bertahan tidak menghubungi dan membiarkan keadaan mereka seperti itu. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala dengan nasib percintaannya yang terlalu melankonis seperti itu. Siapa sangka ia harus terlibat konflik masa lalu Arvind yang dia kira sudah selesai.

Terkadang cinta memang benar-benar membuat orang menjadi gila, tidak bisa membedakan yang wajar dan yang tidak wajar. Sandra juga tidak menyalahkan Diandra yang tiba-tiba kembali mengacaukan semuanya, setelah perpisahan yang ia sebabkan dulu. Tapi, semakin kesini ia merasa bahwa Diandra semakin menjadi-jadi. Kelewat batas.

Melakukan apa yang dia mau tanpa memikirkan dampaknya, tanpa memikirkan pihak mana saja yang akan dirugikan. Tanpa memikirkan masalah apa saja yang akan muncul lagi dengan tingkah yang ceroboh.

"Sandra, ngapain lo bengong gitu?" tanya Cherly yang sedang bersamanya.

Mendengar ucapan Cherly otomatis membuat Sandra segera meresponnya dengan sebuah gelengan yang menandakan bahwa ia sedang tidak apa-apa. Ia berbohong, ia tidak mau teman-temannya semakin terlibat banyak masalah karenanya. Jadi ia lebih memilih menyembunyikan semuanya saja.

"Tau gak kalau Arana deket lagi sama Diandra?" Ujar Cherly dengan hati-hati sambil memperhatikan ekspresi wajah Sandra.

"Taulah, semua orang juga udah tau lagi. Orang mereka maennya di instagram." JAwab Sandra sekenanya sesuai dengan apa yang ada di pikirannya.

"Dasar suka banget pamer, gitu aja dipamer. Kayak nantangin lo banget, kan?" sambung Cherly menyeruput es teh manisnya.

Sandra mengangguk mantap, karena apa yang dikatakan oleh Cherly memang benar adanya. Toh Diandra memang berniat untuk pamer sekaligus untuk menantangnya, namun sayangnya ia tidak akan terpancing begitu saja. Ada banyak pihak yang harus ia jaga, jangan sampai karena tindakan buru-buru yang lain jadi kena batunya.

"Jadi gimana hubungan lo sama Arvind?"

"Gak baik banget, sampai sekarang dia belum hubungin gue atau bahkan datengin gue buat minta maaf. Kan kesel guenya." Sandra memberenggut kesal mengingat kenyataan bahwa ia dan Arvind sangat jauh dari kaa baik-baik saja.

Cherly terkikih mendengar jawaban Sandra. "Ya lo sabar dong, minta maaf juga butuh muka tebal kali."

"Haha asal banget sih lo."

"Emang bener, kan? Ngomong kata maaf yang simple kayak gitu tuh butuh banyak keberanian, dan butuh banyak ketebalan muka. Gak bisa segampang membalikkan kedua telapak tangan, jadi lo sabar aja. Anggap kalau Arvind lagi menyiapkan tenaga super untuk bilang maaf." Cibir Cherly sambil terbahak setelah menyelesaikan perkataannya.

 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang